RSS
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

Rabu, 13 April 2011

Ocepa Kingdom Eps 15

Lima belas

Eldin memacu kudanya untuk berlari dengan cepat. Dia sendiri tak bisa menyangka kalau dia bisa kabur dari istana yang sekarang justru dalam keadaan kacau balau. Raja ditangkap, pemberontak berkuasa, rakyat tertindas dan sekarang para pengeran menghilang entah kemana. Ini benar-benar kondisi yang sangat parah.

Bawa mereka ke penjara bawah tanah. Perlakukan mereka dengan baik. Aku tak ingin mereka mendapat perlakuan buruk, walau bagaimanapun mereka adalah bangsawan

Apa maksud perkataannya itu? Sudah jelas kelihatan kalau para pemberontak itu berniat membunuh Raja Joseph, tapi kenapa dia seperti menahan mereka? Apa Glenn masih punya rasa kemanusiaan?

“Hea!”

Eldin menggigit bibir. Kita lihat saja nanti.

***

Pangeran Louis menghela napas. Dia memasukan kakinya ke air sungai yang ada di dekatnya. Pangeran Christian-lah yang mengatakan isi hatinya.

“Tidak ada tanda-tanda kalau mereka mencari mereka.”

“Aku tahu ini mengecewakan,” gumam Pangeran Louis.

“Apa tidak sebaiknya kita kembali ke istana?” kata Pangeran Christian lagi.

“Sebelum keadaan benar-benar membaik, kita harus jauh-jauh dari istana,” Pangeran Louis melirik Pangeran Christian yang mengeluh. “Sekarang aku mengerti bagaimana perasaan Glenn yang lari dari istana. Sama sekali tak menyenangkan.”

Pangeran Christian memperhatikan sekelilingnya. Pepohonan besar dengan batang yang berurat, semak belukar yang menjulur berantakan, bunyi dari binatang-binatang dari dalam hutan dan matahari yang masuk dari sela-sela dedaunan. Andai saja tidak ada kejadian yang seperti ini, maka Pangeran Christian akan merasa kalau ini adalah sesuatu yang menyenangkan; sesuatu yang baru.

“Aku mau tanya, rasanya sejak kau mengenalku, kau tak pernah memanggilku dengan sebutan Kakak. Kenapa?” Pangeran Louis memiringkan kepalanya, matanya menatap jenaka pada Pangeran Christian.

“Itu tidak sopan.”

“Tapi kita bersaudara.”

“Itu tidak ada hubungannya. Kau itu Pangeran.”

Pangeran Louis menggigit bibirnya.

“Keras kepala,” gerutunya.

“Apa boleh buat, itu sudah mendarah daging.” Pangeran Christian membalas enteng.

“Disini kalian rupanya.”

Pangeran Louis dan Pangeran Christian kaget dan hampir masuk ke sungai ketika ada tangan yang menjulur ke pundak mereka berdua. Mereka menoleh dan mendapati Peter ada di belakang mereka.

“Kami mencari kalian semalaman. Kami kira kalian sudah ditangkap pasukan pemberontak,” kata Peter lagi.

“Kami?” Pangeran Louis melihat kebelakang Peter dan mendapati Pangeran Willy, Pangeran Charlie, Jesse dan Alfred bersamanya. Mereka tersenyum pada Pangeran Louis dan kelihatan lega. Pangeran Charlie langsung memeluknya. “Kalian baik-baik saja? Tidak luka kan?”

“Cuma tergores sedikit,” Pangeran Willy menunjukan luka kecil yang terkena pedang. “Aku tak apa-apa. Jangan khawatir.”

Pangeran Louis menghela napas lega. Dia dapat melihat kalau mereka berjuang sekuat tenaga untuk kabur. Lihat saja pakaian mereka yang berlumuran darah dan wajah kelelahan. Mereka pasti sudah mengalami hal yang sangat buruk.

“Bagaimana kalian bisa kabur?” kata Pangeran Willly.

“Tabib Glenn menyuruh kami melewati jalan rahasia.” Jawab Pangeran Christian. Kemudian dia menyadari sesuatu. “Mana Glenn?”

“Dia berkhianat!” Eldin menjawab. Wajahnya penuh keringat sementara pakaiannya sobek-sobek. Ada beberapa helai daun di rambutnya.

