RSS
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

Jumat, 10 Desember 2010

Ocepa Kingdom Eps 4

Empat

Aleph menatap Glenn yang sejak tadi pagi menatap bengong ke luar jendela ruang prakteknya dengan dagu ditopang. Sejak Glenn pulang dari pantai dua hari yang lalu, tingkahnya agak aneh. Dia cuma menatap langit jika tak ada pekerjaan, padahal biasanya Glenn membaca atau membuat ramuan.

“Tuan Muda,” Aleph menjentikan jarinya di depan Glenn.

“Ya, Paman?” kata Glenn, kemudian matanya menoleh kearah pintu dan mendapati Alfred ada disana. “Ada perlu apa?”

“Ayahku menyuruhku untuk membawamu ke istana. Dia menyuruhku, kau tahu, kalau tidak aku tak akan sudi untuk ke sini lagi.”

“Kakimu sudah sembuh, kalau begitu?” sindir Glenn.

Alfred mencibir. “Ya, dan aku harus bilang terimakasih padamu kata Ayahku.”

“Kau sudah bilang. Ayo kita pergi.”

Glenn melewati Alfred dan membawa poci yang disodorkan Aleph. Dia melewati pekarangan, menuju Nheo yang terikat di gerbang kayu. Kuda cantik itu sibuk merumput, namun saat melihat majikannya datang ke arahnya, dia menghentak-hentakan kakinya dengan tidak sabar.

“Ya, ya… kita akan jalan-jalan,” kata Glenn lembut mengelus kepala Nheo dengan sayang. Dengan perlahan Glenn meletakan ramuan yang sudah dia rebus untuk sang Pangeran kesisi tubuh Nheo dan setelah dia yakin kalau poci itu aman, dia pun naik ke atas punggung Nheo. Alfred sudah naik terlebih dahulu, kudanya cantik berwarna coklat terang dan kelihatan sangat tangkas. Tapi sepertinya Alfred tidak berniat mengoceh tentang kudanya pada Glenn karena dia sudah terlebih dahulu berlari duluan.

“Dasar anak-anak,” gumam Glenn. “Ayo, Nheo. Chah!”

Nheo berjalan perlahan ketika menuruni bukit. Perintah yang diberikan Alfred tidak menyuruhnya untuk berlari cepat. Alfred terpaksa menunggu Glenn yang tertinggal jauh di belakang dan semakin jengkel.

“Oi! Bisa lebih cepat tidak sih? Kita harus sampai sebelum sore!” teriaknya dengan gigi gemertakan. Dan dia kembali melotot ketika Glenn berteriak mengajak Nheo supaya berlari lebih cepat. Sambil mencibir dengan nada tak sabar, Alfred menyusul dari belakang.

Dengan kecepatan seperti itu tidak butuh waktu tiga puluh menit bagi mereka untuk segera tiba di pintu gerbang istana. Alfred memberikan tanda masuk kerajaan miliknya dan Glenn menunjukan batu yang berlambang kerajaan Ocepa pada mereka.

“Apa isi ramuanmu itu kalau aku boleh tahu?” Alfred tampak tertarik dengan poci yang dibawa Glenn. Wanginya menggoda selera. Sangat manis, semanis buah mangga yang ranum. “Baunya tidak seperti obat.”

“Kau tak akan mau memakannya jika tahu apa isinya. Ini bukan urusanmu. Kau tenang saja, aku tak akan memberikan obat ini padamu,” jawab Glenn pelan.

Alfred memaki lagi dalam hati. Pemuda yang satu ini rasanya lebih parah daripada teman-temannya. Mungkin karena Ayahnya memberi perhatian yang berlebihan padanya. Rasanya menjengkelkan sekali mendengarkan perkataan Glenn yang sama sekali tak bisa dia balas.

Glenn memperhatikan lorong yang mereka lewati. Ada tiang-tiang tinggi yang terbuat dari batu-batu kokoh. Bagian atap kelihatan bersinar dan disepanjang dinding tampak lukisan-lukisan mahal, menambah keartistikan suasana ketika mereka lewat. Alfred memperhatikan Glenn menatap lurus keujung lorong, dimana di ujung satunya kelihatan sebuah kastil yang kelihatan kecil.

“Apa Pangeran Christian masih tinggal di Kastil Aclopatye?” Glenn bertanya tanpa mengalihkan pandangannya dari pemandangan di ujung ruangan. Kastil itu kelihatan berkilau-kilauan karena ditimpa sinar matahari. Kastil Aclopatye merupakan kastil paling kecil di istana itu daripada kastil yang lain tapi kastil itu lebih indah jika dibandingkan dari kastil-kastil yang lain bahkan Kastil Utama tak bisa menandingi keindahannya.

