RSS
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

Jumat, 11 Februari 2011

Ocepa Kingdom Eps 7

Tujuh

Glenn menjatuhkan cawan yang dia pegang ketika mendengar kabar yang dibawa Jendral Rodius padanya. Dia tak bisa bergerak dalam beberapa detik. Pangeran Louis yang melihat reaksi Glenn tiba-tiba merasa bersalah.

“Kau tak suka menjadi Ksatriaku, Tabib Glenn?” kata Pangeran Louis menelan kekecewaan yang dipancarkan dari raut wajah Glenn.

Glenn membungkuk untuk mengambil cawan kembali dan mengisinya dengan air dengan tangan gemetar.

“Saya tidak bilang kalau saya tidak suka menjadi Ksatria Anda,” jawab Glenn.

“Lalu, reaksi apa yang kau berikan padaku?” tuntut Pangeran Louis.

“Saya,” Glenn menarik napas. Haruskah dia menjawab pertanyaan itu? “Saya, jika boleh jujur, Yang Mulia, saya sudah berjanji untuk menjadi Ksatria seseorang.”

Jendral Rodius mengerjap.

“Apa? Ksatria seseorang?” ini jawaban yang sama sekali tidak dia duga. “Siapa?”

Glenn tidak menjawab.

“Jawab aku, Tabib Glenn. Aku berjanji padamu, apapun jawabanmu akan aku terima. Aku tidak akan mengambil dirimu dari tangan Tuanmu. Janji adalah janji dan aku akan menjaga janjmu itu.” Kata Pangeran Louis dengan wajah cemas. Ekspresi di wajah Glenn yang tak biasanya menunjukan kalau janji itu begitu penting.

Glenn menelan ludah.

“Saya sudah berjanji akan kembali pada Pangeran Christian.”

Ruangan itu seakan membeku ketika mendengar jawaban Glenn. Sunyi. Dalam beberapa detik mereka terdiam, sampai kemudian Raja Joseph, Pangeran Charlie dan Alfred memasuki ruangan itu.

“Bagaimana Sahabat? Apa kau sudah menyampaikan keinginanku padanya?” kata Raja Joseph berseri-seri. Namun, ketika dia melihat aura di ruangan itu agak sedikit aneh, Raja Joseph mengerutkan dahi dan menatap Louis. “Ada apa? Apa kau sakit lagi?”

Pangeran Louis menggeleng.

“Tapi wajahmu pucat, Kak,” kata Pangeran Charlie duduk disisinya. “Ada yang salah? Apa yang terjadi?”

“Tabib Glenn menolak permintaan Anda, Yang Mulia,” Jendral Rodius menjawab dengan nada tenang. Alfred kelihatan terkejut.

“Kenapa?” Raja Joseph meminta penjelasan.

“Dia sudah menyerahkan hidupnya untuk Christian, Ayahanda,” jawab Pangeran Louis mencengkram selimutnya.

Christian? Ah, aku pernah dengan nama itu sebelumnya, batin Alfred.

Raja Joseph dan Pangeran Charlie kelihatan kaget ketika mendengar jawaban langsung dari Pangeran Louis. Christian… nama itu sudah lama tidak disebutkan sejak beberapa tahun terakhir, bahkan dianggap tak pernah ada lagi di Ocepa.

“Darimana kau tahu tentang Christian?” Raja Joseph akhirnya bisa mengendalikan kekagetannya. Dia menatap mata biru safir Glenn.

Glenn membalas tatapan Raja Joseph. “Dulu saya tinggal di istana Aclopatye, sepuluh tahun yang lalu, sebelum terjadi penyerangan di istana.”

Alfred menganga. Pantas saja Glenn tahu banyak mengenai peraturan yang berlaku di istana, bahkan tentang istana Aclopatye. Ternyata dia pernah tinggal di istana.