“Apa maksudmu? Siapa yang berkhianat? Glenn?” kata Alfred.

“Ya. Glenn berkhianat,” Eldin mengangguk mantap.

“Itu tak mungkin!” kata Pangeran Willy tegas.

“Ini benar, Yang Mulia. Glenn adalah keturunan Dominic. Dia adalah Pangeran.” Eldin menjelaskan dengan cepat. Mengatasi capek dan kering di tenggorokannya untuk menghindari orang-orang yang mengejarnya.

“Mustahil…” itu adalah perkataan pertama yang keluar dari mulut Jesse setelah Eldin bercerita.

“Glenn adalah Putra Mahkota Dominic… Pangeran Glenn Rofulus Haistings Dominic…” Pangeran Willy mengulang. “Kalau begitu kau—” dia menatap Pangeran Christian. Dia ingin mengatakan sesuatu, namun tak jadi.

“Kenapa? Ada apa, Willy? Kenapa dengan Christian?” Pangeran Louis menangkap ada yang ganjil sejak awal. Ada sesuatu yang disembunyikan Pangeran Willy.

“Tidak… bukan apa-apa. Aku yang salah…” gumam Pangeran Willy.

“Selanjutnya bagaimana?” Alfred bertanya. “Ayahku ditangkap, begitupula dengan bangsawan lain. Kita tak bisa kemana-mana. Bagaimana ini, Pangeran?”

Mereka terdiam. Kali ini mereka sama sekali tak bisa berbuat apa-apa.

***

Jeremy memberi hormat dengan elegan ketika masuk ke kamar Glenn.

“Laporkan,” kata Glenn pelan. Matanya melewati jendela yang terang benderang disinari cahaya matahari walau istana sangat berisik.

“Seperti yang kau perintahkan, seperti itulah kejadiannya,” jawab Jeremy.

“Mereka semua selamat?” kata Glenn lagi.

“Ya.” Jeremy mengangguk. “Tapi tampaknya mereka sama sekali tak tahu apa yang akan mereka lakukan, Yang Mulia.”

Glenn tersenyum.

“Jangan biarkan mereka mendekati istana selangkahpun.”

“Baik.”

“Dan jalankan rencana berikutnya.”

Jeremy diam beberapa lama. “Ini akan membahayakan nyawamu. Apa kau tahu itu, Pangeran? Apa kau tak menyesal?”

Glenn berbalik, wajahnya tanpa ekspresi.

“Ini sudah sepuluh tahun. Aku tak bisa menunggu lebih lama lagi. Sudah saatnya menghentikan hukum busuk Negara ini.” Katanya pelan. Dia menatap Jeremy dengan dingin. “Kalau kau merasa keberatan. Kau bisa meninggalkanku sendirian.”

Jeremy lagi-lagi diam.

“Aku tak akan pernah meninggalkanmu, Yang Mulia.”

“Kalau begitu laksanakan misi berikutnya.”

Jeremy menutup matanya dan berusaha mengeluarkan suaranya yang bergetar ketika dia berkata, “Sesuai perintahmu, Yang Mulia.”

***

Keempat Pangeran menghela napas. Eldin melirik mereka dan melemparkan buah apel pada mereka. Kali ini dia dan Jesse bertugas untuk mengawal mereka sementara Peter dan Alfred menuju daerah perkotaan, melihat situasi.

“Aku bosan,” Pangeran Willy menggerutu. “Aku baru kembali dari Selatan dan diungsikan lagi karena para pemberontak sialan itu.”

“Bersabar sedikit, Pangeran,” Jesse keluar dari sungai, membawa empat ikan yang berhasil dia buru saat ini. “Saat ini kita adalah pelarian, jadi lebih baik Anda tidak terlalu banyak mengeluh.”

Pangeran Willy mengerucutkan bibirnya. Sebal sendiri.

“Tidak apa-apa membiarkan Alfred dan Peter ke kota?” Pangeran Louis mengadah. “Mereka kan cukup terkenal.”

“Kurasa tidak apa-apa. Mereka cuma melihat keadaan, bukannya masuk ke istana jadi kalian tak perlu khawatir,” kata Eldin pelan. Dia duduk disamping Pangeran Christian yang diam saja lalu merebahkan tubuhnya. Kali ini dia baru merasakan kalau dia sangat lelah.

