RSS
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

Rabu, 13 April 2011

Ocepa Kingdom Eps 11

Sebelas

Glenn menghela napas lega. Setidaknya setelah tiga puluh menit berlalu dalam ketegangan, para prajurit istana datang juga. Mereka berhasil menangkap delapan belas orang dari dua puluh tiga pelakunya, salah satunya adalah pemilik kedai itu sendiri. Dari para prajurit, Glenn mengetahui kalau Keempat Pangeran dan para Kesatria berhasil melarikan diri dan sekarang sudah aman di istana. Masalahnya sekarang, Raja Joseph sama sekali tidak senang dengan berita ini dan meminta pertanggungjawaban dari Glenn.

“Ini bukan salahnya, Yang Mulia,” kata Pangeran Christian. “Aku yang meminta dia untuk membawaku keluar.”

“Aku tidak meminta pendapatmu, Pangeran Christian,” kata Raja Joseph marah. “Aku tak keberatan dia mengajakmu keluar, tapi kenapa kalian semua ada disana dalam waktu bersamaan? Andai saja prajurit tak cepat datang maka kalian pasti tak ada disini.”

“Tapi Glenn yang membuat kami berhasil keluar dari sana dan memukul mundur para pemberontak itu!” Pangeran Christian keras kepala.

“Berapa kali harus kukatakan, Pangeran bahwa aku tak minta pendapatmu! Ini salahnya! Sebagai Kesatriamu harusnya dia mengerti kalau kau seorang Pangeran dan tak boleh dibawa sesukanya begitu juga dengan Pangeran yang lain!”

“Tapi—”

Glenn berdiri dan menarik Pangeran Christian ke belakang punggungnya. Dalam sekejap Pangeran Christian langsung tutup mulut. Raja Joseph mengerutkan dahinya. Ada yang aneh, sangat-sangat aneh, tapi dia tak tahu apa.

“Tabib Glenn, kau akan kuhukum atas kelalaianmu itu,” Raja Joseph memusatkan pikirannya kembali pada masalah yang ada di hadapannya.

Glenn mengangguk, menghalangi Pangeran Christian yang sepertinya hendak buka mulut lagi.

“Dalam seminggu ini kau kuhukum membersihkan seluruh kuda milik kerajaan tanpa terkecuali.”

“Aku tak setuju!” Pangeran Christian meledak kembali. Dia menyingkirkan Glenn sampai Glenn jatuh. “Berapa kali sih aku harus bilang kalau ini bukan salahnya? Ini salahku! Aku yang meminta dia, jadi yang dihukum harusnya aku bukan dia!”

“Pangeran, kenapa kau begitu keras kepala membela dia?” Raja Joseph tidak habis pikir melihat sikap keras kepala Pangeran Christian. “Sebelum bertemu Tabib Glenn kau begitu pendiam tapi sekarang kenapa jadi brutal?”

“Itu karena Glenn—” Pangeran Christian berhenti. Raja Joseph melotot padanya. Bukan hanya dia yang terheran-heran tapi juga Pangeran Louis, Willy, Charlie dan para Kesatria yang lain. Mereka menunggu lanjutan perkataan Pangeran Christian.

“Apa, Pangeran?” tuntut Raja Joseph.

“Glenn—” suara Pangeran Christian tercekat. “Dia—” Pangeran Christian menatap Glenn yang masih belum bangun juga. “Kau kenapa?”

“Aku tidak apa-apa,” gumam Glenn.

Pangeran Christian membantu Glenn berdiri dan mengerutkan dahi saat telapak tangannya merasakan basah ketika memegang bahu Glenn. Dengan cepat dia melihat tangannya dan betapa terkejutnya dia melihat ada noda merah di tangannya.

“Kenapa bahumu?” kata Pangeran Christian panik melihat darah di tangannya.

“Aku sudah bilang kalau aku tidak apa-apa.”

“Bagaimana mungkin kau tidak apa-apa kalau luka begini?” Pangeran Christian menoleh pada Raja Joseph. “Yang Mulia masih ingin menghukumnya jika melihat dia terluka parah begini?” lalu dia menoleh pada Glenn. “Kenapa kau tak bilang kalau kau luka, Bodoh?”

Glenn menyingkirkan tangan Pangeran Christian. “Jangan kotori tanganmu dengan darahku. Dan jangan pegang-pegang bagian yang luka. Perih tahu.”

Eldin bangkit dari tempatnya. Dia memberi hormat sejenak pada Raja Joseph. “Maaf jika saya lancang, Yang Mulia, tapi sebaiknya Tabib Glenn diobati dulu.” Eldin menarik Glenn yang tak bisa melawan.