“Begitu, ternyata,” Raja Joseph sepertinya masih tak menyangka jawaban Glenn. “Tapi Christian tidak sepopuler anak-anakku yang lain. Dia terikat dengan istana Aclopatye, bahkan untuk keluar dari sana saja dia tak mau. Bagaimana mungkin kau—”

“Pangeran Christian adalah sahabat saya, Yang Mulia. Saya berada disisinya bahkan saat penyerangan itu terjadi,” jawab Glenn. “Untung saja dia bisa selamat saat itu, kondisinya benar-benar gawat.”

Raja Joseph memegang kepalanya.

“Charlie, panggil Christian. Ini perlu diluruskan,” kata Raja Joseph.

“Duduklah, Sahabat,” Jendral Rodius memapah Raja Joseph ke salah satu kursi terdekat. Tampaknya dia sama sekali tak punya tenaga lagi ketika mendengar jawaban mengejutkan itu.

Jendral Rodius mengerutkan dahinya. Sejak awal dia juga merasa aneh saat Glenn memberikan hormat bangsawan ketika mereka melewati seorang anak laki-laki seusianya. Pada saat itu Jendral Rodius tidak tahu kalau anak laki-laki itu adalah bangsawan, sampai kemudian dia mengingat kembali bahwa anak laki-laki itu bernama Christian. Tapi kenapa saat itu mereka bersikap seolah-oleh tidak pernah bertemu?

“Apa saat kejadian itu, Christian terluka?” Pangeran Louis menatap Glenn. “Sejak saat itu Christian sama sekali tak mau bicara. Aku tak tahu apa yang dia pikirkan. Dia juga tak mau keluar dari kamarnya selama enam bulan, membuat pusing seisi istana.”

Glenn mengingat kembali kejadian sepuluh tahun yang lalu.

“Waktu itu kami berdua dimasukan kedalam sebuah lemari kayu yang besar. Kami berdua menunggu dalam kegelapan, sangat ketakutan. Selama dua jam kami disana sampai kemudian ada seorang pria yang membuka pintu dan menarik saya keluar dari lemari. Dia berbisik perlahan pada Pangeran Christian yang masih di lemari kemudian menutup lemari lagi. Pria itu membawa saya keluar dari pintu rahasia kemudian…”

Glenn kembali menelan ludah. Kejadian itu seperti terjadi lagi dalam ingatannya.

“Para perompak itu mengejar kami. Jumlah mereka sangat banyak, mereka membawa pisau yang berlumuran darah…”

Lari! Lari yang jauh!

“Pria itu berhasil membawa saya masuk ke hutan. Namun, pria yang menolong saya terbunuh karena tak bisa melawan mereka sekaligus. Pemandangan yang sangat mengerikan saat itu. Selama dua hari saya di hutan, tidak makan apa-apa dan kelelahan. Yang saya tahu hanya berjalan tanpa arah sampai kemudian ada seseorang yang menyelamatkan saya.”

Glenn mendesah.

“Saya tak tahu apa yang terjadi dengan istana sejak saat itu karena saya sudah melewati daerah perbatasan dan pemburu yang menolong saya pada saat itu membawa saya ke Axantos. Saya tinggal disana sampai kemudian, tiga tahun yang lalu saya kembali ke negeri saya sendiri. Cuma satu yang ada di kepala saya saat ini, yaitu bertemu dengan Pangeran Christian. Namun saat saya bertanya pada penduduk, tidak ada satupun dari mereka yang mengenal Pangeran Christian.”

Glenn menatap Raja Joseph.

“Saya kehilangan harapan, saya pikir Pangeran Christian sudah meninggal namun beberapa minggu yang lalu saya bertemu dengannya. Dia sedikit berbeda, jika Anda mengerti maksud saya, Yang Mulia.”

“Yah… itu karena Christian sama sekali tak mau keluar dari tempatnya sehingga dia dianggap sudah meninggal oleh beberapa kalangan, bahkan para Menteri juga tidak mengenalnya,” kata Raja Joseph lagi-lagi menghela napas. “Sifat keras kepalanya lebih parah daripada Willy, aku tak tahu lagi harus berkata apa.”

