RSS
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

Kamis, 14 Februari 2013

Derren dan Rai (Eps 9)


9.
Analisis Derren
Daris masuk ke ruangan khusus diantar oleh dua orang sipir. Tiba-tiba saja ada telepon dari seseorang untuknya, padahal ini sudah tengah malam. Orang-orang seperti dia mendapat dispensasi khusus mengenai segala aspek yang berhubungan dengan kasus, soalnya dia belum terbukti bersalah.
“Halo?” Daris mengangkat telepon yang terletak di meja.
“Daris Harryawan, berhentilah bersifat keras kepala,” Daris mendengar suara yang aneh. Suara yang dimodifikasi dengan alat.
“Aku tidak bersalah,” kata Daris tenang.
“Putramu Derren ada ditanganku. Kalau kau masih keras kepala, akan kukirim mayatnya padamu ditambah dengan mayat Sandra, cintamu itu.”
Daris menelan ludah. “Apa kau mencoba mengancamku?”
“Aku tidak mengancam. Aku memerintahmu. Kuberi kau waktu sampai pengadilan besok. Jika kau tidak mengaku bersalah maka aku akan membunuh mereka berdua. Pikirkan dan silakan pilih sendiri. Nyawa Putramu atau penjara. Tentunya kau orang yang tidak bisa membohongi perasaan di hatimu kan?”
Air mata Daris menetes.
***
“Holmes... Holmes...”
Deva mendengar suara di dekat telinganya.
“Holmes bangun. Ini sudah tengah hari.”
Deva membuka matanya yang terasa berat dan melihat sosok kabur berpakaian putih. Deva mengucek matanya dan menjernihkan penglihatannya. Dia melihat Derren.
“Derren? Astaga! Kau dari mana saja?” Deva terduduk. Kondisi Derren masih sama seperti kemarin malam. “Kau baik-baik saja kan? Tidak luka kan? Kata Rai kau diculik! Aku panik setengah mati! Si—siapa mereka?” pandangan Deva teralih melihat dua pemuda di belakang Derren.
“Mereka...”
“Kami pengawal pribadi Hosea Derren Harryawan yang diperintahkan Agen Mike Gregor  untuk menjaganya. Namaku Jermy Nicolen dan yang disampingku ini Ello Koyja,” kata yang berwajah cantik. “Dan kamu, sahabat Hosea Derren Harryawan, siapa namamu?”
“Deva ‘Sherlock Holmes’,” jawab Deva. Dia menatap Derren dengan tatapan meminta penjelasan. “Derren, apa maksudnya ini?”
“Mereka suruhan Agen Mike yang ditugaskan untuk menculikku agar tidak melakukan tindakan yang bodoh, tapi yang kena masalah justru Rai. Dia diculik kan?”
“Dari mana kau tahu?”
“Rai tidak ada disini saja sudah membuktikan analisisku.”
“Kalau boleh aku tahu Hosea Derren Harryawan, siapa itu Rai?” tanya Ello dengan suaranya yang berat dan serak.
“Rai Azusha, orang yang punya wajah mirip denganku,” jawab Derren. “Kalau sudah seperti ini, jika dugaanku benar, pelakunya sudah bertindak.”
“Maksudmu?”
Derren mengambil remote dan menghidupkan televisi yang memunculkan berita hari ini. Deva mengerutkan dahinya melihat isi berita itu.
“Daris Harryawan mengaku menggelapkan keuntungan Crystal Pertam Group. Hal ini merupakan sesuatu yang tidak disangka oleh pihak pengadilan. Daris Harryawan akan dikenai hukuman penjara selama sembilan tahun. Pihak kepolisian masih akan menyelidiki keberadaan uang yang menjadi bukti kesalahan Daris.”
“Mustahil...” gumam Deva. “Ayahmu kan tak salah apapun!”
“Ya, kecuali si Pelaku bilang kalau aku ada ditangannya,” kata Derren. Dia hendak mematikan layar televisi ketika muncul berita lain.