“Kami kembali,” Alfred melewati brikade dedaunan panjang. Peter menyusul di belakangnya, membawa bungkusan besar dari kain. Dia kelihatan sedikit jengkel pada Alfred. “Kurasa sudah saatnya kita menyusun rencana.”

“Memangnya kenapa?” Pangeran Charlie mengerutkan dahi.

“Glenn akan naik tahta,” jawab Alfred melipat tangan. “Dan keberadaan kalian berempat akan menjadi masalah. Kalian pasti sudah tahu kalau Dominic tidak akan segan-segan melakukan hal buruk bagi kalian. Jadi lebih baik untuk sementara, menjaga keamanan kalian, kalian menyamar saja.”

“Aku sudah membeli beberapa pakaian biasa bagi kalian. Silakan dipilih,” kata Peter, dia membuka bungkusan yang dia bawa dari tadi.

Pangeran Willy menaikan alisnya. Tampangnya kelihatan tak senang. “Pakaian rakyat biasa?” gengsinya memang tinggi, tidak ada yang menyangkal hal ini.

“Apa boleh buat. Sebaiknya kalian menerima apa yang baik bagi kalian saat ini,” kata Peter melirik Pangeran Willy dengan sebal. “Dan sebaiknya, kita hentikan penggunaan kata-kata formal.”

“Aku tidak keberatan,” kata Pangeran Charlie mengangkat kedua bahunya. “Itu lebih baik daripada mendengar kalian menggunakan kata ‘Pangeran’ setiap saat. Sejujurnya itu agak menjengkelkan.”

Setelah keempat Pangeran setuju tentang kesepakatan bersama ini, mereka pun mengganti pakaian mereka. Pangeran Louis memilih memakai rompi coklat dengan atasan sederhana dan ikat pinggang ramping. Pedangnya terikat dengan baik. Pangeran Willy lebih suka dengan warna hijau terang yang sedikit bermode dengan kerah rimpel dan kain panjang melilit pinggangnya. Sementara Pangeran Charlie memilih memakai warna biru pucat sederhana, pakaian biasa yang sering dipakai Glenn dan Pangeran Christian memakai rompi beludru pendek dengan celana setengah yang membuatnya gampang bergerak. Dia kelihatan seperti pemuda remaja yang kelihatan nakal.

Alfred tersenyum. “Melihat kalian berpakain seperti itu membuatku merasa kalau kalian sama saja seperti dengan rakyat biasa.”

Pangeran Louis mengerutkan dahi. “Tapi Glenn berbeda, walaupun dia memakai pakaian biasa, dia terlihat begitu cemerlang.”

“Bisa tidak kita berhenti membicarakan anak itu? Jujur saja, aku sedikit membencinya,” Alfred mulai terganggu. “Dia menangkap Ayahku dan seorang penghianat. Kita harus menyusun rencana untuk kembali ke istana. Kurasa kita harus mengumpulkan orang yang berpihak pada kita.”

“Mirip,” Pangeran Christian yang sedari tadi diam, tiba-tiba berbicara. Yang lain mengerutkan dahi. Tidak mengerti. “Apa Glenn dan Dominic juga berpikiran untuk kembali ke istana saat mereka jadi pelarian seperti kita?”

Udara di sekitar mereka seakan mendingin.

“Jujur saja, aku tak begitu tertarik dengan istana saat ini,” Pangeran Christian mengalihkan pembicaraan. “Aku ingin mengasah kemampuanku untuk siap melawan Glenn. Glenn itu terlatih dan dia ahli pedang, juga ahli pengobatan. Kurasa aku akan melatih kemampuan bertarungku. Bagaimana dengan kalian?”

“Eh—um… kurasa aku juga akan berlatih pedang dan panahan. Kondisi kesehatanku juga belum fit.” Pangeran Louis gugup.

“Kita harus cari tempat. Kita tak mungkin tinggal dalam gua terus menerus. Mungkin kita harus ke desa kecil. Tinggal disana untuk beberapa waktu lalu memikirkan rencana lebih lanjut. Bagaimana?” Eldin menatap mereka.

“Kurasa itu lebih baik. Tapi, kita akan tinggal dimana?” Pangeran Louis mengerutkan dahinya. Dia menanyakan hal yang ingin ditanyakan yang lainnya. Mereka tak pernah keluar istana, kalaupun keluar, mereka selalu mempunyai tempat tersendiri. Tentunya ini tak akan berlaku lagi bagi mereka, mengingat saat ini mereka bukanlah kaum bangsawan dan mereka sedang melarikan diri.