Pintu kamar berderit terbuka, Pangeran Charlie sudah kembali dan disisinya ada Christian. Pangeran Christian memiliki wajah yang jauh lebih tampan daripada para pangeran yang lain, rambutnya kecoklatan dengan mata bola mata coklat dan memiliki tubuh tinggi. Christian membungkukan badannya ketika melihat Raja Joseph disana, tanpa berkata apapun.

“Christian, apa kau mengenal dia?” Raja Joseph bertanya langsung sambil menunjuk Glenn yang ada disisi Jendral Rodius.

Christian, seperti biasa, tidak menjawab dan memilih untuk menggeleng.

“Bisakah kau bicara di depan Ayahmu? Aku sedang bertanya,” kata Raja Joseph kelihatan kesal.

Glenn menatap Pangeran Christian yang ikut-ikutan menatapnya.

“Bicara,” kata Glenn perlahan. Nadanya penuh perintah.

“Kau tak punya hak untuk memerintahku,” Pangeran Christian tiba-tiba bicara. Dia menatap Glenn dengan pandangan sinis.

“Rasanya waktu itu kau yang bicara padaku terlebih dahulu. Apa kau lupa?” kata Glenn. Gaya bicaranya seolah-olah dengan teman yang punya derajat sama dengannya. “Atau aku perlu mengingatkannya padamu?”

Pangeran Christian kelihatan kesal. Ini pertama kalinya dia menunjukan ekspresi di wajahnya. “Siapa yang pura-pura lupa? Kau—kau pergi selama sepuluh tahun! Apa kau tak tak tahu seberapa cemasnya aku! Kau dikejar-kejar pemberontak!” dia berteriak kesal sambil menunjuk-nunjuk Glenn. “Sekalipun kau tidak mengirim surat!”

Glenn mendegus, kemudian tersenyum, “Tampaknya, kau sudah menemukan dirimu kembali, Christian.”

Pangeran Christian melipat tangannya sementara matanya menatap dinding. “Kau memang tak bisa dibantah. Cara bicaramu itu.”

“Tidak berubah dari dulu ke dulu, aku sudah terlalu sering mendengarnya, kau tak perlu khawatir,” kata Glenn tersenyum lagi.

“Kau memang menyebalkan,” rutuk Pangeran Christian.

Raja Joseph menaikan alisnya. Jadi pada intinya, mereka saling mengenal. Hal itu tak perlu lagi dipertanyakan, Pangeran Christian juga tampak rileks saat memukul lengan Glenn yang sama sekali tak mau mengalah padanya.

“Glenn menolak menjadi Kesatria Kakakmu Louis, katanya dia sudah berjanji padamu untuk menjadi Kesatrianya.” Kata Raja Joseph melipat tangannya. “Apa itu benar?”

Pangeran Christian menatap Glenn dengan penuh tanda tanya. Glenn menggeleng kecil dan isyaratnya barusan membuat Pangeran Christian menggigit bibirnya. “Kami cuma berjanji untuk selalu bersama.” Katanya.

“Aku tak akan mengambil milikmu,” Pangeran Louis menyingkirkan selimutnya dan berjalan kehadapan Pangeran Christian. “Tabib Glenn sudah menyerahkan hidupnya padamu, tidak ada alasan bagiku untuk menariknya jadi milikku.”

Pangeran Christian tidak mengatakan apa-apa.

“Kurasa lebih baik kubiarkan kalian berdua bicara. Reuni teman lama,” kata Raja Joseph pada akhirnya.

Glenn membungkuk untuk memberi hormat dan mengikuti Pangeran Christian yang sudah terlebih dahulu keluar. Pangeran Christian berjalan cepat dalam diam. Mereka melewati koridor yang dilewati beberapa pelayan dan tidak ada satupun dari mereka yang memberi hormat pada Pangeran Christian. Pangeran Christian melewati lapangan berumput menuju Istana Aclopatye.

