RSS
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

Senin, 14 Mei 2012

StarBoy Eps 7


STAR BOY
by: Prince Novel
=====================================


7.

Shan

            Kedua saudara itu mungkin sudah lama berpisah. Tapi anggota StarBoy tahu kalau hubungan mereka tidak baik dan tampaknya cara mereka berpisah juga sama buruknya dengan kepribadian mereka. Satu Reon saja sudah cukup memusingkan, apalagi dua yang sifatnya ternyata tak kalah dengan Reon.
“Reon!” Leon tidak menyerah. Dia membuka pintu dan mengejar Reon yang buru-buru kabur. Dengan gesit dia menarik Reon untuk berhadapan langsung dengannya. “Tak bisakah kau mengenyampingkan egomo yang kelewat besar itu cuma untuk bertemu Mom?”
“Tak bisa! Pergi dari sini dan jangan ganggu aku!”
“Mana bisa!” Leon ngotot. “Kalau kau tak mau pulang, aku sendiri yang akan mendeportasimu dari sini!”
“Coba saja kalau kau bisa!”
Suara teriakan mereka berdua menarik perhatian yang berlebihan. Beberapa siswa menatap kearah mereka dengan rasa ingin tahu dan kekagetan karena melihat ada dua Reon. Andrean yang lebih dulu mengejar mereka segera menyeruak ke tengah-tengah.
“Hentikan! Jangan buat keributan disini!” katanya. Rasa cintanya pada Reon lebih besar dari rasa cintanya pada music. Dia fans berat dari Reon jadi wajar saja jika dia memihak Reon.
“Jangan ikut campur!” Leon memelototi Andrean. Andrean dalam sekejap mundur, tidak seperti saat melihat Reon. Dengan cepat Reon menyingkirkan Andrean dari hadapan Leon.
“Kau jangan membentaknya!” bisik Reon tajam. Flo merasakan kalau ada aura neraka yang tiba-tiba muncul dari punggung Reon. Dalam sekejap dia merinding. “Kuberitahu padamu, jika aku bilang tak mau pulang maka aku tak akan pulang. Ini bukan masalahmu dan tak akan pernah menjadi masalahmu. Kalau kubilang Mom akan baik-baik saja tanpa aku maka dia akan baik-baik saja. Dia lebih memilih kau. Apa kau lupa?”
Leon menelan ludah. Melihat tatapan marah Reon membuatnya jadi ciut dalam beberapa saat. “Tapi kau harus pulang!” dia masih keras kepala.
Reon memberikan tatapan bengisnya pada Leon untuk membuatnya diam. Efektif. Leon tak berkata apa-apa lagi. Dia terpaku beberapa saat dan Reon pergi sambil menarik Andrean.
***
Flo memang punya rasa ingin tahu yang tinggi. Hanya saja rasa ingin tahunya sering pada saat yang salah. Contohnya kali ini. Dengan entengnya dia mengundang Leon ke Loker StarBoy dan bertanya padanya tentang apa yang terjadi tanpa adanya basa-basi. Dalam sekejap keganasan Leon menguap.
“Jadi, kalian itu teman-teman Kakakku yang menyebalkan itu?” katanya sinis sambil melipat tangan. “Apa kalian yang menahannya di Indonesia?”
“Tuduhan yang tidak beralasan,” kata Alex menutup agenda Osis. “Dia baru datang sekitar dua bulan yang lalu dari Australia ke sekolah ini.”
Flo tampak bersemangat. “Kau mirip Reon!” katanya senang.
“Matamu buta ya? Kami kembar! Tentu saja kami mirip!” Leon kesal.
“Bukan itu maksudnya,” Zacky melompat dari kursinya dan menatap Leon lekat-lekat. “Baumu sama seperti Leon. Aneh… kembarnya begitu mirip luar dalam.”
Leon mengangkat kedua alisnya. Apa maksudnya? Ah, tak penting. “Bisa kalian beritahu dimana alamatnya? Aku tak punya banyak waktu untuk berlama-lama disini. Minggu depan aku ada pertandingan. Sialan. Disaat begini kenapa Mom malah memintaku menyuruh si Brengsek itu buat pulang? Bikin repot saja.”
Kali ini Flo menaikan alisnya. Ada hal yang membuatnya bingung. “Hei, aku mau tanya, kau ya yang mengirim surat beramplop biru itu pada Reon?”
Leon menaikan alisnya. “Ya. Kau membacanya?”
