RSS
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

Rabu, 20 Februari 2013

Lova Alfa (Kenangan Satu)


Kenangan Satu
Gerbang Kematian

Begitu aku mati, meninggalkan tubuhku begitu saja, aku melihat hanya ada satu tubuh saja yang menangisiku di sisi tempat tidur, di ruangan putih rumah sakit itu. Rohku terasa ringan dan—sudah pasti—tembus pandang. Tidak nyata. Tidak ada seorang pun yang bisa melihatku, aku yakin sekali mengenai hal itu.
Namun, aku ingin sekali melihat gadis yang menangisi tubuhku itu dapat melihatku. Aku ingin, dari sekian banyak kemungkinan yang sia-sia, dia dapat mendengar suaraku.
Tapi aku sendiri juga memang tidak bisa bersuara. Aku hanya berdiri di sana, di samping tubuhku, sambil memandangi tubuhku yang tidak bernyawa lagi, bersama dengan seorang gadis yang masih menangis.
Hatiku terasa sakit begitu mengetahui bahwa aku tak bisa bersamanya lagi dan yang lebih menyakitkan lagi bahwa aku tak bisa menghiburnya di saat sedih seperti ini. Bahwa karena akulah dia bersedih dan mengeluarkan air matanya yang tidak pernah ingin kulihat. Hukuman itu terasa begitu mengerikan, bahkan untuk diriku sendiri.
Seandainya saja ada keajaiban.
Sebuah sinar sedikit demi sedikit muncul, menerangi kami. Tapi, hanya aku yang melihat sinar itu, karena gadis itu sama sekali tidak mengadah walau sinar itu semakin terang dan terang, menyelimuti kami dalam lautan sinar. Aku menutup kedua matanya dengan kedua tanganku dan hanya melihat sedikit sewaktu pintu kamar terbuka dan seseorang masuk….
Lalu, sinar itu hilang begitu saja, menampakan sebuah gerbang emas megah tinggi mencapai awan yang panjangnya juga sampai tidak tampak.
Aku terkejut melihat ke sekelilingku.
Di tempat ini hanya ada lautan awan berwarna putih, begitu juga sinar-sinar putih yang sangat berbeda dengan warna putih yang pernah aku lihat, begitu cantik, begitu menenangkan, begitu bersinar, dan begitu kuat.
“Aku ada dimana?” gumamku keheranan.
“Kau ada di Gerbang Kematian. Gerbang perbatasan antara dunia hidup dan mati.”
Aku terkejut mendengar ada suara merdu yang lembut menjawabku. Saat aku berpaling, aku mendapati seorang lelaki tinggi yang wajahnya begitu bersinar mendatangiku dan tersenyum ramah.
Dalam sekejap, aku gemetar. Mungkinkah dia Tuhan?
“Aku bukan Tuhan,” katanya lagi pelan dan aku semakin takut. Ini gila. Aku berhadapan dengan seseorang yang bisa membaca pikiran!
“Ka—kau siapa? Aku dimana?”
Laki-laki bersinar itu masih tersenyum. Dia mengulurkan tangannya yang dibalut oleh jubah lembut yang bersinar seperti wajahnya.
“Mari ikut aku. Aku akan mengantarkanmu ke tempatmu yang seharusnya.”
Tempatku yang seharusnya? Apakah Neraka? Aku bertanya-tanya dalam hati. Selama ini sudah banyak cerita manusia mengenai neraka dan surga. Dan ini pertama kalinya bagiku mati. Mungkinkan orang ini adalah orang yang diceritakan dalam banyak kisah-kisah fiktif itu? seorang malaikat kematian?
Aku melirik tangannya yang menunggu dengan sabar. Dia masih tersenyum di sana, menungguku untuk memutuskan.
Tapi, jika aku memang hendak dibawa ke neraka, tempat ini tidak cocok dijadikan neraka. Aku melihat sekeliling lagi dengan penuh perhatian. Aku seperti berada di sorga. Di ketinggian yang aku tak tahu berapa.