“Kau berjalan terlalu cepat,” kata Glenn ketika mereka memasuki istana.

“Ada yang ingin aku bicarakan dan hanya bisa dibicarakan di istanaku,” kata Pangeran Christian membuka pintunya.

“Istanaku?” Glenn mengulang, nadanya mengejek.

“Ya. Istanaku!” Pangeran Christian mengulang jengkel. “Sampai kau melanggar peraturannya, ini akan jadi tetap istanaku!”

Glenn menggertakan giginya. Dia sudah lama tidak bertemu dengan sahabatnya dan cara penyambutan yang tidak biasa ini justru membuat emosinya menaik. Pangeran Christian sudah sangat berubah, atau setidaknya dari sudut pandang itulah yang dilihat Glenn.

“Kau tidak seperti sepuluh tahun yang lalu,” kata Glenn menutup pintu sementara Pangeran Christian sudah menyebrangi kamarnya dan duduk di dekat jendela. “Kau lebih tidak terkendali.”

“Aku sendirian selama sepuluh tahun jika kau lupa!”

“Kau bisa berkomunikasi dengan yang lain.”

“Oh, ya. Ide bagus,” kata Pangeran Christian sinis melipat tangannya. “Aku menghabiskan waktu dengan membaca semua buku di kastil ini, memikirkan apakah kau baik-baik saja atau tidak, sendirian dan tak ada satupun dari penghuni kastil ini yang mengenali aku kalau kau tahu maksudku!”

Glenn mengangkat bahunya, tampak tidak peduli. “Kalau kau mengunci dirimu di kastil ini tentu saja kau tidak dikenal.”

“Aku melakukannya untukmu!” seru Pangeran Christian. Dia berjalan cepat dan memegang baju Glenn dengan berang. “Aku sudah banyak berkorban!”

“Aku tak mau melanggar peraturan, Pangeran,” Glenn menyingkirkan tangan Pangeran Christian. “Kau yang setuju dengan peraturan itu.”

“Sampai kapan?”

“Sampai tiba saat yang tepat,” ucap Glenn. “Sebenarnya aku juga ingin cepat kembali. Tapi aku butuh waktu dua tahun untuk mendapatkan pedang milikku sendiri dan butuh waktu tujuh tahun bagiku mengusai ilmu pedang.”

Pangeran Christian mendecak. Dia duduk dengan tidak sabar ke salah satu sofa. “Kau belajar pedang,” katanya perlahan. “Kau harus mengajariku.”

“Kau bisa belajar dari guru lain yang berbakat,” tukas Glenn.

“Sudah lima orang guru dipanggil kemari dan tidak satupun dari mereka yang berhasil. Kau tahu kenapa? Karena mereka tidak tahan dengan tabiatku yang seperti ini,” katanya lagi. Dia menggigit kepalannya.

“Kau seharusnya tidak separah ini. Kau itu orang baik,” Glenn duduk di salah satu kursi dan menatap keluar jendela lalu menghela napas.

“Aku Pangerannya dan kau—” Pangeran Christian berhenti saat Glenn menatapnya. “Intinya, kau harus mengajariku cara main pedang. Aku tak ingin dilindungi terus dan jadi penakut.”

“Kalau itu maumu, aku tak bisa bilang tidak,” kata Glenn mengangkat bahunya.

***

Stacy memasukan pakaian Glenn yang sudah dilipatnya dengan rapi kedalam tas kulit yang dia beli beberapa waktu lalu sambil bersenandung ria. Sesekali dia melirik Glenn yang mengikat akar-akar daun obat dan memilah ginseng-ginseng kecil. Aleph yang memperhatikan gerak-gerak Stacy mengerutkan dahi sambil tersenyum-senyum. Stacy sudah lama menyukai Tuan Mudanya itu, seperti gadis-gadis lain di desa ini, tapi seperti biasanya, tak ada satupun yang tampaknya berhasil memasuki hati Glenn. Aleph pernah bertanya seperti apa gadis impian Glenn, tapi Glenn menjawab pelan.