“Mengintip sedikit,” gumam Flo. “Aneh, di surat itu sepertinya kau sangat penyayang dan lemah lembut. Apa ini sifat aslimu?”
“Kalau tidak seperti ini dia akan sok hebat,” kata Leon. “Aku sudah hampir melayangkan tinjuku padanya. Kalau besok dia tak mau pulang juga, kuracuni dia.”
Dia benar-benar iblis! Batin Esar.
Leon bangkit. “Sudahlah. Alamatnya akan kucari sendiri. Dia pasti buat alamat palsu. Entah apa maksudnya berbuat begitu.” Dia pergi sambil membanting pintu.
“Aku tidak menyukainya,” kata Flo setelah hening beberapa saat.
***
“Kenapa aku ikut-ikutan menarik tanganmu sih?” Reon mendesah ketika melihat Andrean yang ada di belakangnya saat mereka ada di parkiran. “Kembali ke Loker sana.” Reon mengambil helmnya dan menaiki motor besar miliknya.
“Kau mau kemana?” kata Andrean.
“Kemana saja. Moodku buat belajar hilang. Kenapa sih anak itu harus datang ke sekolah? Bikin jengkel saja,” gerutu Reon, dia menstater motornya.
“Leon itu adikmu kan? Kalau tak salah dia itu atlet taekwondo kan?”
Reon mengerjap. Bagaimana mungkin Andrean bisa tahu mengenai hal itu?
“Iya. Memangnya kenapa?”
“Agak heran saja kenapa dia jadi atlet taekwondo padahal dia punya sifat yang lembut sedangkan kau jadi musisi padahal kau sangat kasar.”
Reon kaget kali ini. “Darimana kau tahu kalau dia punya sifat lembut?”
“Hanya menebak,” kata Andrean mengangkat bahunya.
Well, karena dia lembut, Ayahku tak mau dia jadi cengeng karena itu dia memaksanya jadi atlet sedangkan aku yang brutal ini dia paksa jadi musisi. Mungkin maksudnya baik, tapi hasilnya nihil. Kau sekarang bisa lihat jadi apa kami sekarang kan?”
Andrean memutar matanya. “Aku tetap tak mengerti”
Motor Reon menderu dan dia melesat meninggalkan Andrean di arena parkiran. Andrean mengerucutkan bibirnya.
“Tapi Reon,” gumamnya. “Kau sangat ahli memainkan biola yang lembut. Itu artinya kau tidak brutal kan?”
***
Dipo merupakan kepala preman. Dia suka agar Reon menuruti keinginannya. Namun, ada beberapa hal yang membuat anak Australia itu berbeda dari biasanya. Kali ini dia sama sekali tak bisa diajak kompromi, apalagi diancam.
“Bad mood?” kata Dipo memberikan sebotol bir pada Reon. Reon menaikan alisnya. “Minumlah. Ini gratis. Aku tak akan bilang walimu kalau kau minum.”
Reon menepis tangan Dipo. Botol itu jatuh menghantam lantai.
“Bagaimana kalau hari ini kita main Reon? Satu lawan satu. Peraturannya kau buat sendiri,” kata Dipo lagi meremas jemarinya. Reon memberikan tatapan mengerikan padanya. “Tidak mau ya? Hari ini sepertinya kau pendiam sekali. Tak biasanya kau datang ke pub pada saat jam belajar.” Sindir Dipo. “Oi!” dia memanggil salah satu budaknya. “Bersihkan ini!”
“Dipo, aku mau keluar dari geng,” kata Reon.
Dipo duduk disebelahnya. “Kenapa tiba-tiba kau mau keluar?”
“Aku tak mau berkelahi lagi,” kata Reon.
“Wow!” Dipo bertepuk tangan. “Sejak kapan kau berubah? Luar biasa!”
Reon bangkit. Dia tak mau berlama-lama di tempat Dipo. “Aku cuma mau bilang itu. Jangan hubungi aku lagi. Kalau kau memintaku berkelahi dengan cara mengancam waliku, akan kupastikan adik perempuanmu tak akan selamat.”
Dipo menelan ludah. “Kau—”
“Kaget? Kemarin adikmu menyatakan cintanya padaku dan mengaku kalau kau adalah kakaknya.” Reon tersenyum penuh kemenangan “Jangan sentuh waliku maka aku tak akan menyentuh adikmu. Apa kau mengerti?”
Reon menghela napas. Akhirnya setelah sekian lama dia berhasil lepas dari geng bermotor sialan itu. Dia duduk di salah satu palang jalanan dengan tangan di atas kepala. Pikirannya tiba-tiba melayang pada masa kelam yang ingin segera dia lupakan.
Kejadian yang telah dia janjikan pada diri sendiri tak akan diulanginya lagi untuk kedua kalinya.
