RSS
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

Minggu, 29 Mei 2011

Ocepa Kingdom Eps 27

Dua puluh tujuh

Anggota kelompok anti-pemerintah terbengong atas kunjungan tiba-tiba yang mengejutkan mereka di tengah malam begini. Bendera dan terompet Ocepa yang dibunyikan seakan-akan menunjukan kalau perang akan dimulai. Aries yang akhirnya bias mengendalikan diri, mendatangi Glenn yang masih terpaku di atas bukit.

“Glenn, apa-apaan ini?” Aries meneriakinya. “Kenapa ada banyak sekali prajurit Ocepa disini?”

“Apa lagi, Guru? Tentu saja, ini penghianatan,” jawab Glenn datar.

“Penghianatan? Apa maksudmu?” Aries tidak mengerti. “Siapa yang berkhianat?”

“Tenang saja, Guru. Lihat dan perhatikan saja apa yang akan terjadi.”

Aries tidak mengerti. Namun Glenn sudah berbalik menghadapi kelompoknya dan mengambil alih kepemimpinan. “Tahan senjata sebelum aku beri aba-aba!”

Para kesatria dan keturunan raja segera mengeluarkan pedang dari sarung. Dalam sekejap mereka menjadi siaga, siap sedia menerima serangan yang mungkin terjadi. Aries terkejut ketika salah seorang dari pasukan berkuda Ocepa keluar dari barisan dan menghampiri mereka. Mungkin dia hendak melakukan banding supaya mereka menyerah. Namun Aries tidak akan mau menuruti keinginan itu. Kelompok ini sudah dia bangun sejak sepuluh tahun lalu, mana mungkin dia akan membiarkan kejadian ini membuat mereka mundur.

“Tahan senjata!” Aries berteriak, mengangkat tangannya saat sang utusan mendekati mereka sementara prajurit di belakang mereka masing-masing memegang busur yang siap dilepaskan. Sang utusan turun dari kudanya dua puluh meter dari tempat mereka. Seragam keprajuritannya berbunyi berisik ketika dia berlari ke atas bukit.

“Tunggu sebentar, rasanya aku mengenal orang itu,” Alfred menyipitkan mata untuk melihat prajurit itu lebih jelas.

“Benar. Rasanya dia tak asing,” Jesse membenarkan.

“Ada berapa banyak prajurit Ocepa yang kalian kenal?” Willy membalas dari belakang. “Itu bisa jadi siapa saja.”

“Itu Amor,” kata Charlie tiba-tiba. Refleks, yang lain pun tiba-tiba mengerutkan dahi. “Apa yang dilakukan Kolonel Amor disini?”

“Mungkin dia mau menangkap kita?” gumam Peter.

“Kolonel Amor, memberi hormat pada Yang Mulia. Yang Mulia Panjang Umur, Panjang Umur, Panjang Umur!” Kolonel Amor berlutut, memberikan hormat dengan suara lantang seperti kesatria sejati ketika sudah di depan Glenn. Kejadian ini membuat yang lain semakin bingung.

“Berdirilah, Kolonel. Aku bukan Rajamu lagi,” kata Glenn.

Kolonel Amor berdiri, memperhatikan kesekeliling Glenn. “Yang Mulia Raja Joseph, Jendral Rodius, Pangeran Louis, Pangeran Willy, Putra Mahkota Charlie,” kata Kolonel Amor takjub. “Senang sekali melihat Anda semua baik-baik saja.”

“Apa-apan ini, Glenn?” Aries menatap Glenn lekat-lekat.

“Aku kan sudah bilang, Guru. Ini penghianatan,” jawab Glenn.

“Yang Mulia Glenn mendatangi markas perbatasan dan memberitahu kelicikan dari Penasehat Elvius yang hendak membunuh Raja. Kami kesini untuk bergabung dengan kalian. Sesuai dengan keinginan Anda, Yang Mulia. Mereka adalah prajurit yang bersedia mati demi Anda. Ada sekitar dua ratus enam puluh ribu prajurit dan mereka semua sangat terlatih.”

Jendral Rodius melotot. Angka itu hampir sama dengan tiga puluh persen prajurit Ocepa.

“Kau,” Aries akhirnya bisa membaca apa yang terjadi disini, “Jangan katakan padaku kalau kau menghilang waktu itu bukan untuk mencari Christian namun untuk mencari kesempatan menemui mereka. Apa yang kau pikirkan? Kalau kau mati bagaimana?”

Anehnya, Glenn masih tersenyum. “Masalah itu sudah lewat, Guru.”

Anak ini benar-benar bisa membuatku sakit jiwa, batin Aries.

“Kalau begitu Kolonel, tolong katakan kepada prajuritmu untuk menunggu di tempat mereka berada saat ini. Aku minta beberapa orang pemimpin dalam kelompokmu untuk rapat dengan kami. Kami akan memberi kalian strategi untuk menyerang istana.”

