RSS
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

Senin, 23 Maret 2009

Charlie Eps 3

written by: Prince Novel

        CHARLIE

3.

Charlie the Cute-guy

Anak manis ini akan jadi model baru kita saat ini. Namanya Charlie,” Diaz memperkenalkan aku pada orang-orang yang ada di ruang pemotretan. Sekilas mereka hanya menatapku secara sekilas.

Pake kacamata?” kata orang yang ada diseberang. “Nggak bisa dilepas apa?”

Justru karena dia pakai kacamata makanya jadi makin manis kan?” Diaz membelaku. “Dia diperbolehkan memakai kacamata. Kalau dilihat dari bentuk tubuhnya, sih lebih oke kalau dia memakai baju-baju besar.”

Boleh juga, tuh,” kata Adi melihat ke arahku. Matanya berbinar-binar saat melihatku. “Kau benar-benar manis Charlie. Dulu Papamu juga kutawari buat jadi model, tapi dia lebih suka jadi editor. Apa enaknya sih jadi editor?”

Aku menelan ludah saat dia mengelilingiku.

Charlie, bagaimana jika kau melepas topimu? Aku mau melihat bentuk kepalamu.”

Aku, dengan tangan yang gemetar, melepas topi yang ada di kepalaku.

Wah! Manis!” kata Tyan yang ada disudut ruangan. “Kau kayak cewek, Charlie!”

Aku kan emang cewek, batinku dalam hati.

Aku menatap Diaz yang juga melihatku tanpa berkedip. Apa aku salah lihat ya? Aku bisa melihat kalau dia terpesona padaku! Hohoho! Eh, tunggu dulu, tidak seharusnya aku senang. Kalau dia terpesona padaku dan jatuh cinta padaku dalam wujudku yang seperti ini bisa gawat kan?

Apa lihat-lihat?” kataku pada Diaz dengan suara dalam. Aku sudah berlatih untuk membuat suaraku seperti suara laki-laki atas bantuan Papa dan sekarang sukses besar!

Aku hanya memastikan wajah modelku,” kata Diaz menempelang kepalaku. “Jangan sampai aku melihat ada botak di kepalamu.”

Sialan,” gumamku memegang kepalaku yang dia tempeleng. “Awas kau!”



Aku harus menjaga tingkahku disini, jika ada kesalahan sedikit saja—misalnya bertingkah laku seperti cewek—maka aku akan habis! Kau tahu maksudku kan? Diantara cowok-cowok ini, walaupun dari antara mereka ada yang berhati wanita—aku harus berhati-hati, soalnya amat berbahaya sekali. Jangan-jangan disini ada yang homo, lagi! Idih, amit-amit!

Ini kostummu, Charlie. Butuh bantuanku untuk memakainya?” kata Adi memberikan aku lipatan kain berwarna biru.

Tidak terimakasih.” Aku mengambil kostum itu dari tangannya dan cepat-cepat kabur sebelum hal buruk terjadi. Hiiiiii…..

Adi, kau membuatnya takut,” kata Tyan terkekeh-kekeh.

Aku menghembuskan napas lega saat ada di ruang ganti. Papa memang sudah bilang kalau aku tidak perlu memaksakan diri, tapi aku juga tidak mau dia dipecat karena aku. Lagipula aku juga kepengen punya uang jajan yang banyak. Mumpung ada kerjaan sebaiknya dimanfaatin aja, ya kan?”

Aku melihat diriku dicermin. Wajahku memerah. Wah, ternyata aku benar-benar cakep kalau jadi cowok—walaupun tubuhku kecil, sih.

Aku punya rambut hitam yang luwes, kulit putih, mata hitam yang bening, senyuman menawan dan sekarang ditambahi dengan pakaian yang seperti aktor, aku benar-benar keren!!

Charlie, sudah belum?” Adi menggedor pintu.

Aku datang,” kataku buru-buru memakai kacamataku. Uuh, aku benci pakai kacamata, membuatku tidak bebas bergerak

Para anggota Diaz diam terpaku saat melihatku. Diaz sendiri memutar-mutar kameranya sebelum menjepretkannya padaku.