Raja Joseph membelalakan matanya lalu menoleh pada Pangeran Willy. “Willy! Apa seperti itu Kesatria yang kau punya? Tak ada sopan santunnya!”

“Ayah, yang Eldin katakan memang benar, Glenn harus diobati dulu. Lagipula, kami sama sekali tidak luka jadi kenapa harus dipermasalahkan?”

“Kenapa kalian selalu saja membantah?” Raja Joseph berteriak marah. “Kalian semua dihukum. Tidak ada satupun dari kalian yang boleh keluar kamar sampai aku izinkan! Dan kalian para Kesatria,” kali ini dia menoleh pada Alfred, Peter dan Jesse. “Kalian akan membantu Glenn membersihkan kuda sampai batas waktu yang aku tentukan!”

***

Eldin meletakan ember berisi air ke atas meja dan menatap Glenn yang dari tadi diam saja.

“Rompi yang kau miliki terbuat dari bahan yang tebal, pantas saja darahnya tidak langsung merembes,” kata Eldin membuka pembicaraan. “Buka rompimu biar aku seka darahnya.”

“Aku bisa melakukannya sendiri.” Glenn menoleh ke arah lain.

“Kau memang Tabib, aku tidak menyangkal itu. Tapi kau tak punya mata di punggung, asal kau tahu saja.” Eldin membalas dengan nada jengkel.

“Aku tak suka badanku dipegang-pegang.” Glenn menjawab jengkel.

“Kau tenang saja, aku tak tertarik pada laki-laki.” Eldin bangkit dan berjalan ke belakang Glenn, menarik paksa rompinya.

“Keras kepala! Berapa kali harus kubilang kalau aku bisa melakukannya sendiri?” Glenn menyingkirkan tangan Eldin. Luka di bahunya jadi terasa lebih sakit.

“Mana bisa aku membiarkan orang sakit sendiri,” ternyata Eldin lebih keras kepala. “Lepas kataku! Kau ini lebih muda daripada aku, dan seharusnya kau mendengarkanku!”

“Peraturan dari mana itu?” gerutu Glenn.

“Kalian sedang apa?”

Eldin menyingkirkan tangannya dari rompi Glenn saat Pangeran Christian ada di depan pintu kamar Glenn. Pangeran Christian mengerutkan dahinya. Glenn memperbaiki rompinya kembali dan lehernya penuh dengan noda merah. Bercak-bercak darah juga mulai turun ke pergelangan tangannya.

“Dia memaksaku membuka rompi. Aku sudah bilang kalau aku bisa mengobati lukaku sendiri. Dulu juga aku melakukannya sendirian.” Glenn menjawab dengan nada dongkol.

Pangeran Christian melirik Eldin.

“Aku yang akan membantu Glenn membersihkan lukanya, Eldin. Terima kasih atas perhatianmu.” Pangeran Christian tersenyum. “Sekarang kau sudah bisa keluar.”

“Tapi, Pangeran, bukan pekerjaan Anda untuk membantu orang yang punya jabatan rendah.”

Pangeran Christian masih tersenyum. “Dia sahabatku, Eldin dan aku rela mati demi dia. Kau sudah bisa keluar.”

Eldin tak bisa membalas lagi. Dia membungkukan badannya dan berjalan menyebrangi ruangan. Dia memberi hormat sekali lagi dan menutup pintu secara perlahan.

“Eldin orang yang perhatian,” kata Pangeran Christian mengecak pinggang.

“Aku tidak suka dipaksa,” gumam Glenn.

“Buka rompimu. Biar aku bersihkan. Aku tahu apa yang kau takutkan.”

Glenn mendesah. Dia membuka kancing rompinya satu per sat dan melepas rompinya. Rompinya terbuat dari bahan beludru tebal yang sangat berguna jika dingin menyerang. Pangeran Christian menelan ludah ketika melihat darah yang merembes dari bahu ke punggung dan lengan Glenn.

“Kau bisa mati kalau begini terus,” gumam Pangeran Christian. “Apa rasanya tidak sakit?” katanya mencelupkan kain ke dalam ember dan mengelap punngung Glenn secara perlahan. “Kau kena apa sampai luka parah begini?”

“Salah satu anak panah sempat mengenaiku. Hanya tergores sedikit, tapi aku tak sangka bakal merobek dagingku. Sudahlah, jangan tanya-tanya. Aku sudah biasa menghadapi maut. Ini cuma masalah kecil.”