“Aku tahu sebuah desa kecil yang tak terjangkau oleh prajurit. Desa itu ada di atas gunung, dikelilingi jurang dan lapangan rumput yang luas. Penduduknya sedikit dan lebih banyak orang tuanya. Namanya desa Medlorld. Jaraknya tiga hari dua malam jalan kaki kalau dari tempat kita berada menuju Timur. Bagaimana? Kalian mau kesana?” Eldin menjelaskan. Dia menatap satu per satu dari orang-orang yang ada dihadapannya.

“Lebih baik daripada tidak sama sekali. Iya kan?” Pangeran Louis mencari dukungan.

Mereka setuju.

***

Jeremy membuka kunci ruang tahanan bawah tanah. Pintu itu dijaga dua orang prajurit berseragam selama dua puluh empat jam secara bergilir. Terletak di lorong panjang sempit yang gelap dengan cahaya redup dari api yang tergantung di sepanjang dinding berbatu.

“Pangeran, Anda ingin yakin akan masuk sendirian?” kata Jeremy melirik Glenn.

Glenn mengangguk dan masuk tanpa mengucapkan apapun. Di dalam ruanga itu cuma ada sinar temaram dari lilin yang ada di tengah-tengah ruangan. Dua buah tempat tidur kayu, sebuah meja kecil dan kursi, sebuah lemari besar berisi buku dan jendela kecil di sisi kiri dinding.

Jendral Rodius bangkit ketika melihat Glenn masuk. Raja Joseph yang membaca buku di dekat jendela mengerutkan dahinya.

“Mau apa kau kemari, Pangeran?” kata Jendral Rodius sinis.

“Bagaimana dengan pelayanan yang diberikan pada Anda? Apakah kalian dilayani dengan baik?” nada bicara Glenn datar tanpa emosi, begitupula dengan wajahnya.

“Untuk apa kau melakukan ini?” Raja Joseph menutup bukunya. “Untuk apa kau tetap menjaga kami tetap hidup seperti ini? Bukankah akan lebih bagus kalau kami mati? Bukankah akan lebih baik jika tak ada yang menjadi penghalang keturunanmu di masa depan sebagai Penguasa negeri ini?”

Glenn diam. Lalu setelah dia memikirkan jawaban yang pas, dia menjawab. “Kalian sudah memperlakukanku dengan baik, jadi aku akan berusaha berbuat baik bagi kalian.”

“Penghianat sepertimu bisa juga merasakan kebaikan orang ya?” sindir Jendral Rodius. “Apa kau bertobat atau sedang merencanakan sesuatu?”

“Jendral Rodius,” Glenn menatap Jendral Rodius. “apa pikiranmu begitu mudah berubah ketika melihar diriku yang seperti ini?”

Jendral Rodius menggertakan giginya. “Aku tak akan melayani Dominic, asal kau tahu saja. Aku tak akan melayani penghianat.”

Glenn menghela napas. Dia berbalik dan membuka pintu. Langkahnya terhenti ketika Jeremy membuka pintu penjara.

“Aku cuma mau bilang kalau keempat Pangeran berhasil kabur dari istana dan mereka masih hidup. Tapi, jika mereka mendekati istana, kupikir meraka tak akan selamat.”

Raja Joseph bangkit. Dia menyebrangi ruangan dan berteriak memanggil Glenn.

“Tunggu! Bagaimana dengan anak-anakku? Jangan sentuh mereka! Biarkan mereka hidup! Tabib Glenn! Tabib Glenn!”

Glenn meninggalkan mereka, membiarkan Raja Joseph berteriak.

“Jeremy.”

“Ya, Yang Mulia?”

“Kupikir, ini bukan ide yang bagus.”

Jeremy tidak menjawab.

***

2 komentar:

Enggar.Putri mengatakan...

hduh pusing
critany complicated bgd tpi bkin pnasaran >,<

prince.novel mengatakan...

@cloud: astaga... jangan sampe rambutnya keriting ya???
XD

Posting Komentar

 
Copyright ::-- Prince Novel --:: 2009. Powered by Blogger.Wordpress Theme by Ezwpthemes .
Converted To Blogger Template by Anshul Dudeja.