“Gadis yang tidak banyak bicara, perhatian, baik hati dan lembut. Tidak perlu yang cantik atau punya senyum menawan, kurasa itu sudah cukup bagiku saat ini.”

Dan sepertinya Stacy termasuk dalam kategori gadis impian Glenn masalahnya tak ada tanda-tanda yang menunjukan bahwa Glenn menyukainya. Stacy hampir memenuhi klasifikasi yang pernah disayaratkan Glenn bahkan melebihi namun Glenn tampaknya belum membuka hatinya untuk cinta saat ini.

“Jadi, kau akan tinggal di istana?” Stacy membuka pembicaraan. Dia berdiri dan meletakan tas penuh itu ke pangkuan Glenn.

“Ya,” jawab Glenn.

“Selamanya?”

“Tentu saja tidak. Sesekali aku pasti kembali,” Glenn menggulung lengan bajunya dan memasukan kedua tangannya kedalam ember yang berisi cairan hijau dan dedaunan pakis.

“Tapi kau akan tinggal disana. Jika ada yang sakit aku harus bagaimana?” Stacy juga ikut-ikutan menggulung lengan bajunya.

“Jangan sentuh ini. Kau cari pekerjaan lain saja,” kata Glenn saat Stacy hendak memasukan tangannya. Gadis itu merengut. “Ah, coba kau periksa berapa macam bahan obat yang kita punya saat ini.”

“Kau belum menjawab pertanyaanku,” Gadis itu mengangkat tinggi roknya dan berjalan ke seberang ruangan, membantu Aleph.

Well, Paman Aleph bisa sedikit pengobatan, kau juga bisa. Jadi kalian berdua masih bisa menangani penyakit biasa,” kata Glenn menarik tangannya yang terkena duri dan mengeluh, “Jika penyakitnya parah, masih ada Tabib Liz di seberang perbukitan. Dia juga tak kalah hebatnya. Mungkin wanita itu agak sedikit sombong tapi keahliannya masih bisa diandalkan. Kurasa dia juga tak akan keberatan untuk mengobati orang-orang miskin.”

“Tetap saja tak ada yang bisa menandingi kehebatan Anda, Tuan Muda,” kata Aleph terkekeh dan mengangkat cawan ke atas lemari.

“Benar, Paman. Itu sebabnya dia dibawa ke istana,” Stacy setuju.

“Terserah kalian berdua mau ngomong apa,” gumam Glenn. Dia berdiri dan menyaring cairan daun pakis itu. Bau menyengat tercium hampir keseluruh ruangan. Cepat-cepat Glenn menutup guci berisi cairan pakis itu dan membawanya ke sudut ruangan. “Setelah ini aku tak akan pulang untuk beberapa waktu. Kuharap saat aku kembali nanti, rumah ini tidak berbeda.”

“Aku akan membersihkannya setiap saat!” kata Stacy melonjak-lonjak kegirangan.

“Kuharap juga begitu, Stacy,” Glenn mencuci tangannya dan mengeringkannya dengan segera. Kemudian dia naik ke kamarnya dan mengambil pedang miliknya dan mengikatnya ke pinggang lalu kembali turun ke bawah.

“Jaga rumah kita, Miko,” Glenn mengelus kepala Miko. Anjing itu menggoyang-goyangkan ekornya dengan senang sementara lidahnya menjulur. Glenn berpamitan pada penduduk yang mengantarnya lalu naik ke atas Nheo. Miko menyalak untuk mengantar kepergian Glenn.

Perannya sebagai Kesatria Pangeran Christian dimulai.

***

0 komentar:

Posting Komentar

 
Copyright ::-- Prince Novel --:: 2009. Powered by Blogger.Wordpress Theme by Ezwpthemes .
Converted To Blogger Template by Anshul Dudeja.