RSS
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

Rabu, 13 April 2011

Ocepa Kingdom Eps 13

Tiga belas

Eldin mengalihkan perhatiannya dari pertandingan tak seimbang antara keempat Pangeran melawan Alfred. Dari tadi Glenn tidak kelihatan, kata Pangeran Christian dia tidur, tak jauh dari tempat mereka bermain. Namun, ketika dia menoleh, dia mendapati ada seseorang bersama Glenn. Seorang wanita. Aneh sekali, rasanya dia tak melihat ada orang yang mendekati Glenn beberapa menit lalu dan tampaknya Glenn juga tidak menyadari ada yang mendatanginya. Buktinya, Glenn tidak memberi respon. Tampaknya dia masih tidur.

“Ah!” Eldin kaget ketika menyadari siapa orang yang ada di dekat Glenn. Eldin tak mungkin lupa wajah itu walau dia hanya pernah sekali melihat wanita itu di kejauhan saat pernikahannya. Wanita yang mendapat julukan sebagai wanita paling cantik se-Ocepa, Permaisuri Raja Joseph, Yang Mulia Ratu Eva.

“Kenapa, El—Bunda?” Pangeran Louis menjatuhkan pedang kayunya ketika melihat Ratu Eva beberapa meter di belakang mereka.

Glenn bangun dan mengambil jarak beberapa meter dari Ratu Eva. Ekspresinya membuat Pangeran Louis dan Pangeran Charlie mengerutkan dahi. Itu ekspresi kekagetan. Sangat kaget, seperti bertemu dengan hantu.

“Pangeran… Pangeran…” Ratu Eva memegang tangan Glenn.

“Bukan—aku bukan—”

Eldin berlari cepat kearah mereka.

“Aku tak mungkin salah!” Ratu Eva bersikeras, mencengkram tangan Glenn sekuat tenaga, tidak membiarkannya kabur begitu saja. “Aku tak mungkin salah! Ini Pangeranku! Pewaris Tahta Ocepa! Aku tak mungkin salah!”

“Apa?”

Glenn menyingkirkan tangan Ratu Eva.

“Yang Mulia, Anda sedang sakit.” Eldin menopang tangan Ratu Eva yang satunya. Dia menatap Glenn. “Dia adalah Kesatria Pangeran Christian sekaligus Tabib baru di istana. Raja Joseph berniat mengangkatnya menjadi Tabib Istana menggantikan Tabib Istana yang lama. Anda pasti—”

Ratu Eva menyingkirkan tangan Eldin. Dia berjalan cepat menghadapi Glenn. Matanya merah menahan air mata. Yang lain sudah menyusul dan sama seperti Eldin, mereka juga sangat keheranan.

“Pangeran Christian, apa maksudnya ini?” kata Ratu Eva. “Kau menghilang selama sepuluh tahun! Dikejar-kejar oleh pemberontak tidak berperikemanusiaan itu! Membuatku cemas setengah mati! Apa kau tahu apa yang—”

“Yang Mulia,” Glenn mengangkat tangannya. “Apa yang Anda bicarakan? Aku bukan Pangeran Christian. Aku Tabib Glenn Haistings, Kesatria Pangeran Christian.”

“Jangan berbohong pada Ibumu!” Ratu Eva kelihatan kesal. “Aku tak bisa ditipu. Dia—” katanya menunjuk Pangeran Christian. “Bukan Putraku! Seorang Ibu tak akan salah siapa anaknya!”

Pangeran Louis dan Pangeran Charlie saling pandang. Apa yang terjadi?

“Kalau begitu, buktikan,” kata Ratu Eva lagi. “Pangeranku punya permata di belakang leher, ditutupi rambut. Kalau kau tak keberatan, tunjukan belakang lehermu.”

Ini tidak bagus, Eldin membatin. Dia mempunyai tanda itu. Apakah dia benar-benar seorang Pangeran? Eldin semakin heran saat Glenn tersenyum.

“Tentu saja tanda itu ada, Yang Mulia. Sepuluh tahun yang lalu, aku keluar dari istana dan menyamar menjadi Pangeran Christian untuk membuat para pemberontak yang ada di kamar itu mengejarku. Jika aku hendak menjadi Pangeran Christian, aku juga harus memiliki tanda kerajaan kan?” Glenn berbalik dan menyingkirkan rambut yang menutupi lehernya.

Permata itu ada disana. Berkilauan disinari matahari.

“Puas, Yang Mulia?” kata Glenn. “Anda pasti juga ingin melihat tanda yang sama pada Pangeran Christian kan?” Glenn melirik Pangeran Christian. Pangeran Christian berbalik dan menunjukan permata perak di belakang lehernya. Permata yang sama persis seperti milik Glenn.

