RSS
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

Rabu, 13 April 2011

Ocepa Kingdom Eps 14

Empat belas

Pangeran Christian gemetar, begitu pula dengan Pangeran Louis. Akhirnya setelah berlari di kegelapan, meraba-raba tak jelas selama empat puluh lima menit, mereka menemukan cahaya. Cahaya redup dari bulan di langit. Pemandangan malam yang basah dan dingin. Gerimis baru saja turun, membasahi baju mereka.

“Sepertinya, kita berhasil keluar dari istana,” gumam Pangeran Louis. Dia berbalik kebelakang. Istana begitu jauh.

“Bagaimana dengan yang lain?” Pangeran Christian mencengkram tangan Pangeran Louis. “Mereka mungkin saja tidak selamat. Mereka mungkin saja terluka. Apa yang harus—”

“Tenanglah!” Pangeran Louis berteriak. “Kita turuti saja perkataan Glenn.” Dia melihat sekeliling, lalu menghela napas. “Untuk sementara lebih baik kita sembunyi dulu. Mungkin para pemberontak itu akan mencari kita dan hutan tempat yang berbahaya.” Pangeran Louis menarik tangan Pangeran Christian. “Ayo pergi dari sini!”

Pangeran Christian menarik kembali tangannya.

“Mana mungkin aku membiarkan temanku ada disana! Aku harus kembali!”

“Dengarkan aku!” Pangeran Louis kembali berteriak. Aura kepemimpinannya keluar. Dalam sekejap, dia kelihatan berkuasa dan tak bisa dibantah. “Temanmu menyuruhmu kesini karena dia memikirkanmu! Jadi untuk menghargai dia, kau harus menahan egomu dan tetap bersamaku.”

“Tapi, Glenn…”

Pangeran Christian mengingat kembali saat sepuluh tahun lalu. Waktu itu Glenn ditarik keluar dari lemari oleh Rofulus Haistings. Mereka berlari keluar dari tempat persembunyian, meninggalkannya sendirian.

“Aku ikut!” dia berteriak.

“Tidak boleh! Kau tetap disini! Ingat perjanjian kita!” itu kata-kata yang tegas. “Aku akan jadi umpan, jadi dia tak akan mengincarmu. Apa kau mengerti sekarang?”

“Tapi—”

“Aku akan melindungimu, berapa kali aku harus mengulangnya?”

Namun Glenn baru kembali setelah sepuluh tahun. Dan dia kehilangan Rofulus Haistings, tanpa jejak. Apakah sekarang, dia akan kehilangan temannya lagi?

“Jangan melamun! Kita harus begerak cepat!” Pangeran Louis mencengkram rompinya dan menarik paksanya.

***

Pangeran Willy memaki dan berteriak kesal pada Jesse yang ada di depannya.

“Sampai kapan aku harus lari?”

“Sampai kalian berdua aman!” Jesse balas berteriak, menyingkirkan gerombolan musuh yang menghalangi jalannya. Pangeran Charlie sepertinya tak bisa berlari lagi. Dia sudah kehabisan napas.

“Jalan! Jalan!” Eldin mendorong Pangeran Charlie masuk kesalah satu ruangan gelap yang masih kosong.

Mereka masuk terburu-buru sementara barisan prajurit yang berdatangan melewati koridor mereka. Eldin menutup pintu dengan cepat, Peter mengangkat meja dan menjadikannya sebagai penghalang sementara. Jesse berlari kesalah satu lukisan dan menyingkirkan lukisan itu dengan cepat.

“Masuk,” perintah Jesse.

“Mana bisa aku masuk kesana. Aku tak mau masuk kesana lagi.” Pangeran Willy menolak mentah-mentah. Dia mengacungkan pedangnya pada Jesse. “Dimana Ayahku? Seharusnya kalian lebih memikirkan keselamatan seorang Raja daripada aku.”

“Sudah ada Ayahku disampingnya,” Alfred menjawab cepat. “Kupikir Raja Joseph akan baik-baik saja. Anda tak perlu khawatir, Yang Mulia.”

“Bundaku bagaimana?” kali ini giliran Pangeran Charlie yang bertanya.

“Kau tenang saja, Yang Mulia. Dia pasti baik-baik saja. Disana juga ada pintu rahasia. Sekarang masuk!” Alfred mendorong Pangeran Charlie terlebih dahulu, lalu Pangeran Willy menyusul. Eldin harus melotot dulu padanya agar dia menurut. Selanjutnya Alfred, Jesse dan Peter.

“Eldin? Kau tak ikut?” kata Jesse.

