RSS
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

Kamis, 22 Desember 2011

Philia - Chiko (Paper 4)

by: Prince Novel

Empat

Oh, tidak. Begitu Chiko melihat ekspresi Philia yang semangat membuat cowok itu yakin seratus persen kalau dia punya saingan baru. Selama ini Philia tak pernah membicarakan soal cowok, lalu sekarang?

Tapi, karena Philia tak pernah bilang apa-apa pada Shan maupun Septo, maka Chiko juga tak bisa menemukan informasi apapun.

Hal ini membuatnya jengkel setengah mati.

Sepanjang perjalanan pulang, Philia dan Gina nempel terus sambil cekakak-cekikik, membicarakan cowok brondong itu. Mereka berbisik-bisik semangat, membicarakan wajahnya yang tampan, atau gayanya yang keren, atau sifatnya yang baik hati dan murah senyum.

Haloooooooo, disini ada cowok yang sama persis seperti dekripsi mereka. Tapi kenapa mereka tidak membicarakannya? Menjengkelkan sekali.

“Terus,” Septo memotong pembicaraan Philia dan Gina yang masih membicarakan baju cowok sialan itu. “siapa nama cowok beruntung yang dapat perhatian dua cewek cantik ini?”

Alis Philia terangkat. “Kenapa? Kau mau tahu?”

Septo mengangkat kedua bahunya. “Nggak. Cuma mengherankan saja kalo sahabatku sama sekali tak pernah membicarakan apapun padaku. Apalagi soal cowok.

Mata Philia menyipit berbahaya. “Sori, ya, Septo, aku nggak akan membicarakan cowok apapun pada kalian para cowok,” katanya, lalu kembali mengobrol dengan Gina.

Septo tercengang, kelihatan sedikit tidak percaya kalau Philia akan bilang itu padanya. Dia menatap Shan setelah beberapa detik, meminta penjelasan. Shan cuma bisa mengangkat bahu sambil memberikan ekspresi tak mengerti.

“Dia tak pernah membicarakan soal cowok pada kalian ya?” gumam Chiko tanpa sadar.

“Philia pernah ngomong soal cowok. Dulu,” kata Shan.

“Oh, ya?” Septo terkejut, begitu juga dengan Chiko. “Kok kau tak pernah bilang apa-apa padaku sih, Shan? Siapa cowok itu? Aku mau ketemu dengan dia.”

Shan diam sejenak. Dia menatap punggung Philia yang masih ngobrol seru dengan Gina. “Aku nggak bakal bilang apa-apa karena cowok itu nggak membalas perasaan Philia. Cowoknya nggak perasa sih.”

Septo mendelik. “Yang bener? Bego bener sih cowok itu.” Dia menggerutu sambil melipat tangan. “Buta kali ya matanya sampai dia nggak bisa melihat cewek secantik Philia. Udah cantik, baik, pintar, lucu, menyenangkan, humoris lagi.” Dia geleng-geleng kepala. “Apa sih yang kurang dari Philia? Masa dia tak tahu kalau Philia suka dia. Bener-bener deh.”

Shan tergelak. “Ya, cowok itu emang bego, tapi tenang aja kali. Philia kayaknya udah lupa sama cowok itu. Buktinya si Philia sekarang udah dapat incaran baru. Si Brondong yang nggak kita tahu namanya itu.”

“Aku sih nggak keberatan Philia sama cowok mana aja, yang penting cowoknya baik dan sayang sama dia. Termasuk padamu, Chik,” kata Septo melirik Chiko.

Chiko nyengir. “Jadi kalian mengizinkan aku pacaran sama teman sejak kecil kalian yang manis itu?”

Shan mengangkat bahu. “Boleh saja sih, dengan satu syarat,” kata Shan cepat. “Jangan buat dia nangis, atau kau yang akan kukirim ke liang kubur.” Tambahnya memberikan tunjukan berbahaya ke dada Chiko dengan wajah garang.

“Pantas aja selama ini nggak ada cowok yang berani mendekati Philia,” kata Chiko melipat tangan, “kalian memberikan pagar besi berduri sama cowok yang baru muncul sih.”