“Berita terbaru. Reporter kami baru saja mendapatkan berita bahwa Daris Harryawan yang sudah dikenai hukuman penjara, melarikan diri dari mobil kepolisian saat menuju ke kantor kepolisian pusat. Diduga aksi tersebut sudah direncakan dengan sempurna oleh Daris dan Pemegang Saham Rahasia yang tidak terima mengenai keputusan Pengadilan dan—”
“Hosea!” Jermy menangkap tubuh Derren yang hampir jatuh. Derren memegang jeket Jermy, tangannya gemetaran. “Kau tidak apa-apa?”
“Derren, kau baik-baik saja? Deva ikut-ikutan. Deva khawatir melihat wajah Derren yang pucat pasi menatap layar televisi.
“Ini diluar dugaan,” gumam Derren. “Dirsa akan membunuh Ayahku.”
“Apa? Dirsa?” ulang Deva tidak percaya. “Jadi pelakunya Dirsa?”
Derren berpikir cepat. “Aku punya rencana. Jermy dan Ello akan ikut aku dan kau disini untuk menunggu sinyal dariku,” kata Derren dengan suara bergetar.
“Kenapa aku harus menunggu? Aku mau ikut!” Deva bersikeras.
“Tidak! Kau tetap disini dan menunggu sinyal dariku untuk mengirim bukti pada polisi! Kau satu-satunya orang yang bisa mengoperasikan komputer dengan baik sehingga bisa masuk ke data rahasia polisi!” kata Derren tegas.
Deva terdiam.
“Lalu apa yang akan kau lakukan?” kata Jermy.
“Kembali ke rencana awalku,” jawab Derren.
“Kau pikir kami akan menyetujui rencana gila yang akan mengantarkan nyawamu pada Tuhan?” kata Jermy pedas. “Kau mau kuborgol lagi?”
“Ya, kau akan setuju karena kali ini aku butuh bantuan kalian disaat terakhir,” kata Derren tersenyum kecil. “Ini pertarungan hidup dan mati untuk sebuah bukti. Ada banyak musuh disana.”
“Tapi—”
Jermy terdiam ketika Ello mengangkat tangannya untuk menyuruh Jermy diam.
“Masalah ini tidak akan selesai kalau Hosea Derren diam saja,” kata Ello. Dia menatap mata Derren yang kelihatan sangat pasti dengan kemampuannya. Tidak ada rasa ragu dari kata-katanya. “Lakukan yang ingin kau lakukan.”
Derren mengangguk.
“Kali ini aku pasti menang.”
Derren akan mempertaruhkan nyawanya untuk nyawa tiga orang, ah bukan tapi empat orang. Dia tidak akan mau kalah kalau ada nyawa sebanyak itu yang akan bisa dia selamatkan.
Ibu, mungkin aku akan menyusulmu.
***
Rai menatap Daris dan Sandra secara bergilir. Ketika dia dipaksa masuk ke dalam ruangan gelap ini. Dia melihat kedua orang ini sudah ada. Mereka tidak bicara satu sama lain. Tapi Rai yakin kalau mereka saling mengenal. Beberapa kali Rai memergoki Daris mencuri pandang pada Sandra, begitu juga sebaliknya.
“Kalian saling kenal?” tanya Rai setelah sunyi beberapa saat. Daris dan Sandra saling pandang tapi mereka tidak menjawab pertanyaan Rai. “Tolong jawab pertanyaanku!”
“Rai—”
“Kami masih terikat hubungan pernikahan sampai saat ini,” Daris menjawab sebelum Sandra mengalihkan pembicaraan.
“Apa?” kata Rai tidak percaya. Kata-kata itu serasa berdengung di telinganya.
“Aku Ayahmu, jika Sandra tidak menikah lagi dengan orang lain tentunya,” lanjut Daris sambil menghela napas.
Rai seakan berhenti bernapas, untuk beberapa saat rasanya otaknya berhenti bekerja. Tadi dia bilang apa?
“Aku—a-apa maksudnya?” Rai bingung. Dia berbicara dengan nada gugup. “Anda sedang bercanda kan? Anda—tunggu—aku tidak mengerti.”
“Ibumu meninggalkanku setelah tiga bulan pernikahan kami.”
“Daris!”
“Aku harus menceritakannya!” kata Daris tegas. “Aku ingin menyelesaikan semua masalah ini! Dari dulu aku bertanya-tanya kenapa kau meninggalkanku! Dan kau bahkan tidak memberitahuku soal kandunganmu!”