“Dan meninggalkan jejak kalau kalian kabur dari sini? Jangan bercanda. Aku akan cari jalan keluarku sendiri,” kata Eldin tersenyum santai. Wajahnya kelihatan sangat tenang. “Kalian pergi duluan. Aku akan menyusul nanti. Tak perlu khawatir, aku akan selamat.”

Jesse mengangguk. Eldin segera menutup pintu setelah dia meyakini kalau mereka sudah masuk. Dia mengunci pintu rahasia itu dengan susah payah dan menyembunyikan pintu rahasia itu dengan lukisan sebelumnya. Dia menyingkirkan meja yang jadi penghalang sementara dan keluar dari kamar itu.

“Raja Joseph masih ada disana!”

“Selamatkan Raja!”

Eldin kembali berlari mengikuti arah suara. Kumpulan prajurit tampaknya berbondong-bondong melewati tangga, masuk ke kamar Raja. Raja Joseph tak mungkin ada disana. Dia pasti sudah kabur dari sana. Ada Jendral Rodius bersamanya, dia akan baik-baik saja.

Namun, ketika Eldin berusaha untuk meyakini dirinya mengenai hal itu, ada kata-kata yang membuat jantungnya nyaris copot.

“Raja tertangkap! Raja Joseph tertangkap!”

Eldin merapatkan tubuhnya ke balik pilar bulat. Bersembunyi dengan cepat. Suara hiruk-pikuk perang seakan menghilang. Otaknya terasa macet. Bagaimana mungkin Raja Joseph bisa tertangkap? Gaung tak jelas. Gumaman dari prajurit yang terkaget-kaget seakan menjadi sensasi tersendiri.

Dari sisi tempat dia berada, Eldin dapat melihat Raja Joseph dan Jendral Rodius ditawan dengan pedang. Ini benar-benar diluar dugaan. Tidak mungkin. Ini tidak mungkin. Selama ini Raja Joseph berhasil diselamatkan, apa yang terjadi?

Jubah Raja Joseph kelihatan merosot, wajahnya tampak pucat dan dia gemetaran. Disisinya, Jendral Rodius menggiringnya, memasang wajah penuh menantang. Baginya tidak ada yang menakutkan.

“Wah, wah…” ada suara lain, suara penuh kemenangan. Seorang laki-laki dengan rambut berminyak dan janggut yang memenuhi wajahnya. Dia tertawa senang, begitu juga dengan pemberontak yang menjadi bawahannya. “Jadi benar beginilah wajah seorang Raja yang dipaksa turun dari singgasananya.”

“Beraninya kau berkata seperti itu pada Rajamu!” Jendral Rodius mengepalkan tangan. Urat-urat di dahinya menunjukan kekesalan. Rahangnya mengeras.

“Ck ck ck ck, Jendral. Dia akan jadi Mantan Raja. Kami sudah memilih Raja kami sendiri. Bukannya aku sudah pernah bilang kalau Dominic akan menggantikan Denmian?” kata orang itu santai. Dia memutar-mutar pedangnya. “Raja kami lebih pantas menjadi penguasa negeri ini daripada Raja yang tidak adil ini.”

“Kau—”

“Ssh, Jendral. Hati-hati kalau bicara. Bisa-bisa aku akan melihatmu tergantung di depan gerbang istana dengan kepala terbalik,” kemudian orang itu tertawa lagi. Bersamaan dengan cerita-ceritanya yang penuh kesombongan, yang lain berteriak kalau Raja sudah tertangkap. Kabar itu mengakibatkan perang terhenti. Para prajurit kelihatan shock. Tidak ada satupun dari mereka yang bisa melawan.

“Lalu, Jendral. Bagaimana rasanya dipermalukan? Bukannya kau yang mengirim teman-temanku ke penjara? Kau juga akan merasakan hal yang sama.”

“Erold, cukup sampai disitu.” Seseorang yang lain bicara.

“Panggil aku Senior Erold. Kau jelas-jelas lebih muda dua puluh tahun daripada aku, Jeremy,” Erold menggerutu. Dia meludah di lantai. Salah satu dari perampok bertopeng yang memegang pedang berkilat berhiaskan naga melepas topengnya. Rambutnya berwarna kelabu panjang, diikat buntut kuda dengan helaian tak jelas di sana-sini. Wajahnya masih muda, sekitar dua puluh tahunan.

“Tingkahmu seperti anak-anak,” Jeremy membalas.

“Biarkan aku bersenang-senang, bisakan?” kata Erold lagi.

“Tidak,” kata-kata yang tegas. “Dia seorang Raja. Kita tak bisa berkelakuan buruk padanya. Jagalah etika itu dengan baik. Apa kau mau sama seperti dia?”