“Baik, Yang Mulia!” Kolonel Amore memberi hormat, lalu berbalik pergi.

Jendral Rodius menyipitkan matanya, “Kau sudah mempersiapkan ini dari awal. Mataku memang tidak pernah salah. Kau memang orang yang luar biasa. Bagaimana caranya kau bisa merangkul begitu banyak prajurit bahkan pada saat kau tidak memiliki kekuasaan?”

“Mungkin ini yang disebut dengan kepercayaan, Jendral.” Glenn menjawab dengan senyuman tersungging di bibirnya. “Jika ingin mengalahkan istana, maka dari awal kita harus merombak jalan pikiran mereka.”

***

Elvius melempar dokumen yang diberikan Erold padanya. Setelah membaca isi dokumen itu, dia menjadi marah sekali. Dia menatap Erold dan kemarahan tampak jelas di matanya.

“Ada penghianatan, katamu?” kata Elvius tak percaya. “Dan prajurit itu lebih memilih memihak kelompok anti-pemerintah saat ini?”

“Yang Mulia, aku sudah memberikanmu laporannya.”

Elvius melempar dokumen di mejanya. Wajahnya berang sekali. “Bagaimana mungkin kau bisa melaporkan hal seperti ini pada saat aku hendak diangkat menjadi Raja? Apa yang sudah kau kerjakan sebagai Menteri Pertahanan dulu hah? Kau sama sekali tidak berguna!”

“Aku menyelidiki masalah ini sudah lama, Yang Mulia. Apa Anda tidak merasa kalau tidak ada respon sedikitpun dari rakyat tentang pengangkatan Anda? Aku merasa terlalu tenang, karena itu aku menyelidiki semuanya. Aku mendapati ada prajurit yang masih setia pada Raja yang lama.”

“Bagaimana mungkin mereka masih setia pada Raja yang sudah mati?” Elvius murka. Dia berdiri dan berjalan panik.

“Glenn punya cara sendiri untuk menghipnotis mereka, Yang Mulia. Anda ingat tidak kalau Glenn seminggu sekali selalu mendatangi pihak pertahanan dan punya hubungan baik dengan beberapa kolonel tangguh. Mungkin kolonel yang tidak percaya kalau Glenn mati karena kecelakaan membuat mereka ingin memusuhi Anda.”

“Aaargh!” Elvius menggertakan gigi. “Kenapa ada kejadian seperti ini disaat aku hendak diangkat menjadi Raja?”

Erold membuka mulut. “Lalu, apa akan Anda lakukan, Yang Mulia?”

“Erold, kau urus masalah ini,” kata Elvius. “Aku tidak peduli kau memakai cara apapun namun aku ingin acara penobatanku berlangsung. Tidak ada yang boleh menghambatku menjadi Raja!”

“Aku sama sekali tak punya kekuasaan menangani semua prajurit.” Erold melipat tangan. “Saat ini aku masih pra-Jendral—”

“Kau kuangkat menjadi Jendral Ocepa saat ini juga. Jadi lakukan hal yang bisa kau lakukan untuk membuat orang-orang sialan itu diam!”

Erold tersenyum. “Baik, Yang Mulia. Jika Anda tidak keberatan, aku permisi. Aku akan melakukan upaya apapun untuk menghabisi mereka.” Kemudian dia memberikan gerakan anggun dan keluar dari ruangan. Erold masih bisa mendengar teriakan kesal Elvius.

Ketika dia berjalan melewati koridor, dia mendapati Jeremy, “Ah, Jeremy.”

Jeremy berhenti melangkah, “Ya?”

“Mulai hari ini kau harus lebih sopan memanggilku karena aku sudah menjadi Jendral Ocepa.”

Jeremy mengepalkan tangannya. “Lalu, Jendral?”

Erold menepuk punggungnya dan berbisik menyebalkan, “Katakan kepada teman-teman kecilmu, kalau mereka tidak hati-hati, maka aku akan mengubur mereka hidup-hidup.”

“Apa maksudmu?”

Erold tersenyum menjijikan lagi. “Kau jelas mengerti apa yang kukatakan, Jeremy. Tentu saja ini mengenai kelompok anti-pemerintahmu.”

Jeremy menelan ludah. Namun sebisa mungkin dia membuat wajahnya kelihatan rileks. “Aku tak mengerti apa yang kau katakan.”

“Aku tahu kalau Glenn masih hidup, namun kau tenang saja, aku tak akan bilang apa-apa pada Elvius asalkan kau sedikit lebih menurut padaku. Mengerti?”

Jantung Jeremy berdetak kencang. “Bagaimana kalau aku tak mau?”

Erold berpikir dengan gaya kekanakan. “Em… mungkin aku akan mengirimkan beberapa prajurit untuk menghabisi Raja kesayanganmu beserta dengan keluarganya.”

Jeremy menggertakan giginya.

