RSS
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

Rabu, 13 April 2011

Ocepa Kingdom Eps 21

Dua puluh satu

“Nheo?”

Jeremy menyipitkan matanya untuk melihat ke ujung jalan berumput luas. Kawanan kuda cantik di ujung sana kelihatan asik merumput.

“Itu bukan Nheo,” kata Alfred duduk disamping Jeremy. “Awalnya kupikir itu juga Nheo, tapi Nheo tak mungkin dibiarkan begitu saja oleh Glenn. Nheo seharusnya di istana saat ini kan?”

“Glenn melepas Nheo ke alam liar sehari sebelum dia dinobatkan menjadi Raja dengan alasan kalau Nheo tak akan bebas di istana,” Jeremy mengangkat tangannya dan meniup peluit. Suaranya nyaring dan panjang. Salah satu kuda dari kawanan itu bergerak dan berlari cepat menuju mereka.

Jeremy berlari menuju kuda itu dan mengelus kepalanya dengan sayang. Ternyata kuda itu memang Nheo, Jeremy mengenalinya sama seperti Nheo mengenai Glenn.

“Berita gawat!”

Steave berteriak dari ujung lapangan, di atas kudanya. Wajahnya panik dan penuh keringat. Aries, Jendral Rodius dan Raja Joseph keluar dari gubuk mereka. Prajurit lain yang sibuk beristirahat juga ikut menolehkan kepala. Steave turun dari kudanya dan berlari pada Aries.

“Ada berita gawat apa?” kata Aries.

Steave mengambil napas. “Raja—Raja meninggal—Glenn meninggal.”

Efek kata-kata itu begitu besar. Terjadi kesunyian yang begitu lama untuk mencerna kalimat itu sampai Christian menjatuhkan pedangnya yang sedang dia bersihkan.

“Meninggal… katamu?” gumam Raja Joseph. “Tabib Glenn?”

“Bagaimana mungkin… tidak mungkin…” Aries seperti kehabisan kata-kata. “Glenn bersumpah kalau dia akan berhasil! Bagaimana mungkin dia bisa—”

Steave mencoba menahan air matanya untuk menjelaskan apa yang dia dengar dari kota. “Istana baru saja mengumumkan berita ini tadi pagi. Raja kabarnya sudah menghilang berhari-hari dari hutan saat mereka berburu dan mayatnya ditemukan sudah membusuk di sungai. Mereka meyakini kalau itu Raja soalnya pakaian, tanda di belakang leher dan mahkota yang dimiliki mayat itu sama persis seperti milik—”

“Glenn tidak mungkin mati,” geram Jeremy. “Yang Mulia-ku tidak mungkin mati. Aku akan memeriksa keadaan istana. Akan kuberikan berita yang benar.”

Aries terduduk lemas dan mengusap wajahnya. Kelihatannya dia sangat terpukul. “Mereka menyuruhmu keluar dari istana saat Glenn lengah dan menghabisinya,” gumam Aries pada Jeremy yang melewatinya. “Mereka sudah merencanakan akan membunuh Glenn. Glenn tidak bisa panahan dan jika diserang dari berbagai arah—”

Jeremy memukul pintu, menyudahi perkataan Aries.

“Biar aku yang memastikannya sendiri.”

Christian menggigit kepalannya, mencoba menahan air matanya yang keluar. Bayang-bayangan masa lalu seakan berebut masuk ke otaknya.

“Pangeran…” bisik Christian menyeka air matanya. “Pangeran… aku tak bisa memenuhi janjiku… aku tak bisa melindungi nyawamu… Pangeran…”

Willy menggertakan giginya, tangannya mengepal. “Apa kau tak ingin mengatakan sesuatu, Christian?”

Christian menatapnya, lalu menggeleng perlahan.

***

Ocepa, Dua Belas Tahun Lalu

Glenn menarik Pangeran Christian untuk masuk ke dapur istana. Mereka mengendap-endap, menghindari langkah-langkah pajang prajurit dan suara-suara pelayan. Glenn mengintip, memeriksa semua satu per satu koki istana berseragam dan akhirnya tersenyum ketika mendapati sosok Ayahnya.