Sandra membuka mulutnya, menutup, lalu membukanya dan menutupnya kembali. Sandra menatap Rai kemudian pada Daris.
“Mama benar-benar menikahi dia?” kata Rai tidak percaya. “Dia Papaku?” tuntut Rai lagi. “Ma, jawab pertanyaanku! Aku butuh penjelasan!”
Mata Sandra berkaca-kaca. Namun, dia tetap mengangguk.
Rai lemas. “Lalu kenapa Mama tidak pernah cerita? Kenapa? Apa Mama tahu kalau aku mencari sosok Papa selama ini?”
“Rai, ini tidak semudah yang kau pikirkan.”
“Mungkin bagi Mama tidak mudah. Lalu bagaimana denganku?”
“Rai, Mama tidak bermaksud begitu. Mama tahu kalau kau amat butuh seorang Papa. Mama ingin sekali menceritakannya. Hanya saja Mama takut. Mama takut kau membenci Daris dan Derren,” kata Sandra. Air matanya berlinang, membasahi pipinya. “Ini salahku.”
“Kau ini ngomong apa? Kau tidak salah apapun!” kata Daris.
“Salahku Daris!” teriak Sandra. “Aku tahu kau dan Elliana saling mencintai tapi aku pura-pura tidak mengetahuinya! Aku malah meminta Elliana membantuku agar kau mencintaiku. Aku yang salah. Kalau saja aku tidak melakukan hal itu. Mungkin saat ini Elliana masih hidup. Mungkin dia bisa hidup bahagia denganmu dan Derren!”
“Hentikan, Sandra! Jangan membahas Elliana,” kata Daris frustasi. Dia menutup telinganya. Dia kelihatan sakit.
“Tolong jelaskan! Aku masih belum mengerti apa yang terjadi! Siapa itu Elliana?” kata Rai sebal. Dia butuh penjelasan. Penjelasan yang spesifik. Saat ini dia haus informasi. Dia tidak ingin jadi orang yang tidak tahu apapun. Dia benci perasaan itu.
“Elliana itu Mama Derren,” jawab Sandra terisak.
“Mama Derren?” Rai mengulang. “Maksudnya dia menikah dua kali?” Rai menunjuk Daris dengan heran.
“Sopanlah pada Papamu, Rai!” kata Sandra memukul tangan Rai.
“Aku masih belum mengerti apapun!” kata Rai bolak balik. “Aku—Derren—dia bilang kalau Anda tidak mencintai Mamanya!”
“Aku menikah dengan Sandra sekitar tujuh belas tahun yang lalu,” kata Daris menjelaskan dengan nada tenang. “Hanya saja tiga bulan setelah pernikahan itu dia meninggalkan aku. Kemudian terjadi sesuatu yang tidak terduga. Waktu itu aku mabuk dan frustasi dan tanpa sadar—pokoknya saat itu, aku sudah bersama Elliana. Aku tidak tahu apa yang terjadi. Aku menikahi Elliana. Itu pernikahan yang amat menyakiti Elliana—walau aku sangat mencintainya sejak dulu. Aku merasa kalau dia sama sekali tidak mau menikah denganku. Aku pikir dia cuma terpaksa menikah denganku karena kejadian itu. Karena kesalahanku dia tidak jadi menikah dengan Mike Gregor.”
Agen Mike adalah sahabat karib Ibu. Mereka mantan kekasih
Itu kata-kata Derren dulu. Rai ingat betul semua perkataan Derren.
“Daris, Elliana mencintaimu!” kata Sandra. “Hanya saja—dia orang yang baik. Karena dia tidak mau merusak pernikahan kita, maka dia memilih untuk menikah dengan orang lain untuk menunjukan kalau dia baik-baik saja!”
“Itu masalahnya, Sandra! Aku baru sadar hal itu ketika dia meninggal. Aku baru sadar ketika dia—aku tidak sadar dan aku tidak tahu apa yang harus kulakukan! Aku kacau!” kata Daris. Tubuhnya gemetaran. “Aku tidak bisa menerima kematiannya. Dia bahkan masih sempat bertanya padaku siapa nama anak yang telah dilahirkannya sebelum meninggal. Aku masih ingat suaranya yang lemah itu. Aku menyiksanya sampai dia mati!”
“Anak kita laki-laki.”
“Oh, lalu?”