“Aku sangat mengerti kalau kau sangat menyayangi Glenn. Aku bisa melihatnya dengan begitu jelas bagaimana kau melayaninya bahkan melebihi dirimu sendiri. Aku akan memberimu waktu, Jeremy. Namun jangan lama-lama, karena pembunuh bayaranku ada didekat Glenn saat ini. Seseorang yang sangat dia percaya.”

Jeremy beruasaha membuat bibirnya tersenyum. “Kalau boleh aku tahu, Jendral, siapa nama pembunuh bayaranmu itu?”

“S-T-A-C-Y. Stacy. Dia adalah putriku.”

Jeremy melotot. Stacy? Astaga.

Erold tersenyum penuh kemenangan. “Stacy mungkin bisa saja tiba-tiba salah menjatuhkan bubuk racun ke minuman Glenn—”

“Aku akan menuruti apa katamu, Jendral.”

Erold tersenyum penuh kemenangan. Dia menepuk bahu Jeremy dengan gaya kebapakan, “Kau mengambil keputusan yang tepat, Jeremy. Pertama-tama, aku ingin kau mulai memanggilku Jendral dengan nada penuh penghormatan.”

“Baiklah, Jendral Erold.”

“Anak baik,” Erold mengelus kepala Jeremy lalu berbalik pergi sambil tertawa terbahak.

Jeremy memang merasa aneh saat ada gadis yang berani masuk markas yang isinya laki-laki semua. Ternyata memang ada yang tidak beres. Glenn, semoga kau menyadari kalau Stacy bukan dipihakmu!

***

Aries, Raja Joseph, Jendral Rodius, keempat Pangeran dan para kesatria ditambah dengan beberapa colonel duduk mengelilingi meja bundar. Mereka mendengarkan Glenn yang menjelaskan rencana penyerangan ke istana melalui peta yang terbentang di atas meja. Ada banyak garis-garis merah dan tanda-tanda yang sedikit membingungkan karena itu Glenn menjelaskan lagi dengan perkataan yang lebih mudah.

“Pengangkatan Elvius akan dilaksanakan pada minggu ke dua bulan ini, tepatnya seminggu lagi. Jarak dari sini menuju istana kurang lebih ada tiga hari jika berjalan kaki dan dua hari jika naik kuda, namun karena jumlah kita banyak dan kita tak ingin ketahuan, maka kita akan berangkat besok pagi. Aku berharap para kolonel mengatur setiap persediaan pangan yang dibutuhkan untuk keberangkatan,” Glenn memulai. Dia menatap satu per satu kolonel yang tampak bersemangat dan bernyali kuat.

“Baiklah, begini rencananya. Dua kolonel akan masuk dari gerbang utama. Gerbang itu akan dibuka pada saat acara pesta dimulai. Penjagaan akan dilakukan sangat ketat disana dan akan dipenuhi oleh bangsawan-bangsawan berpengaruh di dunia. Jadi aku tak ingin ada masalah pada mereka. Jangan sentuh para bangsawan itu, jika tidak maka kita akan berursan dengan Negara lain. Aku sudah menyusupkan beberapa prajurit yang akan membiarkan kalian masuk kesana. Kalian masuk dengan pakaian prajurit. Mereka tidak akan mencurigai kalian jika ada prajurit bertambah.

Selanjutnya bagian ini, dapur. Prajurit yang berhasil masuk ke dapur akan membuka bagian belakang pintu dimana sudah ada sisa prajurit lain. Pertempuran di mulai disini. Habisi saja yang tidak mau menyerah.”

Christian menarik napas saat Glenn mengeluarkan kata-kata itu.

“Namun seperti yang pernah aku katakan, aku tak ingin ada yang terbunuh dalam misi kali ini, jadi kuharap kalian bisa mengerti. Lalu sisa yang lain yang sudah masuk akan menjaga benteng luar di istana. Tugas kalian adalah mencegah adanya prajurit yang keluar masuk. Terutama prajurit tambahan dari luar. Jadi siapa yang bisa maju disini?”

Ada dua kolonel mengangkat tangan.

“Baiklah. Sisanya akan berangkat ke tembok pertahanan. Disana kita membutuhkan lebih banyak prajurit. Ada kemungkinan pertahanan disana lebih kuat daripada di istana karena jika Raja berhasil kabur, maka dia akan bersembunyi disana. Pangeran Willy, kau menjadi kepala misi kali ini.”

“Aku?” Willy terbengong.

“Ya. Kemampuan berpedangmu sangat bagus dan aku yakin kau bisa menjaga pertahanan disini,” Glenn mengalihkan pandangan pada Charlie dan Louis, “Pangeran Louis, Pangeran Charlie dan Christian akan mengawasi bagian pintu jebakan. Kuminta jangan ada yang berhasil keluar dari pintu itu. Christian—” dia menatap Christian. “Kau mengetahui semua pintu rahasia istana, kuminta kau menjadi ketuanya.”

“Aku mengerti,” Christian mengangguk mantap.

“Bagaimana dengan kami?” Peter mengangkat tangan.