Mengingat itu membuatnya mual.
“Reon,” seseorang menepuk bahunya. Flo berdiri tepat disampingnya dengan dahi mengerut dan tangan berisi penuh dengan bungkusan. “Ngapain kau disini?”
“Aku—kau sendiri?” Reon balik bertanya.
“Aku beli jajanan untuk nonton bareng yang lain,” kata Flo memerhatikan Reon dengan lebih teliti. “Kau juga ikutan dengan kita. Kau kan anggota StarBoy.”
“Nggak. Makasih,” Reon bangkit, berjalan menjauhi Flo. Tapi Flo memang keras kepala, dia mengekor di belakang Reon dan mulai mengatakan sesuatu yang tak ingin Reon dengar.
“Tadi kami bicara sedikit dengan adikmu, Leon,” Flo memulai. “Aku menyukainya. Dia sama sepertimu. Kalian memang kembar sejati.”
“Oh.”
“Tapi Leon sama sekali tak senang saat kami bicara sedikit dengannya. Kau tahu, dia begitu ingin membawamu pulang. Dia mengatakan sesuatu soal Mamamu. Dia bilang Mamamu sakit dan memintamu untuk pulang. Maksudku, apa kau tak pernah khawatir pada Mamamu? Bagaimana kalau Mamamu tiba-tiba mati dan kau menolak untuk menemuinya? Dan lagipula, aku sedikit penasaran. Leon itu, bagaimana ya mendeskripsikannya, juga tak senang disuruh datang. Dia menceritakan soal pertandingan. Memangnya adikmu ikut pertandingan apa? Tangannya keras sekali—”
“Flo!” Reon berteriak jengkel sehingga pengguna jalan menoleh keheranan pada mereka. “Dengar, aku sama sekali tak ingin mendengar apapun soal Leon dan keluargaku.”
“Loh? Kenapa?”
“Kau tak mengerti apa yang terjadi pada keluargaku, Flo.”
“Kalau begitu ceritakan maka aku bisa mengerti.”
“Ini tak semudah yang kau pikirkan,” gerutu Reon jengkel. Dia kembali memasukan tangannya ke saku celana dan berjalan kembali menjauhi Flo.
Flo masih mengikuti dari belakang. “Aku akan mendengarkan.”
“Aku tak akan mengatakan apa-apa!” tukas Reon.
“Kalau kau tak mengatakan apapun, bagaimana kami bisa mengerti?” gerutu Flo menghadang langkah Reon.
Reon terpaksa harus berhenti kembali. Dia menatap Flo dengan kesal sementara tangannya mengepal keras. Dia berupaya sekuat tenaga untuk tidak memukul Flo.
“Aku juga dulu orang yang keras kepala,” kata Flo. “Kerjaku cuma berantem dan membuat yang lain kesal. Tapi lihat seperti apa diriku sekarang.”
“Aku tak melihat ada banyak perubahan,” balas Reon.
Flo mendecak jengkel. “Ok. Aku memang tak banyak berubah. Tapi aku punya banyak teman sekarang. Dan aku merasa hidupku lebih baik.”
Reon tertawa sinis. “Oh, ya, teman-temanmu itu mendengarkanmu karena kau lebih jago berkelahi dibandingkan mereka. Kau tak pernah tahu apa yang mereka pikirkan karena kau selalu memaksakan kehendakmu pada setiap orang, sama seperti yang kau lakukan padaku sekarang!” suara Reon menaik. “Dan aku minta padamu untuk menyingkir dari hadapanku! Semakin kau bertingkah seperti ini, maka kau membuat keadaanku menjadi lebih sulit!”
Reon menyingkirkan Flo dengan jengkel lalu berjalan cepat meninggalkan Flo.
Flo terbengong. Tak bisa berkata apa-apa.
###StarBoy###
Andrean melonjak saat Flo masuk ke kamarnya sambil membanting pintu.
“Kau kenapa?” kata Alex dengan dahi mengerut.
“Reon!”
“Kenapa dengan dia?”
“Dia membuatku jengkel!” gerutu Flo mondar-mandir.
“Bukannya dia selalu membuatmu jengkel?” kata Zacky mengalihkan perhatian dari TV.
“Tapi kali ini dia lebih menyebalkan,” kata Flo lagi tak sabar.
“Memangnya apa yang dia katakan padamu?” kata Alex lagi. Dia duduk dengan tenang di atas tempat tidur Andrean.
“Dia menyuruhku untuk tidak mencampuri urusannya!” kata Flo jengkel.
Aster menaikan alisnya. “Wajar kan? Dia memang individualis. Apa masalahmu?”