“Tapi—”

“Yang dikatakan Jeremy benar, Erold. Kita jangan terburu-buru,” kata suara yang lain. Suara ini lebih berat, bergetar dan penuh desahan.

“Ketua…” Erold tiba-tiba saja menjadi sopan. “Baiklah kalau begitu, Sir. Jika Anda menginginkan hal seperti itu, aku akan menurut.”

Eldin mengintip sedikit. Dia melihat siapa Ketua yang dimaksud Erold dan Eldin mengenal orang itu. Dia adalah mantan Jendral Pertahanan Selatan, Elvius, salah satu keturunan Dominic. Sudah dua puluh lima tahun dia menghilang. Rupanya dia mengumpulkan kekuatan untuk menyerang istana. Mantan Jendral itu masih seperti dulu. Rambut awut-awutan, perawakan yang seram dan bekas sayatan di wajahnya yang menakutkan.

“Apa mau kalian? Kenapa menyerang kami?” Raja Joseph bicara.

“Seperti yang dulu pernah kusampaikan padamu, Mantan Sahabat. Aku ingin ada Dominic yang menjadi penguasa.” Elvius melipat tangan. “Sebelum kau menjadi Raja, kau dan aku begitu mengerti tentang masalah ini namun setelah kau jadi Raja, sepertinya kau sudah lupa.”

“Aku memberikan hak bagi Dominic untuk menjadi bangsawan—”

“Tapi tetap menjadi bawahanmu!” Elvius berteriak. “Kau seharusnya memasukan daftar nama Dominic sebagai pewaris! Tapi karena kau tidak melakukannya, seperti yang sering kali aku teriakan, aku sendiri yang akan memasukannya!”

“Apa maksudmu?” Raja Joseph tampak tak mengerti. “Kau bermaksud mengusir Denmian begitu?”

“Kalian keturunan busuk. Padahal kita sama-sama bangsawan. Tapi kenapa justru kalian yang berkuasa dan menikmati segalanya?” Elvius menyisir rambutnya dengan jari-jarinya yang besar dan berbonggol. “Mana Pangeran?” dia bertanya pada Jeremy.

Jeremy menghela napas. “Tadi dia masih ada disini.”

“Pangeran lebih banyak membunuh teman kita daripada prajurit Denmian,” gerutu Erold.

“Apa boleh buat, dia harus menunjukan kalau dia benar-benar setia, iya kan?” kata Jeremy tersenyum licin.

“Aku butuh dia sekarang! Aku ingin tahu seperti apa tampangmu ketika melihat orang yang begitu kau percayai berkhianat!” Elvius menggerutu tak jelas. Dia menatap Raja Joseph yang terheran-heran. “Cepat ca—”

“Menyandera seorang Raja. Kau keterlaluan. Ini sudah melanggar undang-undang Ocepa.”

Eldin mengenal suara itu. Dia berbalik cepat dan melihat Glenn ada di tengah-tengah ruangan. Dia menodongkan pedangnya yang berlumuran darah tepat ke leher Elvius. Dalam hati Eldin bersorak. Bagus. Glenn memang bisa diharapkan.

“Lepaskan mereka atau lehermu kutebas,” kata Glenn lagi. Wajahnya yang tanpa perasaan membuat Elvius kelihatan panik. Orang-orang yang menyandera Raja Joseph dan Jendral Rodius menurunkan pedang mereka dan mundur perlahan.

“Tabib Glenn, kau datang tepat pada waktunya,” kata Jendral Rodius menghela napas lega. “Kau luar biasa. Kau memang bisa diharapkan.”

“Benarkah?”

“Tentu saja, Tabib Glenn—”

Glenn tersenyum. Tapi senyuman itu sedikit berbeda. Dia menurunkan pedangnya dari leher Elvius lalu menyimpan kembali pedangnya. Jendral Rodius mengerutkan dahinya. Ada yang tak beres. Suasana ruangan itu seperti berubah, Elvius yang tadi ketakutan, tiba-tiba tersenyum dan tertawa keras-keras, diikuti Erold dan bawahannya yang lain. Eldin mengerutkan dahi melihat keganjilan ini. Dia melirik antara Raja Joseph, Glenn dan Elvius. Apa yang sebenarnya terjadi disini? Mungkinkah Glenn…

“Tabib Glenn, apa-apaan ini?” Raja Joseph mundur.

“Kau lihat wajahnya? Kau lihat? Kau benar-benar luar biasa!” Elvius menepuk-nepuk bahu Glenn, tertawa dengan penuh kebanggaan.

“Dia keringatan, Ketua… keringatan…” Erold kembali mengejek.