“Para Kesatria mengikuti masing-masing Pangeran,” Glenn tersenyum. “Ah, kuminta Peter menjaga Christian dan Eldin menjaga Pangeran Louis. Tidak masalah kan, Pangeran Willy?”

“Aku tidak keberatan,” kata Willy mantap.

“Lalu kami?” Jendral Rodius mengangkat tangan. “Jangan pikir karena kalian masih muda maka kalian tidak membutuhkan kami,” tambahnya sedikit tersinggung.

Glenn tersenyum. “Anda tenang saja, Jendral. Aku sudah menyiapkan peran penting bagi kalian berempat.”

“Aku juga termasuk?” Aries mengerutkan dahi.

“Ya. Kalian akan masuk istana, menikmati pesta,” kata Glenn.

Ruangan itu seketika sunyi.

“Tunggu sebentar. Apa maksudnya masuk istana? Itu berbahaya sekali!”

“Pangeran Charlie, aku belum selesai bicara,” Glenn mengambil surat undangan yang sudah dipalsukan dengan sangat sempurna. “Mereka berempat akan menjadi Raja dan utusan dari Axantos dan Aragra. Elvius belum pernah bertemu dengan Raja, jadi dia tak akan tahu.”

“Bagaimana kalau Elvius mengenali kami?” kata Raja Joseph.

“Itu memang tujuanku, Yang Mulia. Jika dia melihat Anda di pesta, dia akan panik. Namun dia tak akan berbuat apa-apa karena Anda utusan dari Axantos.”

“Kau ingin membuat Elvius kehilangan akal sehatnya. Pintar,” Aries mengangguk-angguk, mengagumi jalan pikiran Glenn. “Kau sendiri? Apa yang akan kau lakukan?”

“Aku?” Glenn menopang dagu. “Aku mengontrol jalannya permainan.”

Aries tersenyum. Anak ini, pasti dia mulai melakukan sesuatu lagi.

“Baiklah. Ada pertanyaan?” Glenn menatap sekelilingnya dan tidak ada yang menjawab. “Baiklah, karena tidak ada yang bertanya, kalian semua sudah bisa beristirahat. Besok kita akan berangkat tengah hari, jadi kuharap para kolonel bersiap dengan para pasukan. Ini akan jadi perjalanan yang panjang.”

***

Glenn mengangkat tangannya, membiarkan Stacy mengganti perbannya. Duan dan Lourian memperhatikan di dekat pintu, tangan melipat dan tidak bicara.

“Lukamu sudah sembuh,” Stacy memulai pembicaraan. Dia menatap mata biru safir Glenn. “Kau terlalu baik, kau tahu. Jangan menolong orang jika itu bisa membunuh dirimu sendiri.”

“Rasanya kau yang terlalu baik,” gumam Glenn.

“Lalu, kalian akan berangkat besok? Aku tidak bisa ikut?”

“Tidak. Ini urusan kami. Kalian bertiga tetap disini,” kata Glenn, dia menatap perban yang dibalut Stacy.

“Oh, tidak, terima kasih. Aku ingin segera pulang saja,” Lourian menyambung. “Aku tak mau berlama-lama disini.”

“Ibu, perbatasan sedang dijaga ketat. Kita tak bisa keluar-masuk seenaknya,” Duan berkomentar datar.

“Kita bisa lewat hutan. Lagipula, apa kau tak dicari-cari raja itu?” balas Lourian jengkel. “Kalau kau tidak bekerja. Kau bisa dipecat.”

Duan menghela napas. “Aku tak bisa keluar dari Ocepa jika perbatasan dijaga. Jika aku melapor pada raja, maka dia akan meminta tanda izin masuk dari Axantos. Jika aku ketahuan masuk diam-diam ke Ocepa, maka aku bisa mati.”

“Baiklah. Sudah.” Kata Stacy.

Glenn memakai pakaiannya, menjejalkan lubangnya melewati lehernya.

“Sebaiknya kau segera beristirahat untuk perjalanan besok.” Lourian menguap. “Aku juga sebaiknya segera tidur.”

“Aku akan berangkat malam ini,” Glenn mengambil pedangnya dan mengikatnya dengan mantap di pinggangnya. Pernyataannya barusan membuat yang lain tercengang.

“Apa? Kau mau kemana malam-malam begini?”

“Ada yang harus kukerjakan,” Glenn mengikat sepatunya dengan mantap. “Jika aku tak bergerak cepat, maka ada kemungkinan lain yang tak bisa dihindari. Aku harus melaksanakan rencana B.”

“Apa maksudmu rencana B?” Stacy terheran.

“Aku tak bisa mengatakannya padamu. Ini belum jelas.” Glenn memakai jubahnya dengan cepat. “Karena itu aku harus menyelidikinya.”

“Aku ikut.” Duan memegang lengan Glenn yang hendak keluar kamar.

“Kau tetap disini. Ini tak ada urusannya denganmu.”

