RSS
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

Rabu, 13 April 2011

Ocepa Kingdom Eps 10

Sepuluh

Glenn sudah yakin kalau tak akan ada lagi yang mengingat nama itu. Sudah tiga tahun dia menghilang dari Axantos, berpamitan pada Raja agar dia dapat kembali ke Ocepa dan tak pernah sekalipun dia berhubungan lagi dengan Negara itu, malah dia sengaja menetap di desa terpencil guna menghindari khalayak ramai yang mengenali dia dan juga menghindari hubungan ke kalangan bangsawan.

Namun sekarang? Jangankan untuk tidak berhubungan dengan bangsawan, dia malah ada di istana. Bergaul dengan keluarga Raja dan dikenal oleh orang yang pernah tinggal di Axantos. Harusnya dia sudah menduga ini. Tapi ini terlalu cepat.

“Apa itu Black Knight?” Pangeran Louis bertanya dengan nada keheranan.

“Wajar saja Anda tak tahu Yang Mulia, saat itu Anda masih sakit, jadi informasi tidak banyak yang Anda dapat,” kata Alfred perlahan. “Black Knight adalah jabatan terhormat yang diberikan oleh Raja Axantos kepada para Kesatria yang pada waktu itu berhasil menyelamatkan Permaisuri dari tangan para perompak. Mereka adalah kesatria terpilih dan terlatih, bisa beraksi di segala medan dan sangat ahli membunuh.”

Pangeran Charlie manarik napas pada saat kata terakhir diucapkan.

“Sayang sekali, tidak semua yang kau katakan benar. Beberapa diantara kami memang suka melakukan aksi berbahaya, tapi mereka membunuh orang jika keadaan terdesak.” Glenn mencengkram erat pedangnya.

“Kau itu kesatria pilihan Axantos?” Pangeran Louis menatap Glenn lekat-lekat seakan takjub dan tak percaya. “Kau bahkan masih sangat muda untuk maju ke medan perang, apalagi menangani misi berbahaya. Menyelamatkan permaisuri Raja? Astaga!”

“Itu bukan sesuatu yang dapat dibanggakan. Semua orang dapat melakukannya jika mereka berusaha keras,” Glenn melirik Pangeran Christian. Pangeran Christian segera dapat menangkap arti tatapan Glenn, dia segera berdiri dan membersihkan debu dari pakaiannya.

“Glenn, aku lapar. Kita sarapan,” kata Pangeran Christian menerobos Kesatria Pangeran Willy dan tidak berbalik walaupun Pangeran Louis memanggilnya.

“Permisi, Yang Mulia,” Glenn memberikan hormat dengan penuh kesopanan dan mengejar Pangeran Christian yang menghilang diantara pepohonan.

“Jadi, kau seorang Black Knight? Apa posisimu tepatnya?” Pangeran Christian bertanya dengan nada penasaran saat Glenn beberapa langkah di belakangnya.

“Bukan sesuatu yang istimewa.” Glenn menjawab kecut. ”Dari antara para Kesatria lebih banyak menghajar orang, aku bertugas ganda, mengobati yang terluka sekaligus jadi Kesatria, seperti sekarang.”

“Pangeran Louis, Pangeran Charlie dan Kesatria Pangeran Willy mungkin akan memperhatikanmu.” Pangeran Christian melanjutkan sebelum Glenn bertanya, “Sebagai mata-mata musuh. Mana ada orang yang pernah berhubungan langsung dengan Raja Axantos, seperti kau.”

“Aku tahu apa maksudmu,” gumam Glenn mengangkat bahu. “Lalu, kau mau sarapan apa?”

“Jika kau tidak keberatan, aku mau makan makanan rakyat jelata. Aku sudah sepuluh tahun tidak makan itu.”

“Kita harus keluar dari istana, kalau begitu.”

“Kau keberatan? Aku sudah—”

“Ya, ya, aku tahu,” Glenn memotong cepat ocehan Pangeran Christian. “Sudah sepuluh tahun kau menderita. Aku mengerti. Akan kuturuti apa maumu. Tapi sebelumnya, lebih baik kau ganti pakaianmu. Aku tak mau ada orang yang tahu kalau ada Pangeran yang jalan-jalan.”

***

Glenn menarik napas dalam-dalam, menahan kekesalannya karena bukan hanya Pangeran Christian yang dia bawa keluar dari istana, tapi juga Pangeran Louis, Willy dan Charlie, ditambah dengan pengawal-pengawalnya yang lain. Alfred sudah biasa melihat dunia luar, tapi tidak bagi para bangsawan yang lain. Begitu mereka melihat Glenn dan Pangeran Christian—yang memakai pakaiannya—dengan sangat bersemangat, Pangeran Willy menawarkan diri untuk ikut, kabar itu begitu cepat menjalar karena pada saat mereka melewati gerbang istana, Pangeran Louis dan Pangeran Charlie yang kebetulan melihat mereka juga minta ikut. Mereka hampir saja tersinggung karena tidak diberitahu sebelumnya.