Pangeran Christian memilih menurut. Dia memeras kainnya kembali dan air dalam ember berubah warna menjadi merah dalam sekejap. Pangeran Christian menyingkirkan rambut di bawah tenguku Glenn yang terkena darah dan tangannya terhenti ketika melihat ada permata yang menancap di kulit Glenn. Permata kecil berwarna putih mengkilap. Permata itu tertutupi rambut jadi tidak terlihat walaupun Glenn melepas pakaiannya.

“Sampai kapan kau diam begitu? Aku sudah mulai kedinginan tahu.”

“Ah, iya. Maaf.”

***

Eldin mengigit bibirnya. Tadi sewaktu menarik paksa rompi Glenn dari belakang dia melihat ada permata menempel di bagian belakang lehernya. Permata putih mengkilap. Dalam hati dia bertanya-tanya kenapa permata itu bisa ada di leher Glenn. Permata itu seharusnya tidak boleh ada pada Glenn. Permata yang sama juga pernah dia lihat pada Pangeran Willy, warnanya merah dan terletak di tengah-tengah jari kelingking dan jari manis kaki kanan.

Permata itu cuma bisa dimiliki oleh keturunan Raja. Masa Glenn keturunan Raja?

***

Pangeran Willy mendengus dan menatap keluar jendela kamarnya. Tangannya mencengkram jeruji. Jesse dan Peter yang sedari tadi menemaninya cuma diam saja. Kalau Pangeran Willy sudah menunjukan ciri-ciri seperti itu berarti dia sedang kesal. Dan jika dia sedang kesal, maka tak ada satupun yang boleh ribut.

Jesse dan Peter mengerti kenapa Pangeran Willy marah.

Dia baru pulang kemarin dari hukuman pengasingan Raja Joseph dan sekarang dihukum lagi untuk tidak keluar dari kamarnya. Rasanya dia hidup seperti di penjara saja.

Eldin memasuki kamarnya. Dia menutup pintu tanpa suara lalu kearah Pangeran Willy, “Ada yang ingin kutanya padamu, Sahabat.”

Pangeran Willy mengalihkan pandangannya dari luar jendela. Matanya menyipit berbahaya. “Apa? Kau mau tanya seberapa panjang hukumanku?”

“Bukan. Bukan itu,” Eldin menggeleng. “Aku cuma mau tanya, permata di kaki kananmu yang sempat aku lihat dua tahun yang lalu, masih ada disana kan? Apa permata itu punya arti?”

Pangeran Willy mengerutkan dahinya. “Iya. Permata itu hanya diberikan pada Pangeran, Anak Raja. Memangnya kenapa?”

“Apa permata itu juga ada pada sepupumu yang lain, sepupu yang masih punya keturunan Raja?”

Pangeran Willy benar-benar heran sekarang. “Peramata itu hanya diberikan pada Anak Raja, jadi walaupun ada seorang Pangeran yang menikah dan memiliki anak namun tidak mewarisi tahta, maka anak keturunannya tidak berhak mendapatkan tanda itu. Jika dicontohkan, mungkin seperti ini: aku seorang Pangeran, namun yang menjadi Raja adalah Pangeran Louis, maka anak-anakku tidak berhak atas permata itu kecuali jika kerutunan Louis tak ada lagi, seperti itulah kira-kira.”

“Maaf jika aku lancang, Yang Mulia, apakah Raja Joseph memiliki saudara?”

“Ayahku? Rasanya tidak ada.”

“Untuk apa kau bertanya hal ini?” Peter buka mulut. “Apa kau melihat tanda itu pada seseorang yang salah?”

Eldin menelan ludah. “Aku hanya penasaran, soalnya buku di perpustakaan tidak menjelaskan lebih lanjut tentang permata itu.”

“Hanya pihak kerajaan dan Panatua Negara yang mengetahui hal itu. Merekalah yang mendaftarkan seluruh keturunan Raja, jadi kau tak perlu memusingkan hal itu,” Jesse juga ikut-ikutan.

“Ya, aku mengerti.”

Pangeran Willy kembali melihat jendela. Pikirannya tidak lagi pada hukumannya tapi pada pembicaraan ini. Permata kerajaan. Apakah dia melihat permata itu pada orang lain yang bukan keturunan Raja? Siapa kalau begitu? Apakah pada Glenn? Itu mustahil, tanda itu harusnya hanya ada pada Pangeran Christian.

***

0 komentar:

Posting Komentar

 
Copyright ::-- Prince Novel --:: 2009. Powered by Blogger.Wordpress Theme by Ezwpthemes .
Converted To Blogger Template by Anshul Dudeja.