“Aku partnermu.”

Glenn terdiam, menatap Duan. “Baiklah. Kau boleh ikut. Tapi jangan banyak tanya. Jika ada yang tak beres, sebaiknya kau diam saja sampai semuanya jelas. Mengerti?”

“Ya.”

Lourian cuma bisa geleng-geleng kepala saat Glenn dan Duan menghilang di kegelapan, tanpa pamit.

“Guru, apa tidak apa-apa membiarkan mereka berdua berkelana sendirian?” tanya Stacy takut-takut.

“Mereka selalu berduaan sejak mereka saling kenal, Duan selalu saja membuat Glenn susah,” desah Lourian. “Bahkan Duan bersedia jadi Black Knight karena Glenn menjadi Black Knight. Memangnya kenapa?”

“Ah, anu, sebenarnya aku sempat melihat mereka malam ini—ehm—”

Lourian mengerutkan dahi. “Mereka kenapa?”

“Duan em, anu—men-mencium Glenn.”

“APA?” yang berteriak bukan Lourian, melainkan Aries yang baru saja lewat bersama dengan Raja Joseph, Jendral Rodius dan Alfred. “Duan apa pada Glenn?”

Stacy menundukan kepalanya. Lourian memukul lengan Aries. “Kau membuat anak ini takut. Kecilkan suaramu sedikit. Ini sudah tengah malam. Semua sedang beristirahat.”

“Mana Duan dan Glenn? Ada yang mau kutanya!” kata Aries.

“Mereka baru saja pergi berdua,” jawab Lourian enteng.

“Apa?” Aries terkaget lagi. “Kau membiarkan mereka pergi berdua?”

“Tentu saja. Mereka itu partner. Mereka sudah biasa bersama-sama, apa salahnya mereka pergi berdua?”

“Tapi mereka—kau tahu—yang tadi dikatakan anak ini—harusnya kau mencegah mereka!”

“Aries, Duan dan Glenn bukan anak-anak lagi. Kau tak bisa mengatur mereka terus. Biarkan saja mereka—”

“Anakmu dan muridku itu laki-laki!” Aries tak habis pikir.

Lourian geleng-geleng kepala lalu menghela napas. “Tidak ada seorang pun dari mereka yang akan hamil. Jadi kau tenang saja. Aku mengenal mereka berdua dengan baik, jadi kalaupun yang dikatakan Stacy benar kalau mereka berdua berciuman—” Raja Joseph nyaris pingsan saat Lourian mengulang kata itu “—kupikir Glenn tak akan macam-macam pada Duan. Seperti yang sudah kukatakan berulang-ulang padamu, Glenn anak yang baik.”

“Bagaimana kalau Duan yang menyerang Glenn?” kata Alfred tiba-tiba.

“Oh, kalau itu aku juga tak bisa jamin,” gumam Lourian.

“Kemana mereka pergi? Aku akan mengejar mereka.” Aries menjadi tak sabar.

“Glenn bilang kalau dia akan menyelidiki sesuatu karena kemungkinan akan ada kejadian yang tak bisa terhindari. Itu katanya, dia sedang melakukan rencana B.”

“Apa? Anak itu bertindak sendirian lagi! Ya, Tuhan! Apa sebenarnya yang dipikirkan anak itu?”

“Kau tenang saja. Ada Duan disisinya.”

“Itu justru membuatku semakin tidak tenang!”

Alfred hanya bisa tertawa lemah. “Jadi, alasan Glenn menolak semua gadis bukan karena dia tidak jatuh cinta. Tapi karena dia suka laki-laki? Astaga. Dunia benar-benar sudah gila.”

Kelompok anti-pemerintah akhirnya berangkat siang hari keesokan harinya. Tidak ada yang mengetahui dimana Glenn dan tidak ada yang mau repot-repot mencarinya saat ini. Rencana yang dibuat Glenn sudah direncanakan dengan matang dan mereka tinggal melaksanakannya saja.

***

Jeremy terkejut ketika mendengar perintah dari Jendral Ocepa baru, Erold. Hari ini, pagi-pagi sekali, dia sudah dipanggil untuk menghadap. Walau dia tidak ingin menuruti perkataannya, namun untuk menyelamatkan nyawa Glenn, Jeremy rela melakukan apapun. Dan perintah dari Erold membuat jantung Jeremy nyaris putus.

“Aku harus apa?” Jeremy mengulang, berusaha membuat suaranya terdengar biasa.

Erold menghela napas lalu mengulang dengan nada penuh kesabaran. Dia bersandar di kursi kerjanya yang sangat nyaman dan mulai berbicara, “Aku mau kau menangkap kelompok anti-pemerintahmu yang akan menyerang istana sebentar lagi.”

Jeremy menunggu beberapa detik untuk memberikan komentar. Dia memutuskan untuk berhati-hati berbicara pada Erold. “Namun, Jendral, kupikir aku tak pernah bilang kalau aku akan menangkap kelompokku sendiri.”

