RSS
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

Minggu, 17 April 2011

The Army of Earth Prolog

Prolog

Suara ledakan menggetarkan Pulau Papua. Semburat api terbang ke langit-langit Papua. Gumpalan asap tebal memenuhi daratan itu dan dalam hitungan detik, ledakan itu membuat separuh daratan Papua rata dengan tanah.

***

Laboratorium bawah tanah Diamond bergetar hebat. Sebahagian zat-zat kimia, tabung-tabung kaca dan selang-selang bergeser ke ujung meja dan pada akhirnya jatuh menghantam lantai. Bau belerang dan asap dalam berbagai warna bersatu, membuat laboratorium itu menjadi penat.

Para peneliti berhamburan dan berteriak-teriak panik. Langit-langit mengucurkan pasir-pasir dan dinding mulai retak. Lemari yang berisi zat berbahaya juga meramaikan suasana. Mereka jatuh dan menumpahkan zat-zat kimia yang mudah terbakar, sehingga selain zat kimia, bau menyengat kimia, juga muncul percikan-percikan api yang mudah menjalar dari satu tempat ke tempat lain sehingga suasana menjadi lebih kacau.

“Professor!”

Salah satu dari Tim Penyelamat masuk dan berteriak untuk mengatasi suara jeritan para peneliti yang ingin menyelamatkan diri. Dia berhasil menyingkirkan lemari yang jatuh supaya dia dapat masuk ke dalam ruangan yang terkunci.

“Professor! Professor Makedonia!”

Dia berteriak sambil menggedor pintu yang tak mau terbuka. Sambil memaki dalam hati, dia mengambil ancang-ancang untuk mendobrak pintu itu. Dia berhasil dan tanpa memburu waktu lagi dia masuk ke dalam. Untuk beberapa saat dia terbatuk. Bau di ruangan itu lebih parah daripada di tempat lain. Tempat itu hampir rubuh, bergetar dengan hebat dan sebahagian dinding sudah retak. Peralatan tergeletak dengan berantakan di mana-mana, buku dan meja terbalik bersamaan.

“Ah, Professor!”

Akhirnya dia menemukan sosok tubuh yang tergeletak tak berdaya terhimpit diantara lemari-lemari kaca. Dia melompati meja dengan mudah. Dia panik sementara pikirannya sudah melantur kemana-mana. Dia mengangkat lemari yang menghimpit Pemuda berambut coklat yang pingsan dengan dahi berlumuran darah.

Masih hidup, batinnya memegang tangan Pemuda itu.

Dia menggendong Pemuda itu dipunggungnya dan cepat-cepat pergi sebelum ruangan itu benar-benar rubuh.

***

Markas Pusat The Army of Earth, Finlandia

Yakhin Putioli berlari dengan terburu-buru melewati koridor panjang. Dia baru saja mendapat surat panggilan resmi dari Jendral Utama. Sebenarnya, Kapten-nyalah yang mendapatkan surat itu. Namun, Sang Kapten menghilang entah kemana sejak tujuh hari yang lalu. Entah apa yang dia lakukan. Tapi yang pasti tingkah Kapten-nya itu membuatnya kalang kabut dan selalu sibuk tidak karuan. Jadi saat ini, Yakhinlah yang berkewajiban mengganti tugas Kapten.

“Lapor, Jendral!” dia memasang tubuh tegap dengan dada membusung sambil memberi hormat. “Yakhin Putioli, Wakil Kapten Pasukan Garuda menghadap!”

Yakhin melihat ada beberapa orang di ruangan itu. Jendral Utama The Army of Earth, Ishack Childlose, yang duduk di belakang mejanya dengan seragam yang dipenuhi dengan pangkat bintang tak jelas. Kemudian, ada Komandan dari tiga devisi. Komandan Utama Angkatan Darat, Ben Stuart, dengan seragam coklat. Komandan Utama Angkatan Laut, Juli Airmata dengan seragam biru laut dan Komandan Utama Angkatan Udara, Angel Wingzengheart. Lalu ada dua orang lagi laki-laki yang tidak dia kenal. Yang satu tampak lebih tua dengan kacamata yang bertengger di hidung bengkoknya dan yang satunya terlihat seperti Pemuda militer.

“Mana Kapten Garuda?”

Yakhin menurunkan tangannya sambil menelan ludah. Bagaimana dia dapat mengatakan kalau Kapten Garuda tidak ada di markas selama tujuh hari dan tidak memedulikan sepuluh juta prajuritnya tanpa ada pesan?