Kastil Aclopatye terlihat di istana bagian barat. Didirikan dengan menggunakan batu pualam yang diasah dan butuh dua puluh tahun untuk membangunnya. Atapnya meruncing dan ada bendera Ocepa di atas berwarna biru dengan gambar ombak di sudut kanannya. Kastil Acolpatye hanya memiliki tiga lantai dengan ruang tidur utama ada di lantai paling atas. Kabarnya pemandangan matahari terbenam hanya terlihat melalui Kastil Aclopatye yang berhadapan dengan lautan.

Namun seumur hidup Alfred tak pernah masuk kesana. “Tak ada yang namanya Pangeran Christian di Negeri ini. Kau ini warga Negara Ocepa tidak sih?,” sahutnya. “Akan kuberitahu, Raja Joseph hanya punya tiga orang Putra, Pangeran Louis, Pangeran Willy dan Pangeran Charlie. Kau sudah bertemu dua diantaranya. Pangeran Willy ada di bagian Selatan. Dia—well, kau tahu,” Alfred mengangkat kedua bahunya, sedikit merasa bersalah tentang apa yang akan dia katakan. “Sedikit bermasalah sehingga dihukum Raja Joseph kesana. Begitulah, kira-kira.” Alfred meneruskan ketika Glenn mengerutkan dahinya. “Aku rasa Pangeran Willy akan jadi orang baik disana. Aku yakin. Raja Joseph tahu apa yang dia lakukan.”

“Aku tidak bertanya,” kata Glenn.

Alfred, lagi-lagi, harus menerima perkataan Glenn. Dia memang tidak bertanya! Tapi, darimana dia tahu tentang Aclopatye?

“Sahabat, kau datang! Ah, apa kabar, Tabib Glenn?” Pangeran Charlie menyambut mereka dengan wajah merekah ketika mereka sudah dekat dengan kamar Pangeran. Glenn dan Alfred membungkukan badan. “Ah, jangan! Jangan begitu! Kita ini berteman. Aku tak suka temanku merendahkan diri. Itu apa?” dia menunjuk poci yang dibawa Glenn. “Wanginya harum.”

“Katanya kau tak boleh tahu,” jawab Alfred cepat sebelum Glenn sempat menjawab. “Dia bilang itu tadi padaku saat aku bertanya.”

“Oooke... kalau begitu,” Pangeran Charlie mengangguk-angguk keheranan. Dia sudah tahu kalau hubungan dua orang ini memang tidak akur, tapi dia tak menyangka bakal separah ini. “Aku harus berterima kasih padamu, Tabib Glenn. Berkat usulmu, Kakakku sudah sedikit lebih enak dipandang. Kau tahu, dia sekarang sudah bebas bergerak walau masih sedikit lemah dan dia lebih banyak makan. Itu bagus untuk badannya. Akhir-akhir ini aku merasa dia seperti kerangka hidup.”

Glenn tidak berkomentar. Tidak ada yang harus dia komentari dari perkataan si Putra Mahkota. Tapi kelihatan jelas sekali kalau Pangeran Charlie sangat menyayangi Pangeran Louis. Tampaknya Pangeran Charlie tidak terlalu berniat pada kekuasaan Raja. Dia membimbing mereka berdua dan tampak bersemangat sekali ketika membuka pintu kamar Pangeran Louis untuk mereka sambil mengatakan bahwa Ayahnya dan Petinggi Kerajaan sudah menunggu mereka.

“Saya membawa Tabib Glenn menghadap, Yang Mulia,” Alfred membungkuk rendah ketika berhadapan dengan Raja. Disana ada Raja Joseph dan Menteri-menterinya, kali ini jumlahnya lebih banyak; ada Menteri Pertahanan, Menteri Penerangan, Menteri Perpajakan, Menteri Pendidikan, Menteri Kesehatan, Menteri Hubungan Kerjasama Luar Negeri dan Penasehat Raja ditambahi dengan Perdana Menteri. Jendral Rodius yang ada disisi Raja Joseph tersenyum ketika matanya berhadapan langsung dengan mata Glenn.

“Ah, Tabib Glenn!” Raja Joseph bangkit dari tempat tidur Pangeran Louis dan menyambut Glenn secara langsung. Dia mengadahkan tangannya dan menepuk-nepuk bahu Glenn. “Selamat datang kembali. Bagaimana keadaanmu?”

“Saya sehat, Yang Mulia, seperti biasa memberikan sedikit pertolongan pada rakyat jelata,” jawab Glenn merendah.