“Tidak mungkin…” Pangeran Willy mendesah tak percaya.

Ratu Eva kehabisan kata-kata. Berulang kali dia melihat antara Glenn dan Pangeran Christian bergantian. Selang beberapa menit kemudian, Ratu Eva menarik roknya dan pergi dari tempat itu.

***

Pangeran Christian masuk ke kamar Glenn. Kamar itu gelap gulita, bulan tidak muncul malam ini dan langit kelihatan berawan. Kakinya melangkah menyebrangi karpet merah dan naik ke atas tempat tidur. Glenn ada disamping tempat tidur, duduk di lantai memandangi langit. Angin malam berhembus. Menerbangkan rambutnya.

“Kau belum tidur?” Pangeran Christian membuka pembicaraan.

“Aku tidur saat siang tadi. Belum mengantuk,” jawab Glenn, menghela napas.

Pangeran Christian berputar, melihat jendela berbayang-bayang gelap.

“Apa kau tak menyesal dengan kejadian tadi siang?” kata Pangeran Christian. “Kau menunjukan permata itu… permata tanda bangsawan Ocepa pada Ratu Eva.”

Malam itu benar-benar sunyi. Yang terdengar hanya suara desahan angin. Lembut sekali. Gemersik dedaunan yang bergoyang ditambahi dengan bunyi burung pipit yang melemah di kejauhan. Persis seperti sepuluh tahun yang lalu, saat para pemberontak itu masuk ke istana.

Glenn berdiri tegak, mengagetkan Pangeran Christian yang hampir tidur.

“Apa? Ada apa?” katanya bingung.

Glenn, dalam sekejap, menjadi siaga. Pangeran Christian mengerutkan dahi.

“Ada apa? Kau kenapa?” kata Pangeran Christian.

“Kau tak dengar ada suara burung pipit?” gumam Glenn. Matanya sekarang mengawasi sesuatu di luar sana.

“Memangnya kenapa?” Pangeran Christian masih bertanya.

“Kau ini bego atau gimana sih? Mana ada burung pipit berbunyi malam-malam begini,” Glenn melompati tempat tidur. Dia cepat-cepat mengambil pedangnya dan menatap Pangeran Christian. “Kau mau tunggu disini atau ikut?”

Pangeran Christian memutuskan untuk mengikuti Glenn. Glenn menyuruhnya untuk berjalan di belakangnya, sementara Glenn berjalan tegap dan pedangnya sudah keluar dari sarungnya. Pangeran Christian, tidak mengerti apa yang sebenarnya terjadi disini. Ada sesuatu yang aneh, dia tahu itu. Namun, membawa pedang tanpa sarung pada saat malam begini, Pangeran Christian tahu ada sesuatu yang tak beres.

“Kau jangan bicara saat kau ikut aku dan jangan membuat gerakan refleks tanpa aku suruh, mengerti?” itu tadi kata-kata Glenn. “Aku hanya akan berkonsentrasi pada apa yang aku lihat dan dengar, jadi sebaiknya kau tetap ada di belakangku.”

Apa yang sebenarnya terjadi?

Glenn berhenti ketika sampai di depan pintu kamar Pangeran Louis. Glenn tak perlu mengetuk. Dia hanya mendobrak pintu, membuat kaget Pangeran Louis dan menyuruh Pangeran Louis untuk mengikutinya juga.

“Kenapa tiba-tiba—apa-apaan pedang iu, Glenn?”

“Pangeran, kau bisa main pedang kan? Kalau begitu, bisakah kau pakai pedangmu untuk malam ini?” kata Glenn pelan.

“Mamangnya kenapa?”

“Tadi aku dengar suara yang tak biasa. Kode suara, yang isinya musuh sedang lengah, saatnya beraksi.” Glenn menatap Pangeran Louis. “Ini masih dugaanku, Pangeran, tapi mungkin akan ada pemberontak yang datang. Tanda seperti itu hanya dipakai oleh perompak yang sudah terlatih. Ya… mungkin mereka adalah orang yang sama ketika menyerang kita saat itu. Seperti sepuluh tahun lalu.”

“Darimana kau tahu?”

“Aku menyelidikinya,” kata Glenn percaya diri.

“Menyeldiki? Kapan?” Pangeran Louis heran. Dia menyebrangi ruangan dan mengambil pedangnya yang tergantung di dinding. Sudah lama dia tak mengambil pedang itu dari sana, entah seperti apa kondisinya. Namun Glenn memilih untuk tidak menjawab pertanyaannya.

Glenn membuka gorden dan melihat dikejauhan, diantara pepohonan yang gelap dan sunyi. “Pangeran, disini ada kamar rahasia kan? Anda dan Pangeran Christian kabur dari sana. Aku akan coba mencari Pangeran Charlie dan Pangeran Willy untuk menyelamatkan mereka.”