“Kapten Garuda sedang tidak ada di tempat, Jendral!” jawabnya.

Sang Jendral mengangkat kedua alisnya.

“Kebiasan jelek Kapten Garuda saat aku masih ada di pasukan inti bersama dengannya empat tahun lalu adalah kalau dia selalu menghilang tanpa pemberitahuan,” Komandan Angkatan Darat tiba-tiba bicara. Dia tersenyum pada Yakhin.

Yakhin tidak tahu harus berkata apa karena perkataan Komandan Ben memang benar. Namun ada hal yang membuat Yakhin berpikir, Komandan Ben yang dari angkatan darat bisa seangkatan dengan Kapten Garuda yang berasal dari angkatan udara?

“Anda tentu tidak lupa, Jendral,” sambung Komandan Ben lagi, “ketika Anda menjadi Komandan Angkatan Udara, Kapten Garuda pernah menghilang selama sebulan dan saat dia kembali...”

“Dia membawa Komandan Utama Angkatan Perang Planet Fosfo,” sambung Jendral Ishack.

Yakhin menahan napas. Suasana membeku.

“Jadi itu bukan gosip?” kata Komandan Juli sambil melipat tangan. Wajahnya yang cantik kelihatan tak percaya. “Kapten Garuda membawa pulang Komandan Perang Musuh? Luar biasa!”

“Lalu kenapa,” Komandan Angel buka mulut, “dia tidak mendapat kenaikan pangkat? Seorang prajurit yang berhasil membawa Komandan Perang seharusnya bisa dinobatkan menjadi Jendral.”

“Dia ditawari,” gumam Komandan Ben. “Tapi dia menolak.”

“Alasannya?” tanya Komandan Juli.

“Karena aku masih empat belas tahun,” jawab Jendral Ishack kalem. “Alasan yang sederhana tapi dia menampar para komandan dengan kata-katanya itu.”

Mendengar pembicaraan Jendral Ishack dan para komandan kelihatannya Kapten Garuda memiliki kemampuan yang luar biasa. Yakhin tidak tahu sejauh mana kehebatan Kapten Garuda. Yang dia tahu dari sosok sang Kapten hanya wajah tanpa ekspresi, tatapan dingin dan tidak berperasaan pada siapapun. Entahlah. Sosok Kapten Garuda kelihatan sangat kejam. Dia memiliki kepribadian yang hebat, tidak banyak bicara, cerdas dan bijaksana dalam mengambil keputusan disaat yang tepat dan cepat. Tetapi Yakhin sama seperti orang lain, dia sama sekali tak pernah tahu isi hati Kapten Garuda karena Sang Kapten tak pernah mau membicarakan dirinya sendiri.

“Lalu, sudah berapa lama Kapten Garuda tidak ada ditempat?” tanya Jendral Ishack.

“Sudah tujuh hari, Jendral!”

Jendral Ishack menghela napas.

“Apa boleh buat,” katanya, “dia bahkan bisa menghilang lebih lama lagi,” tambahnya. “Seorang Professor dari Laboratorium Diamond baru saja didaratkan disini. Dia masih belum sadarkan diri akibat menghirup bahan kimia yang terlalu banyak saat ledakan di Papua terjadi. Aku minta tolong agar Pasukan Garuda menjaga Professor itu dengan baik sampai dia sadar.”

“Professor?” ulang Yakhin. Dia masih belum mengerti kenapa seorang Professor justru didaratkan ke Markas Kemiliteran Bumi dan bukannya ke rumah sakit.

“Ya. Professor,” Jendral Ishack menganggukan kepalanya. “Professor itu adalah aset berharga bagi Bumi. Dokter Olophus Chen adalah dokter yang akan mengurus Professor itu sampai keadaannya benar-benar pulih,” kata Jendral Ishack. Dokter Olophus Chen yang memakai jas putih hanya menggangguk kecil. “Dan pria disampingnya adalah Ketua Felo Maximilian dari Agen Kemiliteran Bumi. Kami sungguh berterima kasih atas pertolongan Anda yang menyelamatkan nyawa Professor Makedonia.”

“Itu kewajiban saya, Jendral,” kata Ketua Felo merendah.