Raja Joseph kebingungan. Apa yang sebenarnya terjadi? Mereka saling kenal? Mereka akrab? Apa ini? Kenapa seperti ini?

“Tabib Glenn—”

“Bukan Tabib Glenn,” Glenn kembali mencabut pedangnya dan menodongkan ujungnya yang runcing ke depan Raja Joseph. “Tapi Pangeran Glenn Rofulus Haistings Dominic.”

Ha?

“Aku adalah Putra Mahkota Dominic, Pewaris Utama Tahta Ocepa. Bagaimana? Anda kaget, Raja Joseph?”

Ini… benar-benar tidak mungkin. Tabib Glenn adalah keturunan Dominic. Dia Putra Mahkota. Itu sama saja mengatakan kalau Glenn adalah pemberontak. Seorang penghianat.

“Mustahil…” Eldin merasa kalau jantungnya berdetak cepat. Keringat mengucur dari dahinya. Bagaimana ini? Apa yang harus dia lakukan?

“Kau… rupanya kau selama ini…”

“Penghianat, benar sekali. Seratus buat Anda,” Glenn menyambung perkataan Raja Joseph. “Untuk itu aku harus berterima kasih pada Jendral Rodius. Kalau tidak karena Anda, aku tak akan bisa masuk ke istana dengan mudah,” Glenn memberikan senyumannya pada Jendral Rodius.

“Kau bilang kalau kau bukan Pemuda yang suka tahta, tapi ternyata…” Jendral Rodius menggeram.

“Aku memang tak suka tahta, apalagi kekuasaan. Namun Anda kan yang menawarkannya padaku, Jendral? Apa kau lupa kalau kau menyukaiku karena aku begitu sangat luar biasa di matamu? Tampaknya kau sering salah menilai orang, Jendral. Aku tidak seperti itu. Tidak pada saat rakyatku menderita dibawah perintah rakyatmu.”

Kalimatnya yang terakhir mengeras. Ini pertama kalinya Glenn menunjukan ekspresi seperti itu. Ekspresi marah.

“Aku akan mengambil hak yang pantas untuk rakyatku, menghentikan kekejian yang kalian lakukan. Sudah cukup banyak Dominic yang diasingkan oleh karena kalian. Aku tak akan membiarkan hal ini berlangsung lebih lama. Karena itu, sebaiknya kalian diam saja dan menonton sepak terjangku, kalau tidak kalian hanya akan sebagai pengganggu.”

Glenn kembali tersenyum. Senyuman licik, penuh kemenangan. Dia menurunkan pedangnya dan menyarungkannya.

“Bawa mereka ke penjara bawah tanah. Perlakukan mereka dengan baik. Aku tak ingin mereka mendapat perlakuan buruk, walau bagaimanapun mereka adalah bangsawan dan dia—“ Glenn melirik Raja Joseph “—adalah Pamanku entah di keturunan berapa. Jadi aku tak mau mendengar mereka mengeluh. Kalian mengerti? Aku melarang kalian menyentuh mereka sampai tiba saat aku memutuskan.”

“Baik, Pangeran,” Elvius tampak tak puas. “Lalu bagaimana dengan pelantikan Anda menjadi Raja? Rakyat seharusnya tahu hal ini kan?”

“Itu kuserahkan padamu. Aku tak mau ambil pusing. Lakukan yang kau mau.” Glenn melirik pilar tempat Eldin bersembunyi. Dia bisa melihat dengan jelas kalau Eldin ada disana. “Mengenai prajurit Denmian, sebaiknya perlakukan mereka dengan baik. Walau bagaimanapun prajurit adalah tombak utama, kalian tak berhak menghukumnya karena mereka menurut perintah Raja. Apa kalian mengerti?” dia melirik Erold.

“Baik, Yang Mulia.” Erold membungkuk rendah.

Glenn berjalan kearah Jeremy. Dia menatap mata Jeremy dan berkata perlahan, “Kau memihak Denmian atau Dominic?”

“Aku adalah milikmu. Perkataanmu adalah perintah untukku,” jawab Jeremy pelan. Dia melirik pilar.

“Jangan sentuh dia.” Glenn bergumam. “Biarkan dia pergi. Aku ingin dia memberitahu pada keempat pangeran itu kalau aku sudah menggantikan tempat mereka.”

Jeremy menatap Glenn.

“Seperti yang kau perintahkan, Yang Mulia.”

Glenn melewatinya dan naik ke atas. Sebuah senyuman tersungging di bibirnya.

***

0 komentar:

Posting Komentar

 
Copyright ::-- Prince Novel --:: 2009. Powered by Blogger.Wordpress Theme by Ezwpthemes .
Converted To Blogger Template by Anshul Dudeja.