“Kau ingin memberi dia nama?”
“Aku tidak peduli kau memberi dia nama Hosea atau Derren atau yang lain. Terserah!”
Rai benar-benar tidak mempercayai pendengarannya.
“Aku menyesal,” Daris terisak. “Aku menyakiti Elliana. Dia wanita yang baik. Aku juga tidak datang ke pemakamannya. Aku tidak mau melihat mayatnya. Lalu, Derren—ketika dia dibawa pulang—”
Daris berhenti. Dia masih bisa mengingat hari itu. Tangisan Derren yang memenuhi seluruh ruangan rumahnya ketika dia dibawa di depan rumahnya.
“Tangisannya membuatku gila! Aku dihantui rasa bersalah! Aku tak mau anak itu merasakan hal yang sama! Aku merasa kotor dan hina, jadi kuputuskan dia agar dibawa ke panti asuhan. Dia akan mendapat banyak kebahagiaan daripada memiliki Ayah yang sama sekali tidak mau menerimanya bahkan tidak mau melihatnya lahir!”
Daris mengambil napas. Wajahnya kacau. “Ayahku membawanya pulang. Dia membentakku. Dia marah besar. Aku tahu kalau aku salah. Tapi aku tidak bisa mengatakan perasaanku. Dan perbuatanku membuat rasa bersalahku semakin besar.” Daris menarik rambutnya. “Derren tidak pernah kurawat—dia selalu dirawat oleh pengasuh yang banyak. Aku tidak mau menyentuhnya karena bagiku menyentuhnya sama saja dengan membuatnya jadi kotor. Aku tidak pantas jadi Ayahnya.”
Rai menelan ludahnya. Dia mundur sampai merapat ke dinding. Dia merasa kalau keringatnya juga bercucuran. Tangannya gemetaran.
Sandra kearah Daris dan mengelus punggungnya. Dia menarik Daris ke dalam pelukannya. Tubuh keduanya bergetar.
“Derren tahu semuanya, Daris,” bisik Sandra.
Daris mengadah. “Apa?”
“Dia tidak menyalahkanmu,” kata Sandra tersenyum kecil. “Dia bilang kalau kau akan selalu menjadi Ayahnya tidak peduli apapun yang terjadi. Dia mengerti Daris. Dia mengerti apa yang kau rasakan. Jadi sebaiknya kau tidak menyalahkan diri sendiri karena Derren menginginkan kau merasakan hal yang dia rasakan saat ini.”
Air mata Daris kembali menetes. Dia menggumamkan sesuatu yang tidak jelas dan kembali memeluk Sandra.
Rai tersenyum melihat adegan mengharukan itu. Ruangan itu jadi terasa hangat. Rai puas ketika mengetahui kebenaran. Itu berarti dia dan Derren adalah saudara beda Mama. Rai—entah kenapa—senang mendengar kenyataan itu. Derren adalah adiknya. Kata-kata itu terus berulang dalam kepalanya. Adik. Derren adalah adiknya.
Pintu ruangan tempat mereka dikurung terbuka. Mereka bertiga segera menoleh kearah suara itu. Sekitar tiga orang bersenjata menodongkan pistol kearah mereka.
“Cepat berdiri. Kalian akan dihadapkan pada Bos dan jangan banyak tanya.”
***
Dirsa kaget melihat kemunculan Derren yang tiba-tiba. Awalnya dia tidak percaya karena dia yakin kalau dia sudah menangkap Derren, tapi akhirnya dia tahu kalau dia beruntung. Derren datang sendiri kehadapannya dengan sukarela. Dia tidak menyangka kalau Derren punya saudara kembar.
“Saudara kembarku sudah meninggal,” kata Derren tenang. Dia menerima teh yang ditawarkan Dirsa.
Dirsa kagum dengan ketenangan Derren. “Kau yakin?”
“Tentu saja,” kata Derren lagi. Dia menghirup tehnya.
“Kalau begitu siapa anak laki-laki yang kuculik kemarin ya?” kata Daris sopan. Dia duduk di sofa yang menghadapi Derren.
“Dia Rai, Kakakku, dari Ibu yang berbeda dan masih darah daging Ayah,” kata Derren lagi meletakan tehnya.