Septo tergelak. “Itulah gunanya punya teman cowok super pelindung seperti kami, Chik.”

Mendengar itu, Chiko ikutan tertawa begitu juga dengan Shan.

^^^***^^^

Philia mendelik jengkel pada Chiko. Cowok itu dengan sengaja bertengger di depan kelasnya, membuatnya jadi ogah untuk masuk kelas. Gimana dia bisa masuk kalo cowok sialan itu berdiri tepat di tengah-tengah pintu?

“Hai, Philia,” sapanya.

“Hai, minggir,” kata Philia.

Chiko tersenyum lagi, membuat Philia yakin dia akan mengatakan sesuatu yang bakal membuat Philia jengkel.

“Aku sengaja menunggumu disini,” kata Chiko.

“Bisa kulihat,” kata Philia mencoba tenang. “Kau memang anjing penjaga yang setia.”

Anehnya, Chiko tak tersinggung sama sekali. Dia malah tertawa mendengar perkataannya. “Tadi aku ngobrol sama Gina soal cowok brondong idolamu itu.”

“Bisa kulihat kau sekarang jadi Detektif sok penting buat sahabatku,” kata Philia lagi, menggertakan gigi. Kenapa cowok ini selalu mencampuri urusannya sih? “Nah, sekarang bisa kau minggir dari pintu? Lebih baik kau kembali ke kelasmu. Ini bukan kelasmu!”

Cowok itu melangkah mendekat, membuat Philia ikutan mundur sambil mengadah melihat wajah cowok jangkung itu dengan tatapan menantang.

“Aku nggak suka sama cowok brondong itu,” kata Chiko lambat-lambat. “Apa tak ada saingan yang lebih oke lagi selain melawan junior yang jelas-jelas nggak ada apa-apanya?”

Mata Philia menyipit. “Dengar ya. Aku suka sama siapa itu bukan urusanmu. Lagian, dia nggak seburuk dugaanmu. Kenapa sih kau selalu ikut campur urusanku?”

Mata Chiko menatapnya sejenak dalam beberapa detik. “Itu karena aku suka padamu,” katanya pelan.

Philia bengong. “Apa?” katanya.

“Aku suka padamu,” kata Chiko lagi.

“Kau sinting.”

“Aku tak sinting. Aku sadar sepenuhnya, Philia,” kata Chiko lambat-lambat. “Dan aku tak mau kau dekat-dekat sama cowok lain siapapun dia.”

Philia mengerutkan dahinya. Dia merinding mendengar perubahan sikap cowok itu. Chiko pasti bercanda! Yang benar saja. Ini semua mimpi.

“Dengar, Chik. Aku sama sekali tak mau diajak bercanda. Ada tes sebentar lagi dan aku tak mau konsentrasiku pecah hanya karena pembicaraan tak penting denganmu. Sekarang, jika kau tak keberatan, bisakah kau minggir dari jalanku?”

Chiko mendekat lagi. Wajah cowok itu penuh percaya diri, membuat Philia semakin takut saja padanya.

“Kau tahu aku nggak bercanda, Philia,” katanya pelan. “Jadi, jangan anggap aku tak serius. Aku tertarik padamu sejak pandangan pertama. Tentunya, kau tak keberatan kan punya cowok sepertiku?”

Philia menatap Chiko dengan pandangan tak percaya. Cowok itu benar-benar sudah sinting. Apa yang membuatnya berpikir kalau Philia bakal senang punya cowok super nyebelin sepertinya? Philia tak pernah berpikir bakal punya imajinasi berbahaya tentang cowok itu. Nah, sekarang Chiko berharap kalau dia bakal jadi tipe cowoknya Philia? Jangan berharap.

“Kau sudah tahu jawabannya, Chik,” kata Philia dengan gigi gemertakan. “Aku nggak tertarik padamu dan nggak bakal pernah tertarik padamu. Kusarankan kau kempiskan saja kepercayaan dirimu yang tinggi itu dan menyerah soalku. Aku sudah punya cowok yang kusuka dan bisa kupastikan dia lebih oke darimu.”

Chiko tersenyum tenang. “Cowok brondong itu bukan apa-apa bagiku. Aku cukup percaya diri untuk mendapatkanmu darinya.”