“Rodius sudah menceritakan kisahmu padaku dan aku sungguh takjub. Kau ini pahlawan Negara. Pemuda sepertimu harusnya ada disini,” Raja Joseph menggiringnya ke sisi tempat tidur Pangeran Louis.

Raja Joseph mendesah bahagia.

“Kau lihat keadaan anakku? Sejak kau memeriksanya tiga hari yang lalu, kondisinya jauh lebih baik. Dia sekarang sudah bisa menggerakan tangan dan kakinya. Ini semua berkatmu, Tabib Glenn.”

“Anda terlalu berlebihan, Yang Mulia. Saya hanya menerapkan apa yang saya pelajari dan ketahui sedangkan Pangeran Louis yang berusaha.”

“Kau sangat rendah hati!” Raja Joseph kembali menepuk bahu Glenn. “Ayo, sekarang periksa dia. Aku ingin melihat keajaiban yang kau buat.”

Glenn melirik sekilas kearah Tabib Istana dan pelayannya yang kelihatan jengkel, lalu pada Pangeran Louis yang tersenyum padanya. Wajahnya tidak pucat kekuningan seperti dulu, kali ini merona kemerahan. Sepertinya mereka benar-benar mendengar perkataan Glenn.

“Aku tak mau kau meminta izin untuk menyentuh tubuhku. Kau Tabibnya dan kaulah yang paling mengerti tentang sakitku, Tabib Glenn,” kata Pangeran Louis ketika melihat Glenn agar ragu mendekatinya.

“Kalau begitu saya tak akan segan lagi, Yang Mulia,” kata Glenn. Dia meletakan poci yang dia bawa ke atas meja disisi tempat tidur Pangeran Louis dan mulai memeriksa kembali denyut nadi si Pangeran.

“Kemarin aku lupa bertanya padamu, siapa nama lengkapmu?” Pangeran Louis bertanya dengan nada lembut. Suaranya harmonis dengan wajahnya. Merdu dan dalam.

“Bukankah Anda sudah tahu, Yang Mulia? Kenapa bertanya kembali?” Glenn sengaja tidak menatap mata Pangeran Louis dan sibuk dengan pergelangan tangannya. Dia butuh konsentrasi tinggi untuk merasakan perubahan yang terjadi dalam denyutan nadi si Pangeran.

“Ya, aku mendengar kehebatanmu dari Jendral Rodius dalam kurun dua hari ini sewaktu kami jalan-jalan subuh. Tapi alangkah tidak sopannya jika kita tidak berkenalan secara langsung, padahal kau sudah mengobatiku.”

“Itu bukan masalah besar, Yang Mulia. Saya hanya seorang Tabib, rakyat jelata dan tugas sayalah membantu Anda.”

Pangeran Louis tertawa. “Kau memang pandai berkata-kata. Apakah begitu susah mengatakan namamu?”

Glenn menyerah. Setelah dia selesai memeriksa denyutan nada si Pangeran, dia kembali menatap si Pangeran dan tersenyum, “Nama saya Glenn Haistings, Yang Mulia. Senang bertemu dengan Anda.”

“Usiamu?”

“Enam belas tahun.”

Jawaban yang mengejutkan. Menteri-menteri itu kelihatan kaget dan terheran-heran, bahkan Raja Joseph sampai melotot tak percaya. Dia menatap Jendral Rodius, meminta penjelasan. Tapi rupanya Jendral Rodius cuma mengangkat bahu sambil tersenyum-senyum.

“Kau muda, tampan dan cerdas serta paham pengobatan. Darimana kau belajar pengobatan sebelumnya?” Pangeran Louis kelihatan tertarik dengan Pemuda yang ada di dekatnya.

“Hanya dari seorang Guru Pengobatan biasa, Yang Mulia.”

“Dimana?”

“Axantos.”

“Axantos? Kau bisa bahasa Axantos?” Pangeran Louis terkaget-kaget lagi. Tapi itu bukan pertanyaan yang akan dia utarakan, “Siapa nama Guru-mu?”

“Loerian Moustiqe, Yang Mulia.”

Alfred melotot ketika mendengar nama itu. Itu bukan nama biasa. Loerian Moustiqe terkenal sebagai Guru Pengobatan Terbaik di .Axantos. Banyak yang meminta menjadi muridnya tapi rupanya dia lebih suka memilih murid sendiri. Jika Glenn terpilih, berarti Glenn memiliki sesuatu yang tidak ada pada kandidat yang lain. Dan ternyata bukan hanya Alfred yang terkaget-kaget, tapi juga Raja Joseph, para Menteri dan Jendral Rodius, Ayahnya sendiri.