“Jadi begini, karena Professor itu adalah orang yang begitu berharga bagi Bumi, maka sampai saat Professor itu sadar yang boleh memasuki ruangan itu hanya Dokter Chen saja. Prajurit Garuda akan menjaga pintu ruangan Professor selama dua puluh empat jam. Dan aku minta saat Kapten Garuda kembali, tolong sampaikan kesepakatan ini padanya.”

“Baik,” kata Yakhin. “Tapi sebelum itu, Jendral, ada hal yang ingin saya tanyakan. Itu pun jika Anda tidak berkeberatan.”

“Tentu saja kau boleh bertanya,” kata Jendral Ishack tersenyum ramah.

“Kenapa tugas ini diberikan pada Pasukan Garuda? Bukankah masih banyak Pasukan hebat lain yang dapat dipercaya dalam menjalankan tugas ini?”

Sang Jendral diam beberapa saat. Dan seakan memikirkan kata-kata yang akan dia ucapkan, dia mendecakan lidah dan berkata, “Itu karena Kapten Garuda adalah satu-satunya Kapten terhebat yang dimiliki Laskar Bumi saat ini.”

Yakhin mengerutkan dahinya. Eh? Kapten? Kapten Garuda yang selalu menjadi bahan ejekan di kelompok mereka adalah Kapten Terhebat?

Entah apa kehebatan Kapten Garuda yang bisa membuat dia mendapatkan pujian dari Jendral Ishack. Yakhin sudah setahun menjadi wakil dan tak pernah sekalipun Kapten Garuda berniat menghabiskan waktunya untuk melatih pasukan. Malah Kapten Garuda dengan sengaja menyerahkan semua urusan pada Yakhin.

Apapun kehebatannya, Yakhin ingin tahu.

***

Lapangan Militer Kenya

Kapten Pasukan Elang, Christoper Rimble melipat tangannya saat melihat ke bawah. Di lapangan rumput terbuka, pasukannya kelihatan berlatih bela diri. Beberapa pesawat tempur melintas di atas kepala mereka, meninggalkan bunyi menderu yang luar biasa. Sinar matahari menyengat kulitnya yang gelap.

“Lapor Kapten!” salah seorang dari pasukannya datang dan memberi hormat dengan gagah. “Ada orang yang ingin bertemu dengan Anda.”

“Siapa?” kata Christoper dengan nada datar.

“Dia... dia tidak mau mengatakan namanya, Kapten.”

Christoper melirik prajuritnya dengan tajam. “Kau tahu kan kalau tidak boleh ada orang yang masuk ke camp kita tanpa izin?”

“Dia—dia menunjukan tanda di atas kepala prajurit, Sir.”

Christoper menyipitkan matanya. Dia tahu siapa orang yang biasa melakukan hal itu.

Dia melangkahkan kakinya dengan terburu-buru sementara prajurit yang melapor mengikutinya dengan sedikit takut. Sesungguhnya Christoper amat tidak suka dengan orang itu. Dia selalu saja bertingkah. Menjengkelkan. Karena harus menahan emosinya yang kadang suka meledak-ledak, Christoper bahkan tidak menjawab sapaan dari beberapa prajurit wanita.

“Itu dia, Kapten,” kata Prajuritnya menunjuk ke salah satu ujung koridor yang gelap.

“Kau tunggu disini,” kata Christoper. Dia berjalan mendekati laki-laki yang diteramangi sinar di kegelapan. Wajahnya tidak kelihatan karena ditutupi dengan topi yang rendah sementara di kaki orang itu ada sesuatu yang besar, bayangan gelap.

“Apa yang kau lakukan disini?” ucap Christoper tanpa perlu basa-basi.

“Aku hanya mau pinjam pesawat,” jawab orang itu tanpa menoleh. Matanya menatap lurus keluar jendela.

“Kau pikir pesawat-pesawat itu murah?” tukas Christoper.

Orang itu diam beberapa saat. Lalu dia menoleh pada Christoper dan seakan bisa memertimbangkan kata-kata yang dia lontarkan, dia menjawab dengan nada pelan, “Aku sudah banyak berjasa.”

Christoper menggertakan giginya. Dia menunduk dan melihat apa yang ada dibawah kaki orang itu. Dahi Christoper mengerut dan ketika dia tahu kalau yang ada di kakinya adalah manusia, Christoper menatapnya dengan tatapan tak percaya.

“Dari mana kau dapat dia?” kata Christoper.

“Dari tempat yang jauh,” jawabnya tenang.

Christoper membuka mulutnya. “Dan dia siapa?”