“Ah, begitu rupanya,” kata Dirsa menepuk tangannya. “Aku heran kenapa kau mau datang dengan sukarela kemari tanpa penjagaan dan sangat tenang. Apa kau tak takut kalau kau kuracuni, Derren?”
“Tidak,” kata Derren lagi. “Karena aku tahu sebelum aku memberikan aset saham itu, kau tidak akan mengapa-apakan aku. Lagipula Dirsa, aku ingin kau melepaskan tiga orang yang kau sandera itu. Aku sudah datang jadi kau tidak perlu membuat mereka menderita lagi.”
“Kenapa kau bisa bersikap setenang ini, Derren?” kata Dirsa sedikit memiringkan kepalanya.
“Karena kau belum menujukan taringmu jadi aku masih bisa tenang. Aku akan mati kan? Jadi buat apa panik segala.”
Dirsa bertepuk tangan sambil geleng-geleng kepala. “Kau benar-benar Tuan Muda kebanggaan Daris. Daris pasti bangga padamu.”
“Ceritakan padaku satu hal, Dirsa,” kata Derren lagi. “Kenapa kau begitu ngotot untuk memilki aset saham Crystal? Padahal kalau kau menunggu, kau juga bisa jadi Presidir di Crystal. Tentunya kau tahu kalau semua orang bisa jadi Presidir di Crystal kerena yang ditunjuk di Crystal adalah orang yang memiliki kemampuan, bukan begitu?”
“Yah... aku punya alasan tersendiri,” kata Dirsa lagi.
“Misalnya mengubah kembali nama Crystal Pertama Group menjadi Limit Circle Corporation?” kata Derren lagi dengan senyuman kecil di bibirnya.
Senyuman di wajah Dirsa hilang, tapi hanya sepersekian detik karena wajahnya kembali dipenuhi senyuman. “Kira-kira begitu. Dari mana kau tahu, Derren?”
“Aku cuma mencari dari data rahasia Crystal Pertama Group saja. Masih banyak penyidik yang mau membantuku. Apalagi urusan kematian Nico yang pada kenyataan kau sendiri yang melakukannya, bukan Ayah. Iya kan?”
Wajah Dirsa kembali menunjukan kekagetan. “Sepertinya aku meremehkanmu ya? Sejauh mana kau tahu tentang kasus Ayahmu, Derren?”
“Sangat jauh dan dalam,” kata Derren lagi. “Kalau tidak aku tidak mungkin ada disini dengan sukarela kan?”
“Baiklah, Derren, sebentar lagi aku akan mendengar semua kata-katamu setelah keluarga besarmu datang, kau tak keberatan kan?” kata Daris lagi.
“Tentu,” kata Derren ramah.
Dirsa bangkit dari tempatnya. Dia berjalan ke balik meja kerjanya dan mengambil sesuatu keluar dari dalam laci. Sebuah pistol.
“Aku tidak akan lari,” kata Derren meneguk tehnya ketika Dirsa menodongkan pistol perak itu padanya.
“Kau tidak akan lari tapi kau bisa sangat berbahaya jika menyerang, apalagi kau bisa beladiri,” kata Dirsa enteng. “Ayo berdiri, Derren.”
Derren meletakan tehnya kembali dan bangkit. Dia mengawasi gerakan pistol dan tangan Dirsa. Kelihatannya Dirsa bisa menembak, cara dia memegang pistol sangat mantap. Derren mengikuti gerakan Dirsa untuk mendekat tepat saat pintu di ruangan itu terbuka.
Daris, Rai dan Sandra memasuki ruangan itu.
“Dirsa?” gumam Daris tidak percaya. Ada kekagetan dalam dirinya ketika melihat pistol di tangan Dirsa yang ditodongkan pada Derren.
“Benar, Pak Presidir, akulah yang menjebakmu,” kata Dirsa terkekeh. “Putra Tersayangmu ini sudah tahu kalau aku Pelakunya dan dengan sukarela datang kesini. Dia tahu kalau aku mau tak mau akan membunuh juga,” Dirsa geleng-geleng kepala. “Dia anak pintar, sayang kurang cerdas.”
“Salah. Bukan mau tak mau, kau memang ingin membunuh Ayahku dan orang-orang yang berhubungan dengannya: aku, Rai, Sandra dan Nona Ellena. Saat ini kau menyewa pembunuh bayaran untuk membunuhnya di suatu tempat,” kata Derren.