Erold tersenyum manis. “Memang, Menteri. Tapi seperti yang sudah kukatakan tadi, Raja sudah mengetahui kalau ada prajurit istana yang berkhianat dan tidak lama lagi dia akan tahu bahwa prajurit itu sudah masuk kelompokmu. Maksudku, semua orang pasti sudah tahu kalau ada kelompok anti-pemerintah di negeri ini. Aku cuma meminta kau membasmi mereka. Apa kau keberatan?”

Kejengkelan terpampang jelas di wajah Jeremy. Ingin sekali dia memukul lelaki tua menyebalkan di depan wajahnya ini. Namun sekali lagi, Jeremy berusaha menahan kekesalannya. Emosi tidak akan menghasilkan apapun, seperti yang dikatakan Glenn. “Anda lupa kalau aku juga masuk kelompok itu?”

“Tenang saja. Aku akan melindungimu dari Raja. Aku akan bilang kalau kau agen ganda yang berpihak pada Raja. Dia tak akan curiga. Lagipula, kau seorang Kheilen. Kheilen tidak akan menghiantai Raja, iya kan?”

Rasanya seperti mendengar vonis hukuman mati. Jeremy sangat tidak suka ada yang mengatur-atur hidupnya, seperti yang dilakukan Ayahnya. Dia ingin hidup dengan caranya sendiri.

“Kalau kau tidak mau, maka aku akan bilang pada Stacy untuk memasukan setetes racun dengan tidak sengaja ke—”

“Baiklah, baiklah. Aku mengerti. Aku kalah. Aku akan lakukan apapun keinginanmu. Aku akan menangkap kelompok itu.” Jeremy memotong cepat saat Erold mulai mengancam. Dia memaki dirinya sendiri, dia memang sangat lemah jika sudah menyangkut Glenn. Dia tak pernah belajar.

Erold tersenyum penuh kemenangan.

***

Duan memakai tudungnya, mengintip dari balik tembok istana. Istana Aclopatye memang indah, dilihat dari sudut manapun. Akibat keras kepala Glenn, mereka bisa sampai ke kota dalam waktu dua hari. Dengan usaha yang keras pula, mereka berhasil masuk ke istana tanpa ketahuan. Dalam hati Duan begitu bangga pada Glenn, sebagai seorang mata-mata sejati, dia sama sekali tidak pernah kehilangan keahliannya walau dia menjadi Tabib ataupun Raja.

“Lalu, kita akan kemana?” Duan menoleh pada Glenn yang berdiri disampingnya.

“Aku akan pergi sendiri. Kau disini saja.”

Duan mulai jengkel. “Kenapa kau selalu saja berkata begitu? Kita ini partner kau tahu? Dan sebagai seorang partner, sudah seharusnya kita itu pergi bersama-sama.”

Glenn menghela napas. Menyerah.

“Baiklah. Kita bagi tugas. Kau tunggu disini dan mengawasi keadaan. Beri tanda burung pipit lima kali jika ada aksi berbahaya, atau kalau kau ketahuan, aku akan langsung keluar.”

“Apa kau bisa mendengarku?”

“Tentu saja.” Glenn mengangguk. “Tempat yang aku datangi ada di jendela itu, jadi pasti akan kedengaran. Baiklah. Aku mohon kerja sama darimu, Duan.”

Sebelum Duan memberikan jawaban, Glenn sudah melesat meninggalkan Duan. Jubahnya berkibar, berkelebatan diantara pohon-pohon dan menghilang begitu saja. Duan mengintip kepergian Glenn, sedikit khawatir. Dia menghela napas dan bergerak cepat memanjat pohon lalu bersembunyi disana.

Glenn merapat ke tembok saat ada barisan prajurit melewati lorong. Mereka melewatinya dengan kaki terhentak dan kelihatan gagah. Glenn mengintip sedikit lalu tersenyum kecil. Sambil merapatkan diri ke tembok, dia masuk ke salah satu ruangan dan tidak mendapati ada orang disana.

Secepat kilat, dia melepas tudungnya, mendekati lemari dan membukanya dengan keahlian yang luar biasa. Kemudian, saat dia mendapati kalau isi lemari itu adalah seragam prajurit, tersenyum penuh kemenangan, dia mengganti pakaiannya dan memakai topi menutupi wajahnya. Tak lama, dia keluar, melewati prajurit dengan langkah gagah dan tidak ketahuan.

“Hey, kau,” salah seorang kepala prajurit memanggilnya.

“Ya?” katanya.

“Jangan bilang ya dengan nada tidak sopan seperti itu,” kata si kepala prajurit jengkel. Dia mengelilingi Glenn dan menatap wajah Glenn lalu mengerutkan dahi. “Siapa namamu?”

“Duan.”

“Kau mau kemana?”

Glenn menjawab dengan nada tenang. “Aku dipanggil oleh Jendral Erold ke ruangannya.”