“Bukan begitu, Yang Mulia, ini rencana dadakan,” Glenn membela diri. Pangeran Christian sama sekali tidak mau membelanya. Dari tadi dia diam bagai patung.

“Kalau begitu, tidak masalah kan kalau aku ikut?”

Para bangsawan itu sama sekali tak mau mendengarkan bantahannya. Berbahaya sekali bagi Empat Pangeran keluar bersama-sama. Mereka keras kepala dan mengganti pakaian mereka lalu mengekori Glenn dan Pangeran Christian dari belakang. Jadi, disinilah dia, bersama dengan para bangsawan itu, di tengah-tengah pasar, dikerumuni rakyat jelata yang menatap mereka dengan perasaan ingin tahu.

“Kalian belum berkenalan kan?” Pangeran Willy membuyarkan lamunan Glenn dan menarik salah satu dari Kesatrianya ke sampingnya. Dia tersenyum pada Glenn dan melanjutkan, “Ini Jesse. Dia dua tahun lebih tua darimu. Kurasa kau sudah bertemu dengannya.”

Glenn mengenal Jesse karena dia sempat melemparkan tatapan sengit pada Glenn kemarin malam. Jesse memiliki tubuh tinggi, tidak setinggi Pangeran Willy. Rambutnya kecoklatan dengan gelombang aneh disekitar telinga. Matanya hitam legam dengan kulit pucat kemerahan. Hari ini dia memakai pakaian kesatria berwarna hijau lumut dengan sepatu tinggi selutut.

“Lalu yang sana, di dekat Pangeran Louis adalah Peter. Hari ini dia kutugaskan untuk tidak jauh-jauh dari Kakakku soalnya dia tak punya Kesatria khusus,” dia menunjuk salah seorang Kesatria berpakaian kuning mengkilap yang sejak tadi ada di belakang Pangeran Louis. Glenn mengenalnya, dia bertanya kenapa pedang miliknya bisa berdesir. Glenn baru sadar kalau rambutnya panjang, dikepang dengan sangat rapi. “Lalu, ah! Yang itu, yang disamping Pangeran Charlie adalah Eldin. Dari antara yang lain, dia yang paling pendiam.”

Glenn memperhatikan Eldin yang diajak ngobrol oleh Alfred, tapi tidak direspon sedikitpun. Auranya sedikit berbeda dari yang lain. Pakaiannya bercorak hitam dengan sarung pedang yang dililit kain hitam. Dia memakai ikat kepala putih seperti Glenn yang bercorak aneh. Rambutnya hitam dengan alis mata tebal dan wajah tampan dan kulit sepucat mutiara. Glenn baru menyadari auranya karena selama ini dia tak pernah bicara.

“Aku lapar. Apa kau tak bisa cari tempat makan?” Pangeran Christian menghampiri Glenn sambil mengecak pinggang.

“Aku tak pernah makan di luar, aku selalu makan di rumah.” Glenn mendesah. Dia menoleh ke sekeliling dan menemukan ada rumah makan bernama “ERKO” beberapa meter dari tempat mereka. “Ah, disitu saja. Kurasa disana cukup menjanjikan melihat banyak orang yang antri disana.”

Pangeran Christian memimpin jalan. Pangeran Willy dan Jesse mengikutinya dengan sangat bersemangat. Pangeran Louis harus ditegur terlebih dahulu oleh Peter sebelumnya, dia terhipnotis dengan salah satu guci yang ditawarkan pedagang. Pangeran Charlie sendiri harus menarik Alfred dari salah satu dagangan yang menjual perkamen.

“Selamat datang, Tuan! Selamat datang!”

Sang Pemilik rumah makan mengampiri mereka.

Glenn mendorong Pangeran Christian ke belakangnya dan berhadapan langsung dengan Pemilik Kedai. Glenn memiliki firasat tidak enak mengenai Tuan yang satu itu. “Kami pesan sembilan kursi dan dua meja.”

“Tentu saja, Tuan.” Pemilik itu tertawa. Dia memerhatikan orang-orang di belakang Glenn dengan penuh minat. “Tuan, tampaknya kalian bukan orang biasa. Kalian semua punya aura. Dan lagi, kalian semua sangat tampan. Terutama Anda.”

Tidak ada yang memungkiri hal itu. Glenn memang lebih tampan daripada para Pangeran yang lain, batin Alfred.

“Kami pesan sembilan kursi dengan dua meja,” Glenn mengulang dengan nada dalam, membuat suasana di rumah makan itu hening dalam beberapa saat.

“B-b-baik, Tuan. Le-lewat sini. Anda mau tempat duduk eksklusif?”