“Wah, aku ingin tahu Derren sampai sejauh mana analisismu, Hosea Derren.”
“Dirsa Lenon Syaputra, Putra dari Presidir Perusahaan Besar Limit Circle Corporation, Vedo Lenon Syaputra. Sekitar sepuluh tahun lalu, Limit Circle Corporation mengalami penurunan drastis sehingga membuat perusahaan itu bangkrut dan Presidirnya bunuh diri akibat stres. Alasannya adalah bahwa ada penjualan saham ilegal oleh salah seorang direksi yang membuat fondasi Limit Circle mengalami kepincangan. Disaat yang berbahaya itu, Vedo Lenon Syaputra melakukan investasi yang menghabiskan seluruh aset untuk mengembalikan produktifitas Limit Circle Corporation. Tapi sayang investasi itu gagal dan menghancurkan segalanya.”
Dirsa menurunkan pistolnya lalu tersenyum sinis.
“Dari mana kau dapat informasi itu?”
“Kan aku sudah bilang, dari data rahasia Crystal Pertama Group. Kau membenci Crystal bukan karena Ayah tapi karena separuh karyawan Crystal adalah mantan karyawan Circle. Kau dendam pada Ayahku yang membeli aset Limit Circle dan menggantikan posisi Vedo Lenon yang sudah didepak dari kursi Presidir dan mengubah nama Limit Circle menjadi Crystal Pertama, iya kan?”
“Benar.”
“Kau semakin dendam pada Ayahku karena kau melihat dia tidak menghargai keluarganya, soalnya tidak ada kabar mengenai kami. Kau menyamakan Ayahku dengan Ibumu yang dulu pernah meninggalkanmu, iya kan?”
“Itu juga benar.”
“Kau membunuh Nico karena Nico dulunya adalah karyawan Ayahmu dan Nico-lah yang menjual saham Limit Circle secara ilegal. Kau berniat melakukan hal yang sama pada Crystal, hanya saja Nico tidak mau.”
“Ya. Waktu itu dia bilang ‘aku sudah bertobat. Aku hidup dengan enak di Crystal’. Tanpa sadar aku sudah membunuhnya.”
“Kau ingin membunuh Nona Ellena karena Nona Ellena adalah anak tiri dari Ibumu yang dulu meninggalkanmu.”
“Wah, kau juga tahu sampai kesitu. Aku salut Derren.”
“Kau juga ingin menghabisi nyawa kami, disini, untuk mendapatkan Crystal sehingga kau bisa menjadi Presidir dan menghidupkan kembali Limit Circle.”
Dirsa tersenyum. “Kau terlalu banyak tahu. Baklah, aku mengaku. Semua yang kau katakan itu benar. Tapi dengan latar belakang seperti itu, aku tidak bisa dijadikan pelaku, hanya tersangka, sama seperti pada direksi yang bermasalah. Kau tidak punya bukti.”
Derren menatap Dirsa dengan dingin.
“Nah, apa kira-kira yang membuatmu yakin kalau aku bisa masuk penjara?”
Dying Messagge Nico,” kata Derren.
Dahi Dirsa mengerut.
“Sudah kuduga kau tak tahu apa-apa soal itu karena kepolisian Spanyol menyembunyikannya. Di situ tertulis namamu dengan sangat jelas karena aku berhasil memecahkan kodenya,” Derren mengeluarkan kertas dari balik jeket putihnya dan melempar kertas itu pada Dirsa.
Dirsa membuka kertas itu.
“Dalam kode itu ada syarat 2/ itu artinya tarik garis dari sudut kiri bawah sampai sudut kanan atas. Setelah itu coret setiap huruf kedua dan kelipatannya. Tidak jauh berbeda juga dengan 2\, yaitu tarik garis dari sudut kanan bawah sampai ke sudut kiri atas,” Derren melanjutkan dengan tenang. Ada senyuman tersungging di bibirnya.
“Untuk 2\ kita mendapat D0ITRCSKA. D-I-R-S-A. Dirsa.”
Rai menganga. Dalam hati memuji otak Derren.