“Eren Martindar, Kolonel Pulau Olm dan Berten di Planet Fosfo. Bisa dikatakan kalau dia adalah Fosfon yang paling berpengaruh di Fosfo setelah Raja dan Jendral Perang mereka.”

“Pergi diam-diam merupakan keahlianmu bukan, Kapten Garuda?” kata Christoper kesal. “Aku tak tahu apa yang kau kerjakan di planet musuh kita itu, tapi sepertinya kau selalu bisa membawa pulang Fosfon dalam keadaan hidup. Apa ini karena kau satu-satunya manusia di Bumi yang bisa bahasa mereka? Apa yang kau rencanakan?”

“Tidak ada,” kata Kapten Garuda. “Lagipula kau tenang saja, aku sama sekali tak berniat bekerja sama dengan Planet Fosfo, aku terikat dengan Bumi. Lagipula ini tugasku.”

“Tugasmu? Ada begitu banyak manusia di Bumi ini dan satu-satunya orang yang diutus keluar masuk Fosfo cuma kau. Apa kau tak sadar?”

“Aku sama sekali tak mau memperdebatkan apa yang ditugaskan padaku oleh atasan, Kapten Elang, jadi percuma saja kau marah-marah padaku.”

Christoper menggertakan giginya dengan kesal. Dia menatap makhluk asing berwujud manusia yang tertidur lemas di kaki Kapten Garuda. Ada banyak rembesan darah di jubahnya yang berkilat, sementara rambutnya yang panjang dan berkilau biru terlihat berantakan. Kupingnya yang runcing berdarah. Menjijikan sekali.

“Baiklah. Akan kuberikan kau pesawat,” kata Christoper.

Kapten Garuda menganggukan kepalanya sejenak. Dia menunduk dan menarik tangan Fosfon yang masih tidur itu.

“Kau bisa mengangkatnya sendirian?” kata Christoper lagi.

“Tenang saja. Dia masih hidup,” kata Kapten Garuda. Dia membuka mulutnya dan Christoper mendengar Kapten Garuda mengeluarkan suara yang tampaknya seperti desahan yang merdu.

Fosfon bernama Eren terbangun, mengangguk-angguk dan berdiri, mengikuti Kapten Garuda menjauhi Christoper.

Memang cuma Kapten Garuda satu-satunya manusia yang bisa menggunakan bahasa Fosfon, batin Christoper.

***

Markas Pusat The Army of Earth, Finlandia

Pesawat tempur dengan tulisan Kenya di badan pesawat itu menarik perhatian Yakhin ketika benda terbang itu berputar-putar dan beratraksi di udara, tepat di atas landasan pesawat Markas Besar. Beberapa prajurit berseragam melihat ke atas sambil menunjuk-nunjuk pesawat yang hendak menabrakan diri ke landasan namun dengan cepat menukik naik ke atas. Beberapa prajurit mendesah takjub ketika melihat atraksi mencengangkan itu.

“Kenapa ada pesawat Kenya datang tanpa pemberitahuan?” Yakhin bertanya pada salah satu bagian Informasi Penerbangan.

Gadis yang memakai earphone itu menggeleng dan menjawab dengan cepat sambil mengotak-atik komputernya. “Pesawat itu muncul tanpa pemberitahuan dan sekarang kami sedang berusaha untuk bisa masuk ke transmisi pesawat tersebut. Tapi tampaknya, pilotnya menolak untuk dihubungi.”

Gadis itu mengotak-atik komputer di depannya, Yakhin sendiri menatap lurus ke arah pesawat Kenya yang masih berputar-putar dan beratraksi di udara. Pesawat bahkan sempat mencontohkan adegan dimana dia hendak menabrakan diri ke markas penerbangan, sebelum akhirnya dia naik keatas dengan sangat cepat, meninggalkan bunyi zing yang memekakan telinga.

“Tidak bisa, Wakil Kapten Yakhin.”

Yakhin menggigit bibir. “Coba lagi.”

Yakhin berjalan mondar-mandir. Jika melihat dari cara si pilot yang beratraksi tidak karuan, Yakhin yakin sekali kalau pilot itu bukan orang biasa. Dia bisa saja mata-mata, entah dari Negara mana. Yang paling mengawatirkan adalah kalau pesawat itu mata-mata Fosfon.

“Jangan menggangguku.”

Yakhin dan orang-orang di bagian Informasi tercengang ketika melihat wajah Kapten Garuda muncul di layar kaca yang tertempel di dinding.