Sang Pemilik terdiam lagi saat melihat tatapan Glenn yang menyuruhnya diam. Cepat-cepat dia memerintahkan pelayannya menyediakan dua meja dan sembilan kursi bagi mereka. Keempat Pangeran duduk disatu meja, sementara yang lain duduk di meja lain. Glenn sendiri cuma berdiri dan memperhatikan sekeliling.

“Kau tidak makan?” Alfred menanyai Glenn saat pesanan mereka datang.

“Aku sudah sarapan.”

“Duduklah. Ngapain kau berdiri disana?” Alfred menarik salah satu kursi kosong.

Glenn tidak duduk. Ada sesuatu yang membuatnya cemas. Entah kenapa. Dia mengamati satu per satu orang yang datang di tempat makan. Rasanya dia mengenal salah satu dari mereka. Ini pertama kalinya dia merasakan ada yang ganjil jika pergi keluar seperti ini sejak dia masuk ke Ocepa. Firasat yang sering dia rasakan saat menjadi Black Knight di Axantos adalah pada saat musuh akan menyerang. Sesuatu yang berbahaya.

Pangeran Christian mencium bau dari sup yang dia pesan. “Sepertinya enak,” katanya bersemangat. Dia hendak memakan pesanannya tepat saat Glenn mengambil mangkok miliknya. “Ada apa sih?”

Glenn mencium bau sup Pangeran Christian dengan mata tertutup.

“Kalau kau lapar, kau bisa pesan. Jangan ambil punyaku.”

“Jangan dimakan,” Glenn meletakan sup Pangeran Christian kembali.

“Kenapa?”

“Ada racun di dalam,” kata Glenn.

“Ha?”

Mendengar kalimat terakhir dari Glenn, para pelanggan rumah makan itu segera menjauh dari makanan mereka.

“Apa-apaan Anda ini? Apa maksud Anda?” sang Pemilik Warung datang dengan wajah marah. Tubuhnya yang besar bergoyang-goyang dan matanya yang merah mendelik marah. “Tidak ada racun pada makanan ini!”

“Oh, ya? Kalau begitu coba,” Glenn menawarkan sup yang masih panas itu ke depan sang Pemilik Kedai. “Saya yakin sekali, saat Anda meminum airnya saja, tubuh Anda akan mengejang seketika, pembuluh darah menyempit dan wajah Anda akan membiru. Anda akan kesulitan bernapas dan dalam waktu kurang dari sepuluh menit, Anda akan mati jika tidak ditangani.”

“Kenapa saya harus mencobanya? Disana tidak ada racun!” katanya bersikeras.

Glenn mengambil pesanan Pangeran Charlie. Dia mencium baunya dan kembali tersenyum lagi. “Di dalam sini dimasukan racun ikan gembung. Orang biasa tak akan bisa menciumnya.”

“Ha?” Pangeran Charlie melotot.

“Anda jangan bercanda, Tuan!” lagi-lagi si Pemilik Warung masih keras kepala. “Kenapa saya harus meracuni Anda? Apa untungnya bagi saya?”

TRANG

Suasana tiba-tiba menjadi riuh. Hiruk pikuk memenuhi ruangan. Tadi dalam sekejap, ada anak panah menuju pada Glenn, namun Eldin berhasil menangkisnya. Dalam sekejap seluruh Kesatria sudah berada di depan para Pangeran dan membuat benteng perlindungan yang sempurna.

Glenn menarik pedangnya.

“Apa yang terjadi sebenarnya disini?” gumam Pangeran Louis.

“Kemungkinan ada pemberontak, Yang Mulia,” jawab Glenn tenang.

“Bagaimana sekarang?” Alfred bertanya.

Anak panah dalam jumlah banyak meluncur ke arah mereka. Glenn menggulingkan meja dan menarik yang lain tiarap disampingnya. Teriakan-teriakan tak jelas bercampur dengan bunyi piring pecah dan derap langkah kaki.

“Sialan! Mereka pakai anak panah!” Alfred memaki.

“Kalian tetap disini!” Glenn memerintah.

“Apa? Lalu kau mau kemana?” kata Pangeran Louis

“Harus ada yang jadi umpan!” jawab Glenn

“Apa kau gila?” kali ini Pangeran Christian yang histeris. “Kalau ada yang jadi umpan itu adalah aku!”

“Dengar! Aku sudah janji akan melindungimu! Dengar perkataanku, tetap disini dan jangan melakukan hal bodoh!”

“… aku berjanji akan melindungimu dan juga melindungi semua orang…”

Glenn keluar dari meja dan berlari cepat.