“Lalu 2/ adalah IOB8RGD2-, karena hurufnya cuma empat makanya dibuat tanda kurang. I-B-R-D. International Bank for Reconstruction and Development. IBRD adalah organisasi yang memberikan kredit kepada negara-negara anggota, terutama untuk memberi jaminan atas kredit-kredit pada pihak lain. Disitulah kau menyimpan uang tersebut.”
Derren mengambil jeda sejenak untuk menarik napas.
“Kode yang dibawah merupakan password untuk membuka brankas uang tersebut. Jika dilihat dari bentuk kodenya yang seperti kode statistik, kita cukup mengalikan setiap angka dan menggabungkannya, sehingga menjadi XO586810364924 FR. FR adalah code name untuk Prancis. Jadi, jika kita membuka kode XO5868103649 24FR, kita akan menemukan nama Daris Lenon Syaputra sebagai pemilik brankas tersebut. Kecuali kau bisa menjelaskan kenapa kau bisa memiliki uang yang memiliki jumlah yang sama dengan keuntungan Crystal Pertama Group pada polisi. Atau menjelaskan kenapa kau diam-diam memiliki tabungan di Prancis. Aku tidak tahu dari mana Nico mengetahui tabunganmu, tapi yang pasti dia menyadari kalau kau akan berkhianat cepat atau lambat dan dia memberitahu hal ini pada Ayah sehingga Ayah bisa mengantisipasi masalah. Aku benar kan?”
“Harus kuakui kau benar lagi. Tidak disangka kau lebih cerdas dari dugaanku.”
Derren tersenyum, senyum kemenangan.
Well, walaupun kau tahu semuanya, kau tak akan bisa menjebloskanku ke penjara. Tidak ada bukti. Dan aku akan membunuh kalian semua. Sayang sekali ya padahal kau sudah tahu semuanya tapi kau tak bisa menangkapku.”
Derren masih tersenyum. Melihat itu, Dirsa merasakan ada sesuatu yang tidak beres. “Kau merencanakan sesuatu,” gumam Dirsa menodongkan pistolnya lagi. “Cepat katakan apa yang sudah kau perbuat!”
“Kau tahu kalau aku sudah tahu kalau kau adalah pelakunya dan pernyataanmu barusan justru akan membawamu ke penjara,” kata Derren dengan santai memasukan tangannya ke kantong jeketnya dan mengeluarkan iPod miliknya. “Ini iPod kesayangan, bukan karena musik yang dia berikan sangat enak di dengar serta tahan lama, tapi juga karena bisa merekam selama lebih dari tiga jam.” Derren mengotak-atik iPodnya. “Aku juga sudah memodifikasinya sedikit dengan beberapa sinyal terpancar. Aku sudah merekam semua pernyataanmu dan mengirimkan rekaman itu pada temanku yang menunggu sinyal dariku. Dia akan mengirimkan rekaman itu pada agen pilihanku untuk mengambil segala bukti dan membawanya ke kantor polisi. Sayang sekali, Dirsa. Kau kalah satu langkah.”
Dirsa menggertaka giginya melihat senyuman di wajah Derren. “Brengsek...”
Dirsa menarik pelatuknya dan menembak kearah Derren yang sigap menghindar. Sandra menjerit panik.
“Lari!” Derren berteriak. “Cepat!”
“Kalian tidak akan semudah itu lari dari sini!” kata Dirsa naik pitam, menembak kearah Daris. Nyaris saja. Peluru itu mengenai tembok.
Suasana menjadi kacau dan tidak terkendali. Dirsa menembak secara membabi buta. Rai dan Sandra bersembunyi di balik sofa. Daris ada dibalik meja yang dibalikan, sudah ada tiga lubang bekas tembakan disana. Derren melompat ketika Dirsa lengah dan memegangi Dirsa.
Dirsa berkutat. Derren kewalahan dan mengambil ancang-ancang untuk menendang perut Dirsa. Tapi dengan mudah Dirsa bangkit dan meninju Derren.
Derren menghapus darah yang keluar dari bibirnya dan kembali menerjang Dirsa. Dia harus merebut kembali pistol itu sebelum ada yang Dirsa tembak.
Dor dor

0 komentar:

Posting Komentar

 
Copyright ::-- Prince Novel --:: 2009. Powered by Blogger.Wordpress Theme by Ezwpthemes .
Converted To Blogger Template by Anshul Dudeja.