Si kepala prajurit mengerutkan dahi. “Setiap prajurit yang dipanggil harus dilaporkan dan melaporkan diri padaku. Apa kau bermaksud menipuku?”

“Jendral Erold memintaku untuk tidak melapor pada Anda. Jika Anda berpikir aku berbohong, silakan ikut denganku ke kantornya. Saat ini aku sedang terburu-buru, dan Jendral Erold pasti tidak senang kalau aku lama ke kantornya karena ulah Anda.”

Si kepala prajurit menyipitkan matanya. Menatap mata biru safir Glenn dan kelihatan mencari tahu apakah ada kebohongan dan rasa takut yang terpancar dari matanya. Namun dia terkesikap kalau Glenn kelihatan sangat percaya diri. Si kepala prajurit berdeham, “Pergilah.”

Glenn membungkuk sedikit dan memberikan hormat lalu berlalu. Senyuman kemenangan terpancar di wajah Glenn saat dia melewati kepala prajurit. Mungkin jika berhadapan dengan orang sakit dengan niat yang penuh pertolongan, Glenn akan memberikan senyuman bagai malaikat. Tetapi ketika berhadapan dengan musuh, maka Glenn tidak kelihatan seperti malaikat melainkan seperti iblis.

Lorong-lorong panjang berbatu dan dingin itu terlihat lebih sunyi daripada sebelumnya. Prajurit hanya sekali-kali kelihatan berjaga dan dayang-dayang sangat sibuk menata bunga, begitu juga dengan pelayan yang sibuk menata istana. Tidak lama dia menemukan pintu besar milih Jendral Erold lalu mengetuk pelan, penuh nada.

“Masuk,” suara Erold terdengar dari dalam.

Glenn mendorong pintu dan masuk perlahan. Erold melihatnya, tidak menunjukan tanda-tanda keterkejutan. Suara pintu tertutup membuat kesunyian tersendiri di antara mereka berdua.

“Ah, kemarilah, kemari,” Erold menyuruhnya mendekat.

Glenn melangkah mendekati meja kerja Erold. Erold melipat tangannya, tersenyum hangat dengan mata jenaka seperti anak kecil.

“Apa kabar, Pangeran Dominic?” katanya. “Kau kelihatan lebih sehat daripada saat terakhir kali aku melihatmu. Ada yang bisa kubantu?”

Glenn tersenyum kecil. “Aku cuma mau tahu apa rencanamu. Aku merasa kau akan melakukan pergerakan kecil yang akan membuatku susah, Jendral.”

Jendral Erold tertawa. “Ckckck, Pangeran, Pangeran, kau ini lucu sekali.” Dia memutari meja kerjanya dan menepuk-nepuk bahu Glenn. “Kau harus tahu kalau aku ini harus mendekatkan diri pada raja. Apa kau sudah lupa? Itu sudah jadi obsesi utamaku. Saat ini aku sama sekali tidak mau mengecewakan raja. Kau harus mengerti hal itu. Oke?”

Glenn menatap Erold.

“Jangan melihatku dengan tatapan seperti itu. Kau harus mengerti bahwa masa kerjamu sudah selesai, saat ini adalah masa kerjaku dan Elvius.” Kemudian Erold tertawa lagi. “Kau juga harus berterima kasih padaku, Pangeran, sebab jika tanpa aku, kau pasti sudah dincar lagi oleh Elvius. Ah, ya, begitu juga dengan para pangeran itu.”

“Aku cuma mau tanya apa rencanamu, Jendral, aku tak ingin rencanaku gagal. Sudah kukatakan kalau aku akan memperbaiki negeri ini.”

“Aku juga sudah mengatakan ini padamu dengan jelas, Pangeran. Aku ingin menangani masalah ini dengan caraku.”

Mereka saling tatap selama beberapa detik sampai kemudian Erold mengalihkan pandangannya. “Pangeran, matamu itu membuatku sedikit takut. Aku bisa menangkapmu, kau tahu, jika kau masih keras kepala. Aku tak ingin menangkapmu.”

“Apa karena aku seorang Dominic?”

“Karena kau anak sahabatku!” kata Erold jengkel. “Aku membantumu selama ini karena kau anak Rofulus! Karena kau sangat disayangi Rofulus! Aku tak mau melanggar janjiku padanya untuk membantumu, kau harus mengerti hal itu, Pangeran. Jadi karena itulah, kumohon padamu kali ini biarkan aku melakukan hal yang kusuka tanpa mengikuti perintahmu!”

“Aku cuma ingin tahu rencanamu.” Glenn mengulang dengan nada datar.

“Tidak.”

Paman, tolonglah. Perjuangan ini harus segera berakhir.”

Erold tahu kalau tak ada yang bisa menang jika melawan Glenn. Kekuatan prinsip hidupnya seketika melemah saat Glenn menyebut kata “Paman”, sebutan yang membuat Erold merasa kalau dia benar-benar menjadi keluarga Glenn.