“… Pangeran… Pangeran Christian… Yang Muliaku, Anda akan menjadi Raja yang hebat… aku bersumpah akan melindungi Anda seumur hidupku…”

TRANG

Glenn menangkis anak panah yang menuju kearahnya. Dia bersembunyi cepat ke balik tembok. Anak panah itu datang dari luar. Pantas saja pelakunya tidak kelihatan. Dia merapat ke dinding dan mengintip dari balik celah. Mereka sudah terkepung oleh sekumpulan orang-orang berpakaian hitam dengan wajah yang ditutupi topeng. Sialan. Kenapa disaat seperti ini, dia membawa Empat Anak Raja keluar dari istana?

Glenn berjongkok dan memperhatikan sekelilingnya. Tidak adakah jalan untuk keluar dari tempat sialan ini? Kenapa juga dia harus memilih tempat ini?

Hujan anak panah kembali menerjang mereka. Para bangsawan itu kelihatan panik dan masing-masing dari mereka menutupi kepala mereka dengan tangan dan mata tertutup. Rahang Glenn mengeras. Disaat seperti ini tak ada yang bisa diharapkan.

Glenn berlari cepat dan melompat ke balik meja yang berguling tepat saat salah satu anak panah hampir mengenai tangannya. Dia masuk ke dapur dan mendapati kalau dapur itu hanya berisi dengan bebatuan. Glenn mengacak peralatan di sekelilingnya sambil berpikir keras. Pisau, piring, panci, ember… apa yang bisa kugunakan?

“Ah!” Glenn mengambil garpu yang berserakan di lantai. Matanya berbinar. Kemudian dia mendapati ada bubuk cabai. Glenn tersenyum licik.

“Alfred!” Pangeran Charlie berteriak saat Alfred dengan sok hendak membuka pintu. Glenn berlari ke arahnya dan menuburuknya.

“Aduh! Apaan sih?” Alfred menyingkirkan tubuh Glenn sambil berteriak marah.

“Jangan gegabah! Aku sudah bilang supaya kalian tetap disana kan?” Glenn berteriak jengkel.

“Aku tak mau kau jadi sok pahlawan!” Alfred balas berteriak.

“Aku punya rencana, jadi kau tunggu disini saja!”

Glenn kembali berlari ke arah dapur. Dia mengambil ember dan mengisinya penuh dengan bubuk cabai merah, air, dan tomat lalu dengan asal mengaduknya.

“Kau sedang apa?” kata Eldin yang entah sejak kapan ada disamping Glenn. Dia mengamati gerakan Glenn dan tampak mengerti. “Kau bisa memanah?”

Glenn tidak menjawab. Eldin tidak terlalu ambil pusing. Dia membantu Glenn menusukan tomat dengan garpu dan mengumpulkannya ke salah satu ember yang lain. Dia juga mengambil salah satu kain dan melilitkannya dengan cepat. Glenn mengikat salah satu kayu pajang dengan karet yang kuat. Suara pecahan kaca membuat mereka sadar kalau sudah banyak waktu yang mereka buang.

Mereka segera ke pintu masuk dan mengintip sekali lagi. Orang-orang itu masih saja berkumpul di sana. Kelihatannya mereka hendak masuk dan memeriksa keadaan. “Eldin, kau bawa mereka keluar dari sini selagi aku mengalihkan perhatian merka. Aku melihat ada jalan keluar dari dapur. Disisi tembok ada jalan rahasia.”

“Tapi—”

“Lakukan saja apa yang kuperintahkan.”

Eldin mengangguk. Dia berpaling pada para bangsawan yang lain.

“Yosh,” gumam Glenn. “Saatnya pertandingan,” Glenn mengambil salah satu garpu. Dia menarik busur buatannya yang renggang dengan garpu sebagai anak panahnya. Dia membidik dengan mata menyipit dan melepaskan anak panahnya. Garpu itu melesat dan mengenai salah satu kepala dari orang-orang yang berkumpul disana.

“Aaah!”

Tomat pedas itu pecah dan airnya mengenai orang-orang di sekelilingnya.

“Bagus!” Glenn memberi isyarat pada Eldin, menyuruh mereka untuk kabur. Eldin menarik Pangeran Louis terlebih dahulu, tepat saat Glenn menarik busurnya lagi.

“Aku tak mau pergi!” bisik Pangeran Christian kesal.

“Anda harus pergi sekarang, Yang Mulia!” Alfred mendorong Pangeran Christian untuk masuk melewati lorong.

“Aku tak mau pergi tanpa Glenn!”

Pangeran Willy menarik tangan Pangeran Christian. “Kau harus percaya padanya sekarang, Pangeran.”

“Pangeran Willy,” gumam Pangeran Christian. “Tapi—”

Alfred kembali mendorong Pangeran Christian.

Pangeran Christian, aku akan melindungimu dengan nyawaku

***

0 komentar:

Posting Komentar

 
Copyright ::-- Prince Novel --:: 2009. Powered by Blogger.Wordpress Theme by Ezwpthemes .
Converted To Blogger Template by Anshul Dudeja.