Jangan tiba-tiba memotretku!” kataku sebal karena mataku jadi berkunang-kunang akibat lampu blitz kameranya. “Huh! Mataku jadi kering tahu.”

Kau harus membiasakannya,” kata Diaz enteng. “Kau tunggu disini, ya, aku harus mengambil gambar Eugene dan Tyan dulu.”

Aku melihat Tyan dan Eugene sudah ada di tempat mereka dengan latar belakang kain hitam dan pencahayaan yang menyilaukan membuat mereka kelihatan sangat bersinar. Hm… mereka memang keren, tapi perutku lapar. Selesai pulang skeolah buru-buru kesini dan langsung ganti kostum. Mana belum sarapan lagi…

Kak, Kak.”

Aku tersadar dari lamunanku saat ada anak kecil mendatangiku.



Ya?” kataku.

Ada permen tidak?”

Permen?” aku mengulang.

Aku lapar…”

Sama, dong, batinku. Kuperhatikan anak kecil berambut coklat kepirangan itu. Lucu sekali. Aku bangkit dan membawanya menuju ranselku. Kalau tidak salah ada coklat di dalam tasku.

Nih, untukmu,” kataku memberikannya.

Makasih, ya.” Dia mengecup pipiku dan berlari keluar dengan riangnya.

Kruyuuuuuuk…

Aku memegang perutku sendiri. Aduh, lapar… aku memang terlalu baik sama anak kecil.

JEPRET

Aduh, tolong, deh. Berapa kali sih harus kukatakan?

Diaz! Kau nggak punya kerjaan selain memotretku tiba-tiba?” bentakku naik pitam. Tapi aku langsung menutup mulutku setelah tahu kalau ternyata bukan Diaz yang mengambil gambarku, tapi orang lain.

Apa, sih?” kata Diaz dari tempatnya. Dia mengecak pinggang dengan wajah penuh tanda tanya. Tyan dan Eugene yang sedang memasang pose cool terbengong.

Eh?” aku sendiri bingung saat cewek di depanku—yang ternyata baru kusadari kalau dia memegang kamera dan memotret aku—memasang wajah ketakutan. “Siapa kau?”

Eng…a-anu,” katanya ketakutan.

Aduh, aku jadi nggak enak hati saat melihat wajahnya yang ketakutan. Apalagi dia mau menangis. Ini gara-gara Diaz yang sesuka-sukanya mengambil gambarku, aku jadi paranoid, deh.

Maaf, kupikir Diaz,” kataku pelan.

Anu, aku boleh mengambil gambarmu lagi?” katanya ketakutan.

Heh?”

Aku melihat kameranya, tangannya gemetaran. Memangnya dia bisa mengambil gambarku dengan tangan gemetaran begitu? Huh!



Maaf, tidak.”

Aku buru-buru menyingkir. Dia mengikutiku. Aduh, mau apa, sih tuh, cewek?

Anu…”

Ya?”

Boleh mengambil gambarmu kan?”

Tidak.” Kataku reflex.

Tapi—”

Kau dengar tidak, sih? Aku bilang tidak ya tidak!” bentakku. Oh, no! kulihat dia meneteskan air mata dan orang-orang yang ada di ruangan itu termasuk Diaz juga menoleh ke arahku. “Eh, anu, aku—aku tidak bermaksud…”

Kumohon, satu gambar lagi…” katanya.

Cuma satu gambar saja kok pelit, sih,” kata Eugene dari tempatnya. “Berisik sekali. Sama cewek lembut dikit, dong, Charlie!”

Kamu juga harus lembut padaku, dong, batinku sebal.

JEPRET

Aku mengerjapkan mataku. Oh, Tuhan…

Jangan sembarangan mengambil gambarku, ya!” gerutuku sebal. Aku mengusap-usap mataku yang sekarang mulai gelap. Aduh, kurang kerjaan!