“Itu dia, Pangeran. Itu Ayahku. Itu Rofulus Haistings.”

Pangeran Christian mengangkat kepalanya, memperhatikan laki-laki berwajah tampan dengan rambut coklat keemasan. Matanya berwarna biru cemerlang dan senyumannya sangat menawan.

“Dia tampan sekali,” puji Pangeran Christian. “Kapan kau akan memperkenalkannya padaku?”

“Anak-anak tidak boleh masuk kemari!” ada suara wanita tua di belakang mereka. Dia menarik bagian belakang baju mereka lalu mengomel. “Kalian masih anak kecil, tidak seharusnya kalian—”

“Pangeran Christian?” Rofulus Haistings mengerutkan dahinya saat mendapati mereka berdua dinasehati oleh bibi dayang itu. “Pangeran Christian, apa yang Anda—Glenn! Berapa kali harus kukatakan kalau dia tak boleh datang kemari?”

Pangeran Christian mengangkat tangannya, menghadapi Rofulus. “Aku yang meminta dia membawaku menemui Anda. Dia begitu membanggakan Anda, jadi aku ingin tahu seperti apa Ayah yang dibanggakannya.”

Rofulus menatapnya. Tatapan yang tak bisa dimengerti. Saat itu Rofulus hanya menekuk lututnya, menyentuh lembut wajah Pangeran Christian dan memeluknya dengan penuh kasih sayang. Sejak saat itu, Rofulus ada disisi mereka, bersama dengan Willy yang kadang mengunjungi mereka. Namun hal itu cuma sebentar sampai kemudian, ada penyerangan terhadap istana. Rofulus membawa mereka masuk ke lemari.

“… Pangeran… Pangeran Christian… Yang Muliaku, Anda akan menjadi Raja yang hebat… aku bersumpah akan melindungi Anda seumur hidupku…” kata Glenn dengan suara bergetar memegangi tangan Pangeran Christian.

Pangeran Christian tersenyum, dalam kegelapan, Glenn masih dapat melihat rasa percaya dirinya yang luar biasa.

“Tidak, Glenn, akulah yang berjanji… aku berjanji akan melindungimu dan juga melindungi semua orang…aku akan melindungi negeri ini, semampuku. Semua akan baik-baik saja. Semua pasti baik-baik saja.”

Rofulus membuka lemari. Dia menarik Pangeran Christian dan menutup lemari, dia berbicara cepat. Glenn tak bisa mendengar apa yang terjadi kecuali suara pedang dan teriakan panik. Ledakan-ledakan kecil dan derap langkah kuda. Kemudian Rofulus membuka lemari miliknya.

“Putraku, bersumpahlah pada Ayahmu ini, apapun yang terjadi kau harus bilang kalau namamu adalah Christian. Pangeran Christian. Apa kau mengerti?”

“Apa? Tapi—”

Rofulus melirik Pangeran Christian yang ada di belakangnya.

“Glenn, kau ingin melindunginya kan? Lindungi dia dengan nyawamu. Saat ini nyawanya sedang terancam. Apa kau mengerti? Jika dia selamat, dia akan kembali, tapi jika tidak—itu kita pikirkan nanti,” Rofulus menelan ludah. “Pokoknya, sampai dia memanggil namamu, nama aslimu, jangan pernah menyebutnya sebagai Pangeran. Apa kau mengerti?”

Glenn mengangguk. Tubuhnya gemetaran.

“Baik. Siapa namamu?” kata Rofulus Haisting.

“Christian… Putra dari…”

Rofulus menutup lemari. Dia tak tahu apa yang terjadi. Dia tak tahu berapa lama dia ada di dalam sana sampai kemudian ada seseorang yang membuka lemari untuknya. Seorang laki-laki dengan mata tajam berbahaya.

“Kau siapa?”

Dia menjawab dengan suara bergetar. “Christian…”

“Oh? Anak Raja, ku—”

Dia menutup mulutnya saat orang yang membuka lemari itu jatuh ke lantai dengan tubuh berlumuran darah.