“Tunggu sebentar,” Pangeran Christian menahan tangan Glenn yang hendak keluar dari kamar. “Jika kau berniat untuk melakukannya sendiri, maka aku wajib ikut. Tak akan kubiarkan kau melawan mereka sendirian.”

Glenn tersenyum meremehkan, “Jika kau ingin ikut, kau harus perbaiki cara main pedangmu dulu. Kau tentunya tak ingin mati saat sekali tusuk kan?”

“Tapi—”

“Kau ikut Pangeran Louis,” Glenn bersikeras, tidak mendengarkan kata-kata Pangeran Christian. “Pangeran,” katanya pada Louis, “Pintu rahasia berakhir dimana?”

“Aku belum pernah coba sebelumnya,” Pangeran Louis berdeham, “tapi Ayah bilang semua pintu rahasia berakhir di suatu hulu sungai—”

“Bagus. Kalian berdua cepat masuk ke sana. Aku akan cari Pangeran Willy dan Charlie. Tidak ada bantahan,” tambahnya saat Pangeran Louis hendak membantah lagi.

Pangeran Louis mengangguk mantap. Dia melewati jendela, ke salah satu lukisan besar dan memindahkan lukisan itu. Ada sebuah lubang kecil disana, cukup untuk mereka lewati. Pangeran Louis masuk terlebih dahulu dan Glenn harus mendorong Pangeran Christian agar dia mau masuk.

“Aku akan baik-baik saja,” gumam Glenn, kemudian menutup pintu kecil itu. Glenn mengambil lukisan, meletakannya ke tempat semula kemudian dia keluar dari kamar itu.

TRANK.

Kali ini suaranya sangat jelas. Glenn berlari, teriakan-teriakan kepanikan membangunkan seisi istana. Suara derap langkah kaki para prajurit istana menambah suasana di kegelapan yang semakin tidak jelas. Glenn mengawasi sekelilingnya, para pemberontak itu belum memasuki kastil.

Glenn mengambil napas dan cepat-cepat berlari melewati lorong gelap. Sejauh yang dia lihat saat ini, hanya lorong gelap dengan teriakan. Tidak berapa lama kemudian ada suara lain, suara kedoran dari gerbang depan yang hendak di jebol. Glenn tak habis pikir, sepertinya pemberontak itu memang selalu menyerang saat malam menjelang ketika mereka sedang lengah. Seharusnya dia sudah tahu.

Beberapa bulan lalu, sebelum masuk ke Ocepa, dia sempat masuk sebagai anggota di kelompok itu. Hanya sebentar, cuma untuk mencuri dengar sedikit rencana mereka, namun dia gagal. Yeah, saat itu dia harus dipanggil kembali oleh Axantos untuk menyelidiki masalah si Permaisuri yang diculik. Para perompak itu awalnya mengira dia sebagai pemberontak. Ini gawat. Benar-benar gawat.

Yang dia tahu, pemberontak itu dendam pada keturunan Raja, sejak dulu. Ocepa didirikan oleh seorang Raja bernama Noel Aldinavius Estianus yang memiliki dua orang Putra Kembar, Pangeran Dominic dan Pangeran Denmian. Masalah dimulai sejak kedua pangeran itu beranjak dewasa. Di mata Raja Noel, Pangeran Denmian terlihat cemerlang dan mengangkatnya menjadi Raja Negeri Ocepa yang baru, menentang segala peraturan tentang Putra Mahkota Sulung.

Keadaan memburuk sejak saat itu, Pangeran Dominic memutuskan untuk meninggalkan istana pada saat pelantikan Pangeran Denmian menjadi Raja, lalu dia mendirikan sendiri negaranya tanpa sepengetahuan Raja, kelompok pemberontak. Kemudian kejadian pemberontakan ini terjadi dari generasi ke generasi antara keturunan Raja Dominic dan Denmian. Entah sampai kapan masalah ini akan berakhir.

Glenn menarik pedangnya tepat pada waktunya. Seseorang baru saja hendak menebas kepalanya. Glenn memasang kuda-kuda dengan cepat dan memberikan pukulan telak sampai membuat lawannya jatuh terjengkang keluar dari jendela. Dia kembali berlari, menangkis orang-orang yang menghalangi jalannya dan kembali mencari.

“Glenn!” Alfred berteriak ketika dia sudah sampai di aula. Pertarungan heroik sedang terjadi disana. Alfred melawan lebih dari lima orang sekaligus, di belakangnya ada Pangeran Charlie yang juga kelihatan bersusah payah untuk menghindari pedang-pedang dari mereka yang mengincar lehernya. “Bawa Charlie!”