“Berapa lama kau belajar darinya?” Raja Joseph begitu penasaran dan melangkah cepat kesamping Pangeran Louis. Begitu mendengar kalau Glenn ada murid dari Loerian Moustiqe, tanpa bisa dibendung lagi, harapannya mengalir pada anak muda itu. Tidak bisa dipungkiri lagi bahwa anak muda itu sudah mencuri perhatiannya sejak pertemuan pertama. Perkataan yang sopan dan santun, wajah yang tampan dan tenang, perawakan yang bersih dan berwibawa, tak ada yang bisa menandinginya bahkan bangsawan yang ada disekelilinya. Baginya anak muda itu kelihatan lebih bersinar, apalagi begitu dia mengetahui kalau anak muda itu adalah cendikiawan muda yang sangat berbakat tanpa rasa takut.

“Saya belajar pengobatan selama lima tahun sejak berusia delapan tahun. lalu beliau meminta saya untuk kembali kesini. Katanya, menghadapi banyak orang akan menambah pengetahuan saya sendiri. Masih banyak yang harus saya pelajari. Dia berpesan pada saya kalau pengalaman lebih baik daripada buku yang dibaca.”

Perkataannya benar-benar membuat seisi ruangan itu terkesan.

“Pangeran,” Glenn mengalihkan tatapannya pada Pangeran Charlie. “Saya memberikan kepercayaan kepada Anda untuk memberikan obat yang ada di poci itu pada Pangeran Louis tiga kali sehari setelah makan. Pastikan Pangeran Louis meminum anggur segelas setelah meminum obat itu, efeknya akan lebih mujarab.”

Pangeran Charlie yang tiba-tiba diberi tugas seperti itu mengerjap-kerjapkan matanya karena kaget.

“Kenapa harus Pangeran Charlie? Aku bisa melakukannya,” kata Alfred sebal.

Glenn tersenyum lagi.

“Dari tanggung jawab yang kecil dapat membawa Pangeran Charlie ke tanggung jawab yang besar. Lagipula,” kali ini dia menatap Pangeran Charlie. “Apa salahnya jika Adik memberikan obat pada Kakaknya?”

Alfred menarik napas, berusaha menahan amarahnya.

“Baiklah, akan kulakukan.” Pangeran Charlie setuju. “Lalu, apa yang akan terjadi jika pocinya sudah habis?”

“Jangan khawatir Pangeran, saya akan datang ke sini Minggu depan untuk melihat efeknya, siapa tahu minggu depan Pangeran Louis sudah sembuh.” Glenn tersenyum lagi. “Saran saya sebelumnya juga harus dijalankan. Sinar matahari sangat baik untuk tulang Anda yang melemah, Pangeran.”

“Akan kuingat. Kurasa aku harus berkunjung ke rumahmu, Tabib Glenn, untuk mengucapkan terima kasih jika aku sudah sehat nanti.”

“TIdak perlu, Yang Mulia. Anda cukup memberikan yang terbaik saja untuk rakyat dan itu sudah cukup bagi saya.” Kata Glenn. “Lagipula, rumah saya yang kecil dan kotor sama sekali tak cocok untuk Anda datangi.”

“Ah… kau terlalu merendah.”

***

Bulan sabit sudah muncul di balik awan gelap. Glenn melewati lorong bertiang yang berbayang-bayang dengan cepat. Ini diluar dugaannya, dia dipaksa untuk bercakap-cakap dengan Raja dan dipaksa diam disana lebih dari dua jam. Aleph pasti sudah mencemaskannya, tidak biasanya dia pulang setelat ini kecuali mengurusi orang sakit yang sekarat.

Ada kecemasan lain yang dia rasakan, jika ada penduduk yang sekarat dan dia tak ada disana, maka kacaulah semuanya.

“Kau belum akan kembali?”

Langkah kaki Glenn berhenti. Dia menoleh ke belakang dan mendapati anak laki-laki yang waktu itu ada disana, bersandar di dinding yang diliputi kegelapan sambil memeluk buku besar. Glenn begitu terburu-buru sampai tidak menyadari kalau ada orang disana.

Anak laki-laki itu menatap Glenn yang tidak menjawab pertanyaannya. Dengan bibir gemetar dia berkata, “Ini sudah sepuluh tahun tapi Permaisuri mungkin masih mengenalimu.”

Glenn menelan ludah. Tidak mungkin…

“Aku cuma mau bilang itu,” dan dia berbalik pergi menerobos kegelapan.

***

0 komentar:

Posting Komentar

 
Copyright ::-- Prince Novel --:: 2009. Powered by Blogger.Wordpress Theme by Ezwpthemes .
Converted To Blogger Template by Anshul Dudeja.