“Kapten?”

“Kau tidak lihat aku sedang latihan?”

Salah seorang prajurit dari Angkatan Udara berdiri saat melihat Kapten Garuda Menaikan kecepatannya dan berputar-putar seperti jet coaster di langit, membuat awan-awan bergerak dengan cepat.

Oh my God!” kata prajurit itu. “Wakil Kapten Yakhin, memangnya Kapten Garuda dapat mengendarai pesawat jet secepat itu? Luar baisa!”

Yakhin terpesona. Jujur saja, yang dia tahu Kapten Garuda hanya memiliki kemampuan di darat seperti menembak, bela diri atau yang lainnya. Dia tak pernah menunjukan kemampuan yang lain.

Pembicaraan dari para Komandan dan Jendaral Ishack terus terngiang-ngiang di telinganya.

Ketika pesawat itu mendarat dengan mulus, prajurit bersorak kagum. Mereka memanjangkan leher untuk melihat siapa sebenarnya pilot pesawat yang luar biasa itu. Dan Yakhin melihat bahwa para prajurit itu begitu terkejut ketika mengetahui bahwa Kapten Garuda adalah sang pilot.

“Ada masalah?” Kapten Garuda bertanya tepat saat Yakhin memberi hormat padanya. Suaranya datar, tak berekspresi. Dia berjalan mendahului Yakhin melewati barisan prajurit yang ikut-ikutan memberikan hormat padanya.

“Salah seorang Professor yang merupakan aset kebanggaan Bumi dipindahkan dua hari yang lalu dari Papua. Kondisinya masih belum sadar. Menurut Dokter Chen yang merupakan dokter pribadi professor itu, dia akan memberitahu kita kondisinya jika dia sudah sadar. Jendral Ishack meminta kita menjaganya dua puluh empat jam berturut-turut dan kita dilarang untuk melihat si Professor sampai dia sadar. Professor itu memiliki Penjaga Pribadi, Ketua Felo Maximillian.”

Langkah Kapten Garuda terhenti.

“Nama Professor itu?” katanya.

“Sampai Professor itu sadar dan membaik keadaannya, segala hal mengenai dirinya akan dirahasiakan untuk sementara waktu.”

Kapten Garuda tidak bertanya lagi, karena itu dia langsung masuk ke dalam markas. Di dalam masih banyak lagi anggota pasukan yang memerhatikannya dengan antusias.

“Maaf, Kapten.”

“Apa lagi?”

“Kalau boleh aku tahu…” Yakhin bertanya dengan nada hati-hati. “Berapa usia Anda?”

Kapten Garuda berhenti melangkah, dia menatap Yakhin lekat-lekat. Prajurit yang mendengar pembicaraan mereka pun kelihatan heran saat Yakhin bertanya hal seperti itu.

“Ada masalah dengan usiaku?” Kapten Garuda bertanya lagi, kali ini nadanya sedikit heran dan tidak biasa.

“Ti-tidak. Hanya saja, aku penasaran.”

Kapten Garuda geleng-geleng kepala dan berjalan lagi.

“Komandan berbagai devisi dan Jendral Ishack membicarakan Anda seakan Anda bukan orang biasa dan—”

“Mereka tidak punya kerjaan lain selain menggosipi orang,” gumam Kapten Garuda tidak peduli.

“Tapi…”

“Delapan belas.”

Yakhin mengerutkan dahinya. “Eh?”

“Usiaku delapan belas tahun. Lebih muda dua atau tiga tahun dari usiamu.”

Yakhin mengerjapkan matanya, begitu juga prajurit lain yang mendengarkan pembicaraan mereka.

“Apa Jendral mencariku?” tanya Kapten Garuda tidak memerhatikan ekspresi Yakhin.

“I—tidak.”

“Oh. Di pesawatku ada Fosfon yang masih hidup. Perlakukan dia dengan baik, beri dia makan dan obati lukanya. Masih ada yang ingin kutanyakan padanya.”

Yakhin makin terbengong. “Fosfon?”

“Ya. Jangan bertanya lagi.”

Kapten Garuda pergi, seperti biasa, tanpa mendengarkan perkataan Yakhin yang ingin bertanya terus-terusan.

***

0 komentar:

Posting Komentar

 
Copyright ::-- Prince Novel --:: 2009. Powered by Blogger.Wordpress Theme by Ezwpthemes .
Converted To Blogger Template by Anshul Dudeja.