“Glenn! Bawa Willy!” Peter berteriak disisi satunya, menangkis serangan yang mengarah pada Pangeran Willy. Mereka berdua terjepit di balkon, Eldin dan Jesse ada di seberang pintu, di garis depan.

Ini benar-benar gawat, batin Glenn, mereka kekurangan prajurit.

“Pangeran! Ikut aku!”

Glenn berteriak sekuat tenaga, berusaha menghindari anak panah yang menuju kearahnya. Dia menerjang, menangkis dan menusuk dengan cepat. Kali ini pikirannya benar-benar merasa ditantang. Berusaha menekan kepanikannya ketika melihat Pangeran Charlie yang hampir terkena pedang, Glenn berlari cepat ke arahnya dan menangkis serangan.

“Hampir saja,” gumam Alfred lega.

Glenn menusuk tiga pemberontak sekaligus; mengacuhkan teriakan kekagetan Pangeran Charlie. Pedangnya berlumuran darah namun wajah Glenn tidak menyiratkan rasa kasihan sedikitpun.

“Pangeran, tetap di belakangku,” kata Glenn mantap.

Pangeran Charlie mengangguk; meneguk ludah. Entah kenapa, tiba-tiba saja tangannya menjadi gemetar. Kejadian ini sudah pernah terjadi sebelumnya dan dia membencinya. Dia tak suka darah. Darah segar itu dari manusia. Menjijikan. Mengerikan.

Glenn menarik Pangeran Charlie kebelakangnya tepat pada waktunya. Ada anak panah yang menuju kearahnya. Pangeran Charlie sudah pasti diincar. Bukan karena dia anak raja, namun karena dia adalah pemegang tahta Ocepa.

“Alfred, lindungi kami, aku akan kearah Pangeran Willy.” Glenn memberi perintah, dan sebelum dia mendapat jawaban dari Alfred, Glenn sudah menarik tangan Pangeran Charlie dan memaksanya berlari bersama.

“Tunggu—tung—”

Pangeran Charlie hampir jatuh saat Glenn berbalik cepat tanpa peringatan dan menusuk tajam pada orang-orang yang mengejar mereka.

“Kesisi Pangeran Willy!” Glenn berteriak.

“Apa?”

“Kesisi Pangeran Willy! Sekarang!”

Pangeran Charlie menelan ludah dan berlari cepat menuju Pangeran Willy. Pangeran Willy kelihatan lebih tenang daripada yang lain. Dia menangkis dan menusuk dengan senyuman yang tersungging di bibirnya. Dia memang iblis. Bisa dilihat kalau dia sangat menikmati pertarungan ini.

“Kakak!” Pangeran Charlie berteriak, melompati dua tubuh yang tak bergerak.

“Hai, Charlie. Kau ketinggalan pesta!” Pangeran Willy melompat dan menyabet dengan sangat tangkas. Baju kerajaannya dipenuhi dengan noda darah. “Apa yang kau lakukan? Kenapa kau lemah begitu?”

“Asal kau tahu saja, aku tak suka darah!” balas Pangeran Charlie. Pedangnya beradu dengan salah seorang pemberontak. Dia berusaha sekuat tenaga untuk menghindar, namun musuhnya lebih hebat daripada dirinya.

“Jangan ganggu dia!” Alfred menusuk dari arah berlawanan. Darah segar memuncrati pakaiannya.

“Alfred…” desah Pangeran Charlie.

“Kau tak apa-apa? Dimana si Glenn? Aku menyuruh dia membawamu pergi!” Alfred menggerutu.

“Itu. Disana.” Pangeran Willy menunjuk ke sudut ruangan.

Glenn dikeroyok. Para pemberontak itu berkerumun, menyerang dengan cara membabi buta. Alfred menganga.

“Dia bisa mati—”

Belum lagi Alfred menyelesaian kalimatnya, Glenn sudah menghabisi semua orang yang mengerumuninya. Dia berputar, pedangnya berdesing hebat dan hal terakhir yang mereka lihat adalah kalau Glenn memegang pedangnya dan rompinya kotor sambil menggerutu, “Aku paling tak suka keroyokan.”

“Hebat…” gumam Peter.

“Dia mantan Black Knight.” Jesse membalas.

“Alfred! Bawa mereka! Aku akan urus disini!” Glenn berteriak.

“Tapi—”

“Masalah disini serahkan padaku!” Glenn tidak mendengarkan. Dia berlari menyebrangi aula. Di luar masih terdengar suara pertandingan.

Alfred menggerutu kesal. Dia memegang mantap pedangnya.

“Ayo, Pangeran!”

***

0 komentar:

Posting Komentar

 
Copyright ::-- Prince Novel --:: 2009. Powered by Blogger.Wordpress Theme by Ezwpthemes .
Converted To Blogger Template by Anshul Dudeja.