Philia memutar kedua bola matanya lalu tertawa, “Tenang saja, Chik, cowok brondong itu bukan apa-apa. Aku cuma berteman dengannya. Aku memang sedikit tertarik padanya tapi aku tak suka padanya.”

Chiko tertawa kecil.

“Apa kau mau bilang kalau kau masih suka pada cinta pertamamu itu? Cowok yang bakal tak membalas perasaanmu itu?”

Philia melotot. Jantungnya berdegup kencang. “Dari mana kau tahu?”

Chiko kembali tertawa lagi. “Buat apa sih menunggu cowok yang nggak membalas perasaanmu? Dia itu idiot tahu.”

Oke. Philia jengkel sekarang. Giginya gemertakan. Dengan ganas dia menarik dasi cowok itu sehingga cukup dekat dengan wajahnya. Dia berusaha menahan amarahnya untuk tidak meninju cowok itu saat bilang, “Aku paling benci kalau dia dibilang idiot. Aku suka padanya dan itu bukan urusanmu.”

Chiko kelihatan terkejut. Untuk sejenak dia tak bisa bilang apa-apa. Andai saja bel tak berdering, mungkin saja Philia akan memakinya, bukannya masuk ke kelasnya setelah menyingkirkan tubuhnya dengan ganas ke pinggir dengan kaki terhentak. Wajahnya penuh amarah.

^^^***^^^

Shan menaikan alisnya.

“Hai, Shan, aku perlu bicara denganmu,” kata Chiko.

Shan tercengang sejenak. “Aku tak sangka kalau kau bakal datang ke sekolahku. Ini pertama kalinya ada orang yang berkunjung ke sekolahku, disaat aku sedang sibuk pula.”

Chiko kelihatan tak mendengarkan. “Dimana kita bisa bicara?”

“Aku tak mau makin menarik perhatian, Chik,” kata Shan tenang. “Teman-temanku akan berpikir kalau orang yang berada di sekitarku semuanya punya tampang keren.”

“Taman oke juga,” kata Chiko memasukan tangannya ke kantong celananya.

Shan tertawa kecil. Dia bisa mengerti alasan kenapa Philia tak menyukai cowok ini. Chiko suka sekali memaksa. Pantas saja Philia sering dibuat jengkel. Philia anak yang bebas dan tidak suka keterikatan.

“Ya sudah,” Shan menyerah dan memilih menerima Chiko menjadi tamu di sekolahnya. Seperti dugaannya, Chiko memang menarik perhatian. Selagi mereka berjalan menuju taman, cewek-cewek di sekolah itu meliriknya dengan pandangan ingin tahu.

“Ada masalah apa?” tanya Shan duduk di bangku taman.

“Ini mengenai Philia,” kata Chiko langsung.

Shan masih tetap tenang. “Aku bisa menduganya. Tapi tentang apa?”

“Aku mau tahu siapa cowok yang disukai Philia. Cinta pertamanya.”

“Kenapa?”

“Karena aku mau tahu.”

Shan menatap Chiko. “Bukan jawaban itu yang aku mau tahu, Chik. Tapi kenapa kau tiba-tiba tertarik pada cowok itu? Bukannya cowok itu nggak penting banget dalam masalahmu?”

Putus asa, Chiko akhirnya menceritakan semuanya. Shan mendengarkan dengan baik, tanpa memotong dan mengangguk-angguk perlahan.

“Nah, kau sudah dengar semuanya. Dia kelihatan benar-benar membenciku,” kata Chiko tak sabar. “Aku tahu aku memang salah menjelek-jelekan cowok itu di depannya. Tapi, bukannya cowok itu tak suka padanya? Kenapa juga Philia harus mengharapkannya? Setidaknya, aku tahu apa yang harus kulakukan untuk membuat Philia tak terlalu memikirkannya kan?”

Shan menimang-nimang.

“Philia tak pernah bilang kalau dia suka cowok itu padaku, Chik. Aku cuma menebak,” kata Shan melipat tangan.

“Apa? Jadi kau juga tak yakin siapa cowok itu?”