“Aku paling tidak suka membunuh anak kecil. Elvius harus tahu itu. Dia benar-benar menjengkelkan,” seorang laki-laki muncul lagi. Dia menatap Glenn lalu tersenyum. “Tidak apa, Yang Mulia. Aku tak akan membunuhmu. Mungkin jika kau berumur delapan belas tahun, akan kupertimbangkan. Ingat baik-baik wajahku ini ya. Namaku Erold. Aku akan datang lagi.”

Dia pergi, meninggalkan Glenn yang terpaku di lemari. Peperangan berakhir dan waktu seakan berhenti disana. Sampai masa ini, dia masih berperan sebagai Pangeran Christian, menggantikan Pangeran Christian yang asli.

***

Perlu kekuatan penuh bagi Glenn untuk matanya. Dia menatap sekelilingnya. Dia ada disebuah ruangan kumuh dengan langit-langit kayu dan matahari masuk dari sebuah jendela kayu di sudut ruangan. Glenn mencoba mengambil napasnya, dadanya terasa sakit.

Ada suara derit pintu dan seseorang masuk.

“Oh? Kau sudah sadar?”

Glenn menggerakan kepalanya sedikit dan mendapati seorang wanita dengan rambut putih panjang menatapnya. Wanita itu tersenyum dan Glenn balas tersenyum.

“Aku sudah tidak muda lagi, kau tahu, dan menggendongmu dari sungai menuju rumahku membuat punggungku sakit,” komentar wanita itu menunduk mengambil poci beraroma manis di dapur.

“Guru… kau ada di Ocepa?” kata Glenn pelan.

“Sebenarnya, kau ada di Axantos.” Katanya pelan. “Kau tak sadarkan diri selama tiga hari dan terapung-apung di sungai selama kurang lebih dua hari. Keberuntungan benar-benar berpihak padamu. Aku kebetulan ada disana mengambil air.”

“Guru, sudah lama kita tidak bertemu ya?” kata Glenn, dia mencoba duduk.

Lourian Moustiqe bangkit dari tempatnya dan membantu Glenn duduk. Dia kembali mengomel, “Seharusnya kau tidak sembarangan keluar sementara tubuhmu terluka. Untung saja lukamu tidak parah, tapi bahumu kena racun. Untung saja saat itu kau masuk ke sungai, jadi penyebarannya tidak parah. Kau benar-benar beruntung.”

Glenn tersenyum.

“Kau benar-benar anak yang tampan. Kudengar kau jadi Raja di Ocepa. Ternyata kau sudah jadi orang hebat. Aku salut padamu. Sungguh.”

Glenn berusaha menggerakan tubuhnya, dia merasakan nyeri pada bagian dadanya sementara bahunya susah sekali digerakan. Lourian kearahnya dan membantunya duduk.

“Aku sudah pasrah saat masuk ke sungai, airnya lumayan deras sementara kakiku keram saat itu,” kata Glenn pelan memegang bahunya. Lourian bangkit, mengambil air obat dari poci yang masih panas dan memberikannya pada Glenn.

“Aku benci sekali pada Aries yang memaksamu tetap melakukan tindakan gila padahal kau sendiri masih sakit,” gerutu Lourian memperbaiki ikatan rambut putihnya. “Lima tahun lalu aku melarangmu kembali tapi dia menginginkan kau cepat mati.”

Glenn meminum obatnya dan mengeluh. “Masih panas, Guru.”

“Kalau aku bertemu Aries, aku akan meracuninya,” katanya.

Glenn tertawa kecil. “Kupikir Guru masih menyukainya.”

Wajah Lourian memerah dengan cepat. “Jangan coba-coba bilang itu lagi. Kau mengerti?”

“Baik, Guru. Aku tak akan bilang apa-apa soal Mantan Pacar Guru.”

Lourian memelototinya sehingga Glenn hanya bisa tersenyum kecil dan kembali meminum obatnya. Glenn memperhatikan kediaman Lourian, tidak banyak berubah sejak dulu. Masih terbuat dari bambu yang diikat satu per satu dan lantai pasir. Peralatannya juga tidak ada yang ganti.

“Aku akan cari kayu bakar dulu. Kau tetap di tempat tidur, jangan kemana-mana. Kau belum sembuh dan kalau kau tambah parah, aku akan membiarkanmu.” Ancam Lourian ketika dia ada di depan pintu. Glenn tidak menanggapi.