“Masalahnya, aku penasaran sekali padanya!” kata Flo lagi. “Dia punya seorang adik kembar yang bahkan tak dia sukai, lalu ayah yang suka memukulnya kemudian wali sekaligus guru. Aku ingin tahu apa yang terjadi! Tapi dia melarangku!”
“Flo, dia tak ingin kau mengusir privasinya,” kata Esar.
“Dan aku begitu penasaran kenapa dia selalu luka-luka!” kata Flo lagi tak mendengarkan.
Andrean menghela napas dan mengambil bungkusan yang dibeli Flo sambil bergumam pelan, “Aku tak menyangka kalau kau perhatian sekali pada Reon, Flo.”
Flo berhenti melangkah. Dia menatap Andrean dengan tatapan bengong.
“Aku tidak perhatian padanya. Aku cuma penasaran,” kata Flo.
“Aku juga penasaran dengan apa yang terjadi pada Reon. Tapi kita tak bisa buru-buru, Flo,” kata Andrean lagi. “Dua tahun yang lalu dia menghilang begitu saja dari dunia musik dan sekarang muncul dengan keadaan yang sedikit mengenaskan. Aku tahu pasti ada yang terjadi walau aku tak tahu apa.”
“Kau fansnya, Andrean. Kau pasti tahu ada yang terjadi,” kata Flo menarik kursi dan duduk menghadap Andrean. “Nah, ceritakan padaku apa yang terjadi. Kau pasti tahu kehidupan Reon kan?”
Aster kembali menaikan alisnya. “Aku tak yakin Andrean akan memberitahukanmu soal Reon.”
“Memangnya kenapa?” kata Flo lagi jengkel.
“Karena memang tak ada soal kehidupan Reon selama ini,” jawab Andrean. Dia bangkit, mengambil majalah, koran dan kliping yang seluruh isinya tentang Reon. “Lihat, aku penggemarnya sejak dulu. Tapi masalahnya, tak ada yang satupun berita yang bisa menembus kehidupan pribadinya. Dari cerita publik, aku cuma tahu dia hidup rukun dengan keluarganya. Tak ada berita jelek tentangnya. Dan asal kau tahu saja, di koran ini malah mengatakan kalau IQ Reon sekitar 143.”
Flo mengambil koran yang ditunjuk Andrean dan membacanya dengan cepat. Setelah beberapa detik, dia mengadah dengan mata yang lebih melotot.
“Wow, aku punya saingan kalau begitu,” kata Zacky memakan es krimnya.
“Aku memang mendengar ada rumor yang tak beres sebelum dia benar-benar menghilang dari dunia musik. Tapi rumor itu musnah sebelum aku bisa membaca kejelasan ceritanya. Kupikir Ayah Reon memiliki koneksi yang besar pada beberapa media sehingga bisa meredam rumor itu. Jadi intinya, aku tak tahu apa yang terjadi.”
“Rumor apa?” kata Alex penasaran. “Pasti kau tahu sedikit kan?”
“Yah... aku dengar kalau Reon membunuh orang,” kata Andrean.
“APA?” yang lain terkaget.
“Aku juga kaget tahu. Tapi sama seperti kalian, aku tak bisa memastikan apakah rumor itu benar atau tidak. Aku ingin sekali memastikannya pada Reon. Masalahnya, aku yakin Reon tak akan mau membahasnya.”
Andrean mengangkat kedua bahunya dan membuka bungkusan makanannya dengan susah payah, sehingga Esar terpaksa bangkit dari tempatnya dan membantunya membuka bungkusan itu.
“Apa tak lebih baik kalau kita bertanya langsung pada walinya Reon, si Rudolph?” kata Aster.
“Jangan,” kata Zacky serius. “Kalian akan merusak kehidupan Reon.”
“Kenapa? Kami cuma ingin tahu,” kata Flo.
“Flo, lebih baik kau tidak mencampuri urusan Reon. Benar yang dikatakan Reon, kau akan membuat keadaannya jadi lebih sulit,” kata Zacky. “Reon pindah kesini untuk menghindari segala hal yang ada di Australia. Dia cuma ingin memulai kehidupan yang baru. Jadi lebih baik kalian tidak merusak saat ini karena masa lalu.”
“Zacky benar, Flo,” kata Andrean menepuk bahu Flo. “Ada hal-hal yang tak ingin diceritakan oleh Reon dan lebih baik kita membiarkannya jadi rahasia.”
###StarBoy###


0 komentar:

Posting Komentar

 
Copyright ::-- Prince Novel --:: 2009. Powered by Blogger.Wordpress Theme by Ezwpthemes .
Converted To Blogger Template by Anshul Dudeja.