“Tentu saja aku tahu,” kata Shan lagi. “Kau bisa lihat dari mata dan bahasa tubuh Philia kalau dia suka sama cowok itu. Aku sudah berteman dengan Philia selama bertahun-tahun, Chik. Bagaimana mungkin aku tak sadar kalau temanku tergila-gila pada seseorang? Hanya saja cowok itu memang tidak sensitif dan Philia sendiri cukup tertutup, jadi mereka cuma jalan di tempat.”

Chiko mengerutkan dahi.

“Separah itukah?” katanya tak percaya. “Philia pasti sudah menderita sekali.”

“Ya, dia cukup menderita bertahun-tahun,” kata Shan mengangguk mantap. “Tapi karena Philia tak mau merusak persahabatannya dengan cowok itu dan merasa bahagia disamping cowok itu, aku bisa yakin kalau Philia cukup tulus dengan cintanya.”

Dahi Chiko mengerut dalam.

“Bertahun-tahun?” gumam Chiko. Persahabatan? Tak perasa dan tak sensitif?

Tiba-tiba saja terbayang satu wajah yang tak ingin muncul dalam kepala Chiko. Dia mengangga.

“Masa sih?” katanya tak percaya.

Shan mengangguk perlahan. “Benar. Philia suka pada Septo.”

Astaga. Ini diluar dugaannya.

^^^***^^^

Septo melonjak kaget saat Philia menyerbu masuk ke kamarnya sambil membawa Terry bersamanya. Dia mengangga sejenak melihat Terry melompat naik ke tempat tidurnya dan menjilati wajahnya.

“Lia, aku lagi bersantai!” gerutu Septo menyingkirkan Terry.

Dengan cepat Philia naik ke atas tempat tidur. “Aku mau kau singkirkan Chiko dari hidupku!”

Septo menganga. “Kenapa?”

“Karena aku membencinya!” Philia menjerit frustasi.

Septo mengerjap. “Kau diapain sama dia sampai stres begini?”

“Dia bilang kalau dia suka padaku!”

Lagi-lagi Septo mengerjap. Namun bukannya berkomentar, Septo malah tertawa. “Oh, jadi dia udah bilang kalau dia suka padamu? Kau tak suka padanya?”

Gigi Philia gemertakan. “Aku kan sudah bilang kalau aku benci benci benci benciiiiiiiiiii banget padanya.”

Alis Septo terangkat. “Dia cowok yang cukup oke, menurutku.”

Philia mencubit Septo sehingga cowok itu meringis.

“Dia kan cuma mengalahkanmu dalam ujian, Philia. Bukan karena dia begitu pintar, kau jadi benci banget sama dia.”

Philia menggerutu, “Aku nggak suka ada orang yang mengalahkanku!”

Septo memutar kedua bola matanya. Kemudian dia mengalihkan pandangannya pada Maltesa dan Terry yang sibuk menggigit tulang mainan.

“Kau mau aku melakukan apa?” kata Septo pada akhirnya. Hatinya luluh melihat raut kesal yang terpampang di wajah cantik Philia.

“Usir dia. Ancam atau apapun deh. Aku tak mau dia dekat-dekat lagi.”

Septo merebahkan tubuhnya. “Suatu hari kau akan dapat pacar juga, Philia.”

“Aku tak mau punya pacar kayak dia.”

Septo menaikan alisnya. “Memangnya kau mau pacar yang bagaimana biar aku carikan.”

Untuk sejenak, Philia menatap Septo, lalu memalingkan wajahnya ke jendela. “Aku akan cari sendiri. Yang penting sekarang itu adalah, kau usir si Chiko itu supaya dia jangan dekat-dekat.”

“Kau tahu dia keras kepala kan?” kata Septo lagi.

Philia menatapnya dengan jengkel, lalu mendorong Septo sampai jatuh dari tempat tidur kemudian melompat turun dan membanting pintu kamarnya.

“Lia, sakit tahu!” gerutu Septo memegangi pinggangnya.

^^^***^^^

0 komentar:

Posting Komentar

 
Copyright ::-- Prince Novel --:: 2009. Powered by Blogger.Wordpress Theme by Ezwpthemes .
Converted To Blogger Template by Anshul Dudeja.