Makasih, ya?” kata gadis itu menghambur keluar. Saat dia ada di depan pintu, dia memunculkan kepalanya lagi dan berkata dengan suara yang cukup keras. “Kau tampan sekali!”

Aku mengucek-kueck mataku, aduh kalau terus begini aku benar-benar bisa pake kaca mata nih. Aku melangkah dengan sebal dan terjatuh karena tas besar yang ada di lantai.

Kau nggak apa-apa, Charlie?” kata orang yang membantuku berdiri. “Aduh, maaf sekali ya, aku sembarangan meletakkan tasku disini.”

I-iya,” kataku memgang kacamataku. Dan aku melotot saat melihat kacamataku yang mengeluarkan butiran-butiran pasir. “PECAH??”

Eh? Aduh, kaca matamu pecah, ya? Ma-maaf,” orang yang menolongku tampak panik. “Aduh, gimana, nih?”



Aku melihat kacamata yang kupegang. Kacamata Mama, dulu punya Mama, sekarang pecah. Gimana, nih? Satu-satunya harta yang kumiliki dari Mama. Mataku sekarang kabur, aku menyeka air mataku yang mulai keluar.

Eh, Charlie? Jangan nangis, dong!” katanya panik. “A-aku perbaiki, deh.”

Nggak apa. Aku perbaiki sendiri aja,” kataku pelan. Rasanya semangat hidupku melorot drastic. Aku berdiri dengan lunglai. Kuperhatikan kacamata Mama yang pecah, gimana cara memperbaikinya, ya? Kalau dibilang sama Papa dia pasti marah besar.

Aduh, cuma kacamata doang!” Eugene kearahku sambil mengecak pinggang. “Nanti aku beliin yang banyak, deh! Masa gitu aja nangis. Kau benar-benar kayak perempuan!”

Iya, ya,” kataku pelan. Dia tidak mungkin menyadari betapa berartinya kacamata tu bagiku. Bahkan sangat berarti bagiku yang selama ini tidak pernah merasakan kehangatan Mama.

Sekarang kita pakai kacamata lain aja, deh. Kau bisa kan, Charlie?” kata Tyan menyikut perut Eugene supaya dia diam.

Iya.”

Semuanya kembali ke posisi masing-masing,” kata Diaz mengambil keadaan. “Charlie, jangan manja, deh. Kacamatanya nanti aku yang memperbaiki. Sekarang berikan kacamatanya.”

Nggak, terimakasih, Diaz,” kataku memegang kacamata itu dengan tangan gemetaran. “Lebih baik kalau aku minta pada Papa saja.”

Dasar anak Papi!” Eugene menempelengku.

Kau ini tidak pengertian!” Tyan berbisik pada Eugene sambil menginjak kakinya. Dia memelototi Eugene, menyuruhnya untuk diam.

Aku hanya bisa menghela napas saat mulai bekerja dan beraksi sesuai permintaan Diaz. Aku tidak tahu hasilnya bagus atau tidak, tapi Diaz marah-marah terus saat aku salah bergerak sedikit saja. Entah apa maunya. Dia selalu membuatku sebal.

Pecah, Pa,” aku menunjukan kacamata Mama pada Papa. Papa mengamati kaca mata itu sejenak. Dia mengerutkan dahi. “Bisa diperbaiki nggak?”

Bisa.” Kata Papa manggut-manggut. “Ini kacamata punya Mama kamu kan?”

Aku manggut-manggut.

Anak baik, Papa akan minta kenalan Papa untuk memperbaiki ini dalam keadaan semula jadi kau tidak perlu cemas seperti itu. Bagaimana pekerjaanmu?”



Entahlah.”

Memikirkan pekerjaan berarti aku harus memikirkan Diaz, si fotografer nyebelin itu. memikirkan dia saja sudah membuatku mual. Huh!

Papa akan lihat hasilnya nanti di Jepret, semoga hasilnya bagus ya?” kata Papa megusap-usap kepalaku. Aku hanya mengangguk dalam dia. Mudah-mudahan saja bagus.