Mungkin dulu jika Lourian mengancam seperti itu delapan tahun lalu, dia akan menurut tanpa perintah. Namun sekarang, dia bisa melakukan apapun yang dia suka. Glenn merasa kalau punggungnya menegang. Perlahan, dia menurunkan kakinya, memegangi dadanya, dia turun dari tempat tidur, membuka pintu dan keluar.

Pemandangan di luar membuatnya merasa lebih baik. Seperti inilah saat dia ada di Axantos. Tenang. Damai. Tanpa adanya suara berisik selain angin yang berhembus perlahan. Rumah milik Lourian ada di atas bukit, diantara dua hutan besar: Hutan Tropis Axantos dan Hutan Perbatasan. Pasien yang berobat kadang harus susah payah untuk naik ke atas sini, makanya Lourian lebih sering turun ke desa. Namun sepertinya Lourian sendiri juga mengalami masalah kesehatan. Dia sudah tua, tentunya bolak-balik desa membuatnya lelah.

Memikirkan Axantos, mengingatkan dia pada Raja Alexandro. Raja itu benar-benar memperhatikannya sepertinya anaknya sendiri. Jika dia tahu kalau Glenn terluka seperti ini, tentunya dia akan memanggil Tabib Istana untuk merawatnya. Namun, walau bagaimanapun, tidak ada yang menandingi keahlian Lourian dalam merawatnya, dia lebih hebat dari siapapun.

“Kesatria Glenn!”

Glenn memperhatikan ujung bukit. Seseorang baru saja memanggilnya dari tempat yang jauh. Ada kuda yang ditunggangi seseorang dan mereka sama-sama menuju kearahnya. Glenn berusaha berdiri, menyipitkan matanya untuk melihat siapa yang datang dan mengenalinya bahkan dari jarak sejauh ini.

Sebuah kuda putih yang tangkas, dan Glenn melihat ada sedikit sinar menyilaukan. Glenn mengerutkan dahinya. Dalam hati dia tidak percaya kalau perkiraannya tepat.

“Kesatria Glenn!” dia kembali berteriak.

Glenn tidak mungkin salah lagi. Dia mengenali suara itu, suara Pangeran Brian, Putra Mahkota Axantos. Apa yang dilakukan Pangeran itu? Berkeliaran keluar dari istana dengan pakaian kerajaan lengkap dengan mahkota di kepala. Astaganaga.

Pangeran Brian memiliki rambut kemerahan panjang, dahinya dililit dengan mahkota putih yang berkilat, tubuhnya dikenakan dengan pakaian bangsawan berwarna biru jambrut sesuai dengan matanya. Dia turun dari kudanya, berlari ke atas bukit, kegirangan dan memeluk Glenn.

“Syukurlah kau tidak apa-apa.”

Glenn melepas pelukan Pangeran Brian. Terheran-heran. “Pangeran, apa yang Anda lakukan—Anda bisa dilukai!”

Pangeran Brian memberikan senyumannya. “Axantos adalah tempat paling aman di dunia asal kau tahu saja. Kami tidak seperti Aragra.”

“Biarpun begitu, Anda tetaplah Putra Mahkota, Pewaris Utama Tahta Axantos. Bagaimana kalau nanti ada orang yang berniat untuk membunuh Anda? Anda tahu sendiri kan kalau Aragra sedang mengincar Negara Anda?”

Pangeran Brian menepuk bahu Glenn, masih tersenyum lalu berkata, “Sudah lama aku tidak mendengar perkataanmu itu.” Lalu dia melihat Glenn yang memegangi dadanya. “Kau terluka?”

“Sedikit. Tapi aku sudah tidak apa-apa,” kata Glenn cepat saat melihat wajah yang penuh kekhawatiran dari Pangeran Brian. “Kenapa Anda sendirian ada disini? Anda sudah mendapat izin dari Raja Alexandro? Lian tidak menemani Anda?”

Pangeran Brian menghela napas. “Mereka sibuk dengan urusan mereka masing-masing. Aku dengar dari Ayahanda kalau kau sekarang sudah menjadi Raja Ocepa. Maaf, aku tidak datang di hari penobatanmu.”