Dalam sekejap aku menyerah. Toh aku sudah mati. Dan segala perbuatanku akan terbayar hari ini. Segala perbuatanku sewaktu aku masih hidup akan menjadi penentu rohku. Aku jadi takut pada diriku sendiri dan kehidupanku dulu. Apakah aku sudah cukup banyak berbuat kebaikan sehingga nanti, sewaktu pengadilan tertinggi, rohku bisa singgah di sorga?
Tanpa ragu lagi, aku memegang tangannya.
Dan dalam detik itu juga, kami berpindah begitu cepat, dan tiba di depan gerbang emas itu.
Aku melepas tanganku.
“Kau dapat bertanya padanya mengenai jalan yang akan kau tempuh,” dia menunjuk seseorang yang berdiri di depan pintu gerbang emas itu. Saat aku melihat orang itu dengan seksama, orang bersinar itu sudah menghilang begitu saja.
Pasrah, aku pun melangkah perlahan menuju pria berjubah yang tinggi itu. Sambil menelan ludah, aku mendatanginya.
Semakin dekat, aku semakin dapat melihat wajahnya—yang juga tak kalah bersinar dibandingkan pria yang satunya—yang tampan luar biasa, tapi tampak ramah dan tersenyum menenangkan. Dia memegang sebuah buku tebal bersampul indah keemasan. Dengan jubah panjang putih yang tertutupi awan putih.
Aku penasaran apakah dibalik jubah itu ada kaki atau tidak. Atau apakah orang ini terbang atau berdiri sama seperti dirinya.
“Alfa Franscope?” dia berbicara dan mengetahui namaku bahkan sebelum aku membuka mulutku.
Aku mengangguk kaku, mengagumi orang itu. Apakah dia juga mampu membaca pikiran? Namun, sebelum aku bisa mencerna apa yang terjadi, buku yang dipegang orang itu terbuka begitu saja dan lembaran-lembarannya membolak-balik begitu saja dengan sendirinya, seperti sihir. Dan namaku muncul di lembaran itu, seolah-olah buku itu tahu apa yang dia cari.
“Alfa Franscope, tujuh belas tahun, meninggal pada Februari hari ke tujuh belas,” orang itu membaca catatan itu. “Penyebab kematian jatuh dari jurang dengan tulang rusuk patah dan sempat tidak sadarkan diri sebentar. Lokasi kematian: kamar rumah sakit bangsal lima.”
Buku itu benar-benar tahu segalanya.
Aku mengangguk lagi. Tak mampu berkata apapun. Aku yakin bahwa seluruh catatan kehidupanku ada di buku itu. Buku itu pastilah buku kehidupan.
Lembaran itu berbalik lagi dengan sendirinya. Mungkinkah orang ini seorang telekinesis?
Aku menunggu lagi dengan was-was sewaktu pria pemegang catatan kehidupan itu membaca.
“Alfa Franscope,” katanya lagi. “Kau belum menyelesaikan seluruh urusanmu di Bumi. Masih ada orang yang belum menerima kematianmu. Jadi, kembalilah ke Bumi dan selesaikan urusanmu.”
Hah? Aku terbengong. Dan sebelum aku bisa mencerna apa yang terjadi, orang itu mengangkat tangannya, buku itu tertutup keras dan awan yang ada di bawah kakiku terbuka begitu saja.
Aku jatuh masih dengan penuh keterkejutan dan melihat langit mengecil sedikit demi sedikit….

1 komentar:

Unknown mengatakan...

Kaaaaakk~
Baru dua episode nih? Bisa penasaraaaan dong >_<

okeh, capcuss baca dulu ^^~ *terbang

Posting Komentar

 
Copyright ::-- Prince Novel --:: 2009. Powered by Blogger.Wordpress Theme by Ezwpthemes .
Converted To Blogger Template by Anshul Dudeja.