***

Pagi, Charlie! Lihat, nih ada hot news baru!” Carla datang dengan wajah sumringah dan membawa-bawa majalah. Dia sangat semangat sekali saat dia berlari kearahku. Ada apa, sih? Ada sesuatu yang menarik, ya?

Apa?” kataku datar.

Ini. Cowok itu muncul lagi di majalah Jepret! Keren banget!” katanya menunjukan cover majalah itu ke depan hidungku. Aku melihat foto diriku sendiri di depan majalah itu. “Manis kan? Aku yakin kau pasti jatuh cinta!”

Cih, masa’ aku harus jatuh cinta pada diriku sendiri, sih?

Aku melihat foto itu dan baru menyadari kalau aku tampak amat keren disitu. Aku sedang berpose manis seakan ada di sekitar hujan yang dingin dengan syal yang melilit di leherku. Ternyata aku bisa juga ya kelihatan manis.

Cowok ini cute, banget!” kata Carla lagi memeluk majalah itu erat-erat.

Ups, tapi tetap aja aku dalam versi cowok disitu. Bisa gawat kalau aku ketahuan.

Namanya Charlie. Eh, mirip dengan manamu, ya, Cahrlie,” kata Carla lagi saat melihat nama sang model yang ada di bawah foto. “Itu karena namamu kayak cowok, sih. Paman Bram nggak bisa ngasih nama yang bagus untukmu, ya?”

Sialan!

Tapi cumin fotonya, doang,” Carla mengeluh lagi. “Andai saja ada profilenya. Aku juga kepengen ketemu sama fotograpernya, nih. Kayaknya genteng, deh.”

Jelek gitu dibilang ganteng,” gumamku mengingat-ingat wajah Diaz yang menyebalkan.

Eh? Bilang apa barusan?”

Nggak.”

Aku harus berhati-hati nih. Sebenarnya sampai kapan masalah ini bakalan selesai, ya? Kontrak kerja dengan Santiago cuma setahun, jangan-jangan bakal ada lagi tawaran kerja.



***

Charlie, bukumu ketinggalan, nih,” Tyan memanggilku dari ujung lorong saat aku hendak masuk ke dalam ruang ganti.

Oh, makasih, ya,” kataku mengambil buku Fisikaku yang ketinggalan.

Ternyata Charlie itu memang nama aslimu, ya,” kata Tyan lagi. Aku melongo heran, apa maksudnya coba? “Aku pikir kau menyamar jadi cowok dan memakai nama Cahrlie sebagai nama samaran, ternyata aku salah.”

HAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAA??

Aduh mampus! Ternyata Tyan menyadarinya, ya? Tapi, kelihatannya nggak masalah, deh soalnya dia udah melihat kalau nama dibuku pelajaranku sama dengan nama yang kubeberkan. Selamat. Ternyata malaikat masih bersamaku.

Kupikir Cahrlie masih SMP, ternyata sudah SMA, ya? Badanmu kecil, sih.”

Sori, deh kalau aku kecil,” kataku sebal.

Nggak masalah, kok, toh kau sekarang jadi model yang disenangi. Kau tidak tahu, ya kalau namamu sekarang dibicarakan publik?”

Ha? Apa maksudmu?” kataku heran.

Sekarang kau punya julukan baru dikalangan anak perempuan ‘Charlie The Cute-Guy’. Selamat, ya, Charlie, sepertinya kau bakal punya fans club.”

Yang benar saja. Charlie The Cute Guy? Memangnya nggak ada julukan lain?

Sebaiknya kau cepat, deh. Diaz dari tadi uring-uringan. Aku masuk duluan, ya?”

Aku melambai lemah pada Tyan yang berlari pergi. Aku menghela napas. Baiklah, aku harus semangat! Karena sekarang aku sudah jadi model aku harus bisa membuat fans senang! Yosh, semangat!

***



0 komentar:

Posting Komentar

 
Copyright ::-- Prince Novel --:: 2009. Powered by Blogger.Wordpress Theme by Ezwpthemes .
Converted To Blogger Template by Anshul Dudeja.