Glenn menggeleng. “Tidak apa. Aku bisa mengerti. Lagipula lebih baik Anda tidak datang. Jika hal itu sampai terjadi, maka kedudukanku akan dianggap sangat kuat di Ocepa. Itu bisa jadi sangat berbahaya.”

“Aku tidak tahu apa yang kau kerjakan di Ocepa sampai membuatmu terluka parah seperti ini, tapi kuharap kau tidak mati hanya karena ini.” Pangeran Brian menghela napas. Ayahanda tidak mau menjelaskan padaku apa masalahmu, tapi kupikir sekarang sudah tidak apa-apa memberitahumu apa yang terjadi di Ocepa.”

Glenn mengerutkan dahi. “Ada berita apa dari Ocepa?”

“Lebih baik kita masuk dulu, membicarakan masalah ini disini bisa sangat berbahaya,” Pangeran Brian melirik gubuk Lourian dengan penuh minat, “Aku tidak keberatan masuk ke sana. Aku menyukai hal-hal baru.”

Glenn membungkukan badannya dan menggerakan tangannya dengan elegan, meminta Pangeran Brian untuk masuk terlebih dahulu.

Pangeran Brian tampak terpesona ketika memasuki rumah itu. Semuanya seakan membuat dia takjub: dinding bambu, berkerat-kerat obat, poci-poci bertumpuk dan bungkusan-bungkusan pil. Pangeran Brian duduk di satu-satunya kursi di ruangan itu sementara Glenn memilih duduk di atas tempat tidur.

“Jangan-jangan alasan Anda datang kemari karena ada masalah di Ocepa? Darimana Anda tahu kalau saya diselamatkan dan ada disini?” kata Glenn.

“Sebelum kejadian itu, Ayahanda sudah memerintahkan beberapa kesatria untuk masuk ke hutan perbatasan untuk menyelamatkanmu. Namun kau menghilang dan masuk ke sungai. Para kesatria itu mencari akal untuk menyelamatkanmu karena jika sampai kau ketahuan masih hidup, ada kemungkinan kau akan dicari kemari. Kau tahu sendiri kan apa yang akan terjadi jika kami ketahuan menyimpan Raja disini?”

Glenn mengangguk, “Jadi kalian membunuh orang, memakaikannya pakaianku dengan luka yang sama persis dan meletakannya ke sungai seolah-olah aku sudah mati membusuk?”

“Pintar!”

“Jadi, siapa yang dikorbankan menjadi aku?”

“Orang yang melukaimu,” Pangeran Brian melirik bahu Glenn. “Kebetulan sekali kalian memiliki bentuk tubuh yang hampir sama.”

Glenn mengangguk. “Lalu, apa yang terjadi selama aku mati?”

Well, kau tahu… seperti biasa. Jika Raja sudah mati maka orang yang akan memimpin adalah orang yang memiliki kedudukan kuat di istana.”

Glenn tersenyum.

***

Jeremy menggertakan gigi. Dia menatap marah pada Elvius dan Erold.

“Aku cuma pergi selama beberapa hari dan Raja sudah mati?” gerutu Jeremy. Tangannya mengepal. Dia berusaha untuk tidak menerjang salah satu dari mereka. “Apa tidak ada yang bisa kalian lakukan?”

Elvius mendesah. “Jeremy, berbicaralah dengan lebih sopan pada atasanmu.”

“Jika Raja Glenn tidak ada, siapa yang akan memimpin Negara ini?”

Erold melipat tangan. “Siapa lagi kalau bukan Ketua? Dia satu-satunya orang pantas untuk kedudukan itu apa kau tahu? Para bangsawan juga sudah tahu, kalau Raja yang pantas untuk negeri ini adalah Penasehat—”

Jeremy meninju pintu. “Aku masuk ke kelompok kalian karena ada Glenn. Tidak ada artinya bagiku untuk lebih lama tinggal disini.”

Elvius berdeham saat Jeremy hendak membuka pintu. “Kalau kau pergi dari sini, kau tak akan mendapatkan jabatan. Apa kau tak merasa kalau kau akan menyia-nyiakan kesempatan ini?”