Tidak. Tidak boleh! Sadarlah, Erold! Anak ini terlatih! Dia cuma membujukmu!

“Maaf, Pangeran. Keputusanku tetap. Aku tidak akan mengatakan apa-apa soal masalah ini padamu. Pergilah dari sini dan jangan kembali. Aku tak mau kau tertangkap.”

Erold membelakangi Glenn. Dia berusaha mengeraskan hatinya.

“Baiklah, kalau itu maumu, Paman.” Kata Glenn beberapa detik kemudian.

Syukurlah

“Kau akan melihat mayatku sekarang disini.”

Erold berbalik cepat dan memaki ketika Glenn menarik pedangnya dan mendongkannya ke lehernya sendiri.

“Jangan—” Erold berhenti. Dia tahu kalau Glenn sedang mencoba mengancam dirinya. Pertahanannya harus kuat dari sekarang. “Kau pikir kau bisa mengancamku dengan cara begitu hah? Tidak akan! Kau tak akan bisa melakukannya!”

“Aku sudah pernah bilang kan? Aku akan melindungi semua rakyatku. Ini bukan masalah antara Denmian dan Dominic.”

Erold menarik napas saat darah menetesi seragamnya.

“Aku tahu. Aku mengerti. Tapi seperti yang sudah kukatakan berulang-ulang padamu. Tidak ada gunanya kau melakukan ini. Rakyatmu tetap akan begini.”

“Aku sudah kehilangan banyak hanya untuk ini, Paman,” Glenn menekan pedangnya, darah dari lehernya mengalir melewati ujung pedangnya. “Aku tidak pernah takut mati.”

Eorld mengepalkan tangannya. Sejujurnya dia tidak peduli pada reformasi Negara ini, namun janjinya pada sahabatnya membuatnya tidak berbuat apa-apa.

“Kumohon, Erold… anakku… jaga dia… Pangeranku… bantu dia… Pangeran Christianku… dia akan menjadi… orang hebat…”

“Aku akan memberitahumu rencanaku, tapi Pangeran, aku lebih suka kalau kau kutangkap, sehingga kau tidak melakukan hal yang mencurigakan pada rencanaku. Mengerti?”

Glenn menurunkan tangannya dan menyodorkannya pada Erold.

***

Duan kaget saat Erold memergokinya bersembunyi di balik pohon. Dia hendak menyerang orang tua itu namun gerakannya terhenti ketika Erold mengeluarkan kata-kata mengejutkan.

“Aku sudah menangkap Glenn, jika kau tidak ingin dia mati, sebaiknya kau menuruti kata-kataku, Duan.”

Duan menatap pedang Glenn—yang bercorak mawar putih berduri—yang disodorkan oleh Erold. Tidak ada lagi cara lain bagi Duan selain menurut.

***

Louis merebahkan tubuhnya di kasur keras tenda milik mereka. Perjalanan jauh melelahkan ini menguras tenaganya, begitu juga dengan prajurit yang lain. Mereka sudah mendekati daerah yang akan mereka tuju. Sesuai dengan rencana, tepat saat hari Elvius menjadi raja, saat itu pula, mereka akan mengambil alih kekuasaan.

Dia mulai terlelap ketika mendengar ada suara pedang dan teriakan tak jelas dari luar. Bayang-bayang dari orang diluar tenda membuat Louis tidak tenang. Penasaran, dia keluar dari tenda dan betapa terkejutnya dia saat melihat kalau mereka sudah terkepung oleh barisan prajurit.

“Ada apa?”

“Prajurit Penghianat ternyata bukan penghianat,” Willy menjawab pertanyaannya dan ada nada jengkel dari suaranya. “Harusnya kita tidak memercayai mereka.”

Louis masih tidak mengerti.

“Kita dikepung, Ketua, bagaimana ini?” Steave menatap sekelilingnya.

Kelompok anti-pemerintah terkepung di lingkaran prajurit Ocepa yang masing-masing dari mereka menodongkan tombak, pedang dan anak panah yang siap siaga. Kolonel Amor keluar dari barisan dan memberikan sedikit hormat.

“Kami minta kelompok anti-pemerintah untuk ikut kami ke penjara Ocepa tanpa perlawanan sesuai dengan hukum Ocepa tentang perlawanan terhadap Negara. Jika tidak, maka kami akan memakai kekerasan yang bisa membuat jatuh korban.”

“Kau menghianti kami, Kolonel?” Jendral Rodius sedikit tersinggung.

“Maaf, Jendral, kami hanya melaksanakan tugas sebagai prajurit Ocepa. Segala bentuk perkumpulan atau organisasi yang menentang pemerintahan, tentu saja akan kami basmi.”

Misi gagal dan kelompok ini sekarang dalam bahaya besar.

***

0 komentar:

Posting Komentar

 
Copyright ::-- Prince Novel --:: 2009. Powered by Blogger.Wordpress Theme by Ezwpthemes .
Converted To Blogger Template by Anshul Dudeja.