Jeremy menoleh, dengan nada sinis dia menjawab, “Maaf saja, tapi aku tak tertarik menjadi kaum bangsawan yang mengambil kedudukan orang. Cari saja orang lain. Aku pergi.” Dia keluar dan membanting pintu.

“Hah… anak muda itu memang tidak tahu terima kasih, iya kan Ketua?” kata Erold dengan wajah bahagia.

Elvius melipat tangan, “Dari dulu memang hanya kau yang setia padaku, Erold. Lalu, kau ingin mendapatkan jabatan apa di kekuasaanku?”

Erold menunduk rendah-rendah, “Anda terlalu memuji, Ketua. Aku tak ingin apa-apa, tentu saja. Tapi jika Anda tidak keberatan, bolehkah aku menjadi Jendral Negeri ini?”

Elvius tersenyum. “Tentu saja, kenapa tidak? Kau paling ahli dalam strategi. Tentu saja kau akan mendapat jabatan itu.”

Erold menunduk rendah-rendah. “Sungguh kehormatan. Terima kasih, Yang Mulia. Terima kasih banyak.”

***

Willy menepuk punggung Christian yang terbengong sendirian di kandang kuda. Christian melonjak kaget dan menoleh cepat, memegang pedangnya yang hampir saja keluar. Lalu, dia menghela napas lega saat mengetahui kalau Willy yang ada di dekatnya.

“Kau sedang apa sendirian disini? Apa kau tak merasa bau?” kata Willy mengerutkan dahinya.

Christian tidak menjawab. Dia menutup kembali pedangnya.

“Aku tahu kau bersedih mendengar kematian Glenn, tapi kau tak bisa begitu terus,” Willy mengambil jerami terdekat dan memberikannya pada salah satu kuda berwarna coklat pucat. “Kau ingin menceritakan sesuatu?”

Christian sejak dulu merasa kalau dekat-dekat dengan Willy akan menjadi masalah. Bagaimana mungkin dia bisa berkata pada Pangeran Willy kalau dia dan Glenn bertukar tempat dan mengatakan kalau dia bukanlah Christian? Walaupun dia bercerita dan mengatakan yang sebenarnya, tak akan ada yang percaya. Dia memiliki permata kerajaan dan Glenn sebagai Pangeran asli sudah mati sebelum yang lain mengetahui hal ini. Dia bisa dibunuh sama Raja Joseph pada akhirnya. Lagipula, Glenn belum melanggar peraturan, jadi dia tak berhak bercerita. Apa yang harus dia lakukan? Dia sendiri juga tak tahu harus berbuat apa.

“Kupikir aku harus ke kota, melihat keadaan,” gumam Christian.

“Kau tak perlu melakukannya. Biar Jeremy saja yang melakukannya.” Willy menghela napas. “Setelah kita mengetahui apa yang sebenarnya terjadi, kita akan bisa bergerak. Ketua pasti sudah tahu apa yang akan dia lakukan.”

“Bagaimana jika Jeremy juga mengalami hal yang sama seperti Glenn?” kata Christian lagi. “Bagaimana jika Jeremy tidak bisa menjaga dirinya sendiri?”

“Jeremy itu hebat—”

“Glenn juga hebat. Dia jago bermain pedang dan juga jago pengobatan. Dia juga sangat cerdas, tapi kenapa—”

Willy berdiri, menatap dalam mata Christian. “Dari dulu aku begitu penasaran tentang apa yang terjadi antara kau dan Glenn. Apa kalian bertukar tempat?”

Christian menelan ludah. Ini bukan pertanyaan yang diinginkannya. Dia sama sekali tidak menyangka kalau Willy akan bertanya secara blak-blakan seperti ini. “Ke-kenapa tiba-tiba—”

“Seperti yang sudah aku katakan saat mencekikmu waktu itu, matamu berbeda dengan Christian yang aku kenal,” kata Willy. “Christian-ku memiliki mata biru, sebiru langit. Sangat indah. Matamu juga berwarna biru, namun saat dilihat lebih jelas, ada warna kehijauan dari matamu.”

Christian menelan ludah.

“Aku tak mengerti apa yang terjadi sampai kau harus bertukar tempat dengannya sampai-sampai kau tetap tutup mulut walau nyawamu terancam. Apa adikku itu sebegitu pentingnya bagimu atau karena kau begitu menginginkan menjadi Pangeran, aku juga tak mengerti—”

“Tunggu sebentar, aku memiliki permata kerajaan,” Christian memotong.

“Ah, ya, benar,” Willy mengangguk. “Aku juga tak mengerti tentang itu. Kupikir aku juga salah mengenai itu dan menganggap mungkin aku salah, namun sekali lagi,” Willy mengambil napas, “saat aku merasakan ada perubahan dalam sifatmu, aku mengerti kalau kau pasti menyembunyikan sesuatu. Mungkin seperti yang dikatakan Glenn untuk mengelabui Bunda, kau memakai permata yang sama persis untuk membuktikan kalau kau adalah Christian yang asli. Benar begitu kan?”

Christian tidak bisa menjawab. Rasa bersalahnya membengkak. Analisis Willy tidak bisa dikatakan terbukti, namun tidak salah juga. Christian sudah hidup selama dua belas tahun menyamar menjadi salah satu dari para anak Raja, dan menjalaninya dalam masa kini jauh lebih sulit daripada waktu-waktu sebelumnya.

“Aku… aku juga tak mengerti kenapa ada tanda kerajaan di leherku. Aku memilikinya sejak dulu. Walau aku tanya pada Ayah, dia tetap tidak memberitahu kenapa aku memiliki benda itu,” gumam Christian. “Namun, walau bagaimanpun, Pangeran, aku tetap tak bisa membongkar penyamaranku saat ini. Aku sudah bersumpah pada Ayah dan Pangeran Christian, sampai pada saat Pangeran Christian menyebut nama asliku, maka aku tak berhak memanggilnya dengan nama aslinya.”

Willy memperhatikan raut wajah Christian, bayang-bayang masa lalu ketika mereka masih bersama berkecamuk dalam kepalanya, walau hanya sebentar. Dia mengetahui dengan pasti, seberapa besar perhatian Christian pada Glenn, begitupula sebaliknya. Tidak ada yang bisa menyangkal hal itu.

“Aku harus minta maaf padamu,” Willy membungkukan tubuhnya. “Maaf, aku sudah melakukan tindakan jahat dan mengatakan kata-kata kasar padamu bahkan berniat membunuhmu.”

Melihat Willy menundukan kepala padanya membuat Christian merasa makin bersalah, “Pangeran, tolong jangan seperti ini. Aku tidak apa-apa. Sungguh.”

“Mana boleh begitu. Seharusnya aku mempercayaimu, seperti yang aku lakukan dulu. Adikku memberikan jabatannya padamu dengan keyakinan, seharusnya aku tidak meragukanmu.” Kata Willy. “Sekarang aku lega. Mungkin Christian memilih jalan ini karena dia sudah tahu resikonya. Aku memang kecewa kenapa dia tidak menceritakannya padaku. Namun, ketika mengetahui kenyataan, bahwa dia memilih kau, sahabatnya untuk mengisi kekosongan tempatnya. Kurasa, aku bisa menerima itu. Aku juga akan menganggapmu sebagai adikku sendiri dan aku juga tidak keberatan memanggilmu seperti itu.”

Christian menganga. Dia bilang apa barusan?

“Aku akan tutup mulut mengenai masalah ini. Aku akan menganggapmu sebagai Christian selamanya. Kita tak bisa menghidupkan kembali orang yang sudah mati kan?”

“Pangeran…”

PRANK

Christian dan Willy melonjak kaget dan menoleh kearah pintu, melihat ke sumber suara. Sebuah mangkuk berisi sup panas jatuh ke lantai.

“Siapa yang dianggap sebagai Christian selamanya?”

Raja Joseph, mendengar pembicaraan mereka.

***

0 komentar:

Posting Komentar

 
Copyright ::-- Prince Novel --:: 2009. Powered by Blogger.Wordpress Theme by Ezwpthemes .
Converted To Blogger